Home » Uncategorized » Dwi Fungsi ABRI: Peran Militer dalam Pemerintahan Soeharto
Posted in

Dwi Fungsi ABRI: Peran Militer dalam Pemerintahan Soeharto

Dwi Fungsi ABRI: Peran Militer dalam Pemerintahan Soeharto (ft.istimewa)
Dwi Fungsi ABRI: Peran Militer dalam Pemerintahan Soeharto (ft.istimewa)
sekolahGHAMA

Salah satu karakteristik utama pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto adalah dominasi militer dalam kehidupan politik dan pemerintahan. Konsep yang dikenal sebagai Dwi Fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) menjadi landasan ideologis dan praktik kekuasaan militer tidak hanya dalam bidang pertahanan, tetapi juga dalam urusan sosial-politik negara. Bagaimana kebijakan Dwi Fungsi ABRI: Peran Militer dalam Pemerintahan Soeharto?

Kebijakan ini memunculkan sistem pemerintahan yang sangat militeristik dan sentralistik. Dwi Fungsi ABRI bukan hanya alat untuk menjaga stabilitas, tetapi juga alat legitimasi bagi militer untuk memegang posisi strategis dalam birokrasi, legislatif, dan bahkan bisnis.

Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai asal usul, implementasi, dampak, dan warisan Dwi Fungsi ABRI, serta bagaimana kebijakan ini membentuk lanskap politik Indonesia selama lebih dari tiga dekade.


Latar Belakang dan Asal Usul Dwi Fungsi ABRI

Konsep Dwi Fungsi ABRI mulai dirumuskan pasca pemberontakan G30S/PKI pada 1965. Militer, terutama Angkatan Darat, memanfaatkan situasi politik yang kacau untuk mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno melalui mandat Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang diberikan kepada Jenderal Soeharto.

Pada 1966, melalui Doktrin Perjuangan ABRI, militer mulai menanamkan gagasan bahwa mereka tidak hanya berfungsi sebagai kekuatan pertahanan negara, tetapi juga sebagai kekuatan sosial-politik yang memiliki peran dalam pembangunan nasional.

Tujuan utama Dwi Fungsi ABRI:
  • Menjaga stabilitas dan keamanan nasional.
  • Mendukung pembangunan nasional.
  • Menjadi penjaga ideologi negara (Pancasila).
  • Menyatu dengan rakyat melalui peran sosial-politik.

Implementasi Dwi Fungsi dalam Struktur Pemerintahan

Selama pemerintahan Soeharto, peran ABRI merambah ke hampir semua lini kehidupan bernegara.

Beberapa bentuk implementasi nyata:
  • Posisi di pemerintahan: Banyak jabatan menteri, gubernur, hingga bupati diisi oleh perwira aktif militer.
  • Kursi di DPR/MPR: ABRI diberikan jatah kursi tanpa melalui pemilu. Mereka tergabung dalam Fraksi ABRI.
  • Keterlibatan dalam Golkar: Sebagai kendaraan politik utama Orde Baru, Golkar didukung penuh oleh ABRI. Banyak kader militer yang menjadi pengurus partai.
  • Pengaruh di birokrasi dan BUMN: Perwira militer menduduki posisi penting di berbagai lembaga pemerintah dan perusahaan milik negara.
  • Operasi keamanan dalam negeri: ABRI memiliki kewenangan luas dalam mengendalikan keamanan, termasuk melakukan operasi militer di wilayah konflik seperti Aceh, Papua, dan Timor Timur.

Kondisi ini menyebabkan tumpang tindih fungsi antara sipil dan militer, serta melemahkan sistem checks and balances dalam pemerintahan.


Justifikasi Ideologis: Militer sebagai Pelindung Pancasila

Soeharto menggunakan doktrin Dwi Fungsi ABRI sebagai alat untuk menciptakan legitimasi terhadap kekuasaan militer di luar fungsi pertahanan. Pancasila dijadikan dalih utama bahwa militer harus aktif dalam menjaga stabilitas dan pembangunan nasional.

Militer dianggap sebagai institusi yang paling loyal terhadap negara dan Pancasila, apalagi setelah pengalaman pahit pemberontakan DI/TII, PRRI/Permesta, dan G30S/PKI. Oleh karena itu, kehadiran militer dalam struktur pemerintahan dianggap sah demi mencegah kekacauan dan menjaga “integrasi nasional”.


Dampak Politik dan Sosial Dwi Fungsi ABRI

Dampak Positif (menurut versi pemerintah Orde Baru):
  • Stabilitas politik yang kuat selama tiga dekade.
  • Pembangunan nasional yang lancar karena minim konflik politik.
  • Percepatan birokrasi dengan kedisiplinan ala militer.
Dampak Negatif:
  • Munculnya rezim otoriter dan represif.
  • Pelemahan demokrasi dan partisipasi sipil.
  • Pelanggaran HAM dalam berbagai operasi militer.
  • Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan militer.
  • Dominasi kekuasaan oleh satu kelompok elit (militer) yang menghambat regenerasi politik.

Dominasi ABRI menciptakan kondisi di mana kontrol masyarakat sipil atas militer hampir tidak ada, dan semua kebijakan besar negara harus mendapat restu militer.

Baca juga: Dampak Orde Baru terhadap Indonesia: Antara Kemajuan dan Otoritarianisme


Perlawanan terhadap Dwi Fungsi ABRI

Kritik terhadap Dwi Fungsi ABRI mulai menguat sejak akhir 1980-an. Kelompok mahasiswa, LSM, aktivis HAM, dan sebagian kalangan intelektual mulai mempertanyakan dominasi militer dalam politik.

Puncaknya terjadi pada krisis moneter 1997–1998. Dalam gelombang Reformasi 1998, salah satu tuntutan utama adalah diakhirinya Dwi Fungsi ABRI dan kembalinya militer ke barak.


Reformasi dan Akhir dari Dwi Fungsi

Pasca jatuhnya Soeharto, pemerintah transisi yang dipimpin oleh B.J. Habibie mulai melucuti pengaruh militer di panggung politik. Beberapa langkah penting:

  • Pemisahan TNI dan Polri pada tahun 1999.
  • Penghapusan Fraksi TNI/Polri di DPR dan MPR pada 2004.
  • Pembentukan Undang-Undang TNI yang membatasi peran militer dalam urusan sipil.

Kini, TNI kembali difokuskan pada pertahanan negara, meskipun isu tentang kembalinya pengaruh militer dalam politik kadang masih mencuat.


Warisan Dwi Fungsi ABRI di Era Modern

Meski secara formal telah dihapuskan, warisan Dwi Fungsi ABRI masih terasa:

  • Banyak purnawirawan TNI yang aktif di politik atau menjadi kepala daerah.
  • Beberapa jabatan strategis di pemerintahan masih sering diisi oleh mantan militer.
  • Mentalitas militeristik dalam birokrasi masih kuat di beberapa sektor.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat sipil untuk terus mengawal reformasi sektor keamanan agar demokrasi Indonesia semakin sehat.


Kesimpulan

Dwi Fungsi ABRI: Peran Militer dalam Pemerintahan Soeharto, merupakan kebijakan strategis Orde Baru yang mengukuhkan peran militer dalam dua ranah: pertahanan dan sosial-politik. Selama lebih dari 30 tahun, kebijakan ini memungkinkan militer mengendalikan berbagai aspek kehidupan negara, mulai dari keamanan hingga pemerintahan.

Meskipun Soeharto berhasil menciptakan stabilitas, kekuasaan yang terlalu terpusat pada militer juga menyuburkan otoritarianisme, pelanggaran HAM, dan korupsi. Reformasi 1998 menandai titik balik penting dalam mengembalikan supremasi sipil dan demokrasi.


FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Apa itu Dwi Fungsi ABRI?
Dwi Fungsi ABRI adalah doktrin militer Orde Baru yang menyatakan bahwa ABRI memiliki dua peran utama: sebagai kekuatan pertahanan dan sebagai kekuatan sosial-politik.

2. Siapa yang mencetuskan Dwi Fungsi ABRI?
Konsep ini dikembangkan oleh Jenderal Soeharto dan para perwira tinggi Angkatan Darat setelah 1965 untuk melegitimasi keterlibatan militer dalam pemerintahan sipil.

3. Mengapa Dwi Fungsi ABRI dianggap bermasalah?
Karena membuka peluang militer untuk mencampuri urusan politik, pemerintahan, ekonomi, dan menyebabkan pelanggaran HAM serta melemahkan demokrasi.

4. Kapan Dwi Fungsi ABRI resmi dihapuskan?
Secara bertahap dimulai sejak 1999 dengan pemisahan TNI dan Polri, serta dihapusnya Fraksi TNI/Polri dari parlemen pada 2004.

5. Apakah militer masih terlibat dalam politik saat ini?
Secara resmi tidak, tetapi banyak pensiunan militer aktif dalam politik dan pemerintahan, sehingga warisan Dwi Fungsi masih bisa terasa.


Referensi

  1. Crouch, Harold. The Army and Politics in Indonesia. Cornell University Press, 1988.
  2. Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia Since c.1200. Palgrave Macmillan, 2008.
  3. Liddle, R. William. Leadership and Culture in Indonesian Politics. Allen & Unwin, 1996.
  4. Komnas HAM – https://www.komnasham.go.id
  5. Kompas.com – https://www.kompas.com
  6. Tirto.id – https://www.tirto.id
  7. Historia.id – https://www.historia.id

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.