Home » Sejarah » Konflik dengan PKI dan Akhir Kepemimpinan Soekarno
Posted in

Konflik dengan PKI dan Akhir Kepemimpinan Soekarno

Konflik dengan PKI dan Akhir Kepemimpinan Soekarno (ft.istimewa)
Konflik dengan PKI dan Akhir Kepemimpinan Soekarno (ft.istimewa)
sekolahGHAMA

Ir. Soekarno adalah tokoh sentral dalam perjuangan kemerdekaan dan Presiden pertama Republik Indonesia. Namun, akhir masa kepemimpinannya diwarnai oleh konflik politik yang kompleks, terutama keterkaitannya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), ketegangan dengan TNI, dan puncaknya adalah peristiwa G30S/PKI tahun 1965.

Artikel ini mengupas secara mendalam bagaimana konflik politik ini berkembang, serta bagaimana akhirnya Soekarno kehilangan kekuasaan dan memberikan jalan bagi lahirnya Orde Baru di bawah Soeharto.


Konteks Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin

Setelah era Demokrasi Parlementer (1950–1959) yang dinilai tidak stabil, Soekarno membentuk sistem Demokrasi Terpimpin. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif Soekarno menjadi dominan, dan ia mencoba menyatukan tiga kekuatan politik utama, yang ia sebut sebagai “Nasakom”: Nasionalisme, Agama, dan Komunisme.

Konsep Nasakom mencerminkan keinginan Soekarno untuk menjaga keseimbangan politik di antara tiga kekuatan besar: militer dan nasionalis, kelompok Islam, dan PKI. Dalam praktiknya, PKI menjadi salah satu partai yang paling menonjol dan tumbuh besar dalam periode ini.


Peran PKI dalam Politik Nasional

Partai Komunis Indonesia (PKI) mengalami kebangkitan besar selama masa Demokrasi Terpimpin. Dengan dukungan Soekarno yang menekankan anti-imperialisme dan sosialisme, PKI berhasil mendekatkan diri dengan rakyat, terutama petani dan buruh. Dipimpin oleh D.N. Aidit, PKI melakukan berbagai kampanye massa dan memperluas pengaruh politiknya secara signifikan.

PKI menjadi partai komunis terbesar di luar Uni Soviet dan Tiongkok, dengan jumlah anggota yang mencapai jutaan orang. Hal ini menimbulkan kecemasan, khususnya di kalangan militer dan kelompok Islam konservatif, yang melihat PKI sebagai ancaman terhadap stabilitas nasional dan ideologi Pancasila.


Ketegangan antara PKI dan TNI

Hubungan antara PKI dan TNI, terutama Angkatan Darat, semakin memanas. PKI sering menyerukan perlucutan senjata dari “tentara bayangan” dan menuding adanya kontra-revolusioner dalam tubuh TNI. Di sisi lain, militer melihat PKI sebagai ancaman besar terhadap posisi mereka.

TNI mencurigai PKI berambisi untuk membentuk pemerintahan ala negara komunis, terlebih setelah PKI menyarankan pembentukan “Angkatan Kelima”—yakni kelompok petani dan buruh bersenjata, yang dianggap sebagai upaya menggantikan peran militer konvensional.


G30S/PKI dan Titik Balik Sejarah

Puncak konflik terjadi pada 30 September 1965, ketika sekelompok orang yang menamakan diri “Gerakan 30 September” menculik dan membunuh enam jenderal TNI AD. Gerakan ini kemudian dikaitkan dengan PKI, meskipun hingga kini masih banyak perdebatan tentang siapa aktor utama di balik peristiwa tersebut.

Setelah peristiwa itu, Soeharto—yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad)—bergerak cepat mengendalikan situasi. Ia mengambil alih komando militer dan menuding PKI sebagai dalang di balik gerakan tersebut. Dalam hitungan hari, operasi penumpasan PKI dimulai, yang kemudian mengarah pada pembantaian massal terhadap anggota dan simpatisan PKI di seluruh Indonesia.


Reaksi Soekarno dan Kemunduran Kekuasaan

Soekarno awalnya masih mencoba mempertahankan keseimbangan politik. Ia tidak secara tegas menyalahkan PKI, melainkan menyebut peristiwa itu sebagai “konflik internal Angkatan Darat.” Ia juga menyerukan agar rakyat tenang dan tidak melakukan aksi balas dendam.

Namun, sikap “netral” ini justru membuat dukungan terhadap Soekarno terus melemah. Militer dan kelompok-kelompok Islam menganggapnya melindungi PKI, sementara masyarakat sudah terbakar oleh amarah dan propaganda anti-komunis.

Pada saat yang sama, kekuatan Soeharto terus meningkat. Melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk mengambil tindakan demi menjaga keamanan negara. Surat ini menjadi titik balik resmi peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto.

Baca juga: Warisan Orde Lama bagi Indonesia: Pembelajaran dari Sejarah


Supersemar: Simbol Penyerahan Kekuasaan

Supersemar menjadi dokumen kontroversial. Dikeluarkan pada 11 Maret 1966, dokumen ini disebut ditandatangani Soekarno dalam tekanan. Dengan Supersemar, Soeharto memperoleh legitimasi untuk membubarkan PKI dan mengambil alih kekuasaan militer maupun sipil secara bertahap.

Soeharto segera memanfaatkan surat ini untuk:

  • Membubarkan PKI dan melarang semua aktivitasnya.
  • Menahan tokoh-tokoh pendukung Soekarno dan simpatisan PKI.
  • Membentuk Kabinet baru tanpa banyak campur tangan dari Soekarno.

Akhir Kekuasaan Soekarno

Setelah peristiwa Supersemar, Soekarno secara perlahan kehilangan pengaruh. Tahun 1967, MPRS mencabut mandatnya sebagai Presiden dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Pada tahun 1968, Soeharto diangkat secara resmi sebagai Presiden Republik Indonesia, menandai dimulainya era Orde Baru.

Soekarno kemudian menjalani masa-masa akhir hidupnya dalam pengasingan politik. Ia dijaga ketat dan tidak diberi kebebasan menyampaikan pendapat secara terbuka. Soekarno wafat pada 21 Juni 1970 di Jakarta, dalam kondisi fisik dan politik yang lemah.


Warisan Sejarah dan Kontroversi

Peran Soekarno dalam era konflik dengan PKI tetap menjadi diskursus yang kompleks dalam sejarah Indonesia. Sebagian menilai bahwa Soekarno terlalu “bermain api” dengan mencoba merangkul PKI, sementara lainnya melihatnya sebagai tokoh yang tetap berpegang pada prinsip nasionalisme dan persatuan bangsa.

Peristiwa 1965–1966 sendiri masih menjadi objek kajian dan perdebatan, baik di kalangan sejarawan dalam maupun luar negeri. Banyak dokumen dan kesaksian yang masih diperdebatkan kebenarannya, termasuk soal keterlibatan militer, CIA, dan aktor-aktor politik lain.


Kesimpulan

Konflik dengan PKI merupakan salah satu babak paling kelam sekaligus penting dalam sejarah Indonesia. Soekarno, yang pernah menjadi simbol kemerdekaan dan pemersatu bangsa, harus mengakhiri kepemimpinannya dalam situasi krisis nasional. Peristiwa ini tidak hanya mengakhiri masa kepemimpinannya, tetapi juga mengubah arah politik Indonesia secara drastis.

Dari era Demokrasi Terpimpin menuju Orde Baru, dari dominasi sipil menuju dominasi militer, sejarah Indonesia berubah secara fundamental setelah 1965.


FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Apa hubungan Soekarno dengan PKI?
Soekarno mencoba menyatukan PKI dalam konsep Nasakom bersama nasionalis dan kelompok agama. Ia tidak menjadi anggota PKI, tetapi memberi ruang politik yang besar bagi mereka selama Demokrasi Terpimpin.

2. Mengapa PKI menjadi sangat kuat pada masa Soekarno?
Karena dukungan terhadap gagasan anti-imperialisme, kedekatan dengan rakyat kecil, serta kebijakan Soekarno yang mengakomodasi ideologi kiri dalam struktur pemerintahan.

3. Apakah benar Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto lewat Supersemar?
Ya, meskipun ada perdebatan soal tekanan dalam penandatanganannya, Supersemar menjadi dasar hukum awal yang digunakan Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan dari Soekarno.

4. Apakah Soekarno terlibat langsung dalam G30S/PKI?
Tidak ada bukti langsung bahwa Soekarno terlibat. Namun, karena ia tidak secara tegas menyalahkan PKI, banyak pihak menuduhnya mendukung atau setidaknya melindungi PKI.

5. Apa yang terjadi dengan Soekarno setelah lengser?
Soekarno dijauhkan dari dunia politik, hidup dalam pengawasan ketat, dan meninggal dunia pada 1970 dalam kondisi sakit dan kesepian.


Referensi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.