Home » Sejarah » B.J. Habibie Menggantikan Soeharto Sebagai Presiden RI Ketiga
B.J. Habibie Menggantikan Soeharto Sebagai Presiden RI Ketiga

B.J. Habibie Menggantikan Soeharto Sebagai Presiden RI Ketiga

B.J. Habibie Menggantikan Soeharto Sebagai Presiden RI ketiga, Naiknya B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ketiga mengundang perdebatan hukum dan kontroversial, karena Mantan Presiden Soeharto menyerahkan secara sepi hak kekuasaan kepada Habibie. 

Dikalangan mahasiswa sikap atas pelantikan Habibie sebagai presiden terbagi atas tiga kelompok, yaitu: 

  • Pertama, menolak Habibie karena merupakan produk Orde Baru; 
  • Kedua, bersikap netral karena pada saat itu tidak ada pemimpin negara yang diterima semua kalangan sementara jabatan presiden tidak boleh kosong; 
  • Ketiga, mahasiswa berpendapat bahwa pengalihan kekuasaan ke Habibie adalah sah dan konstitusional. Pada tanggal 22 Mei 1998, 

Susunan Kabinet Presiden B.J Habibie 

Presiden B.J. Habibie mengumumkan susunan kabinet baru, yaitu Kabinet Reformasi Pembangunan. Seiring dengan diumumkannya susunan kabinet yang baru, berarti presiden harus membubarkan Kabinet Pembangunan VII. 

Akhirnya gerakan Reformasi yang dipelopori mahasiswa mampu menumbangkan kekuasaan Orde Baru dan Era Reformasi mulai berjalan di Indonesia, di bawah Pemerintahan B.J. Habibie. 

Presiden BJ Habibie membentuk kabinet baru yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri atas 37 menteri, yang meliputi perwakilan dari ABRI, Golkar, PPP, dan PDI. Tiga puluh tujuh menteri ini terdiri dari beberapa menteri departemen, menteri negara, sekretaris negara dan Jaksa Agung. 

Kebijakan Politik Presiden B.J. Habibie 

Beberapa kebijakan politik yang dibuat oleh presiden Habibie antara lain, memberikan amnesti dan abolisi kepada beberapa tahanan politik dan narapidana politik pada masa Orde Baru lewat Keppres.  

Presiden Habibie juga melakukan perbaikan dalam hal partai politik, diantaranya mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, karena pada masa Soeharto pembentukan partai politik sangat dibatasi dan tidak sesuai dengan UUD 1945 yang memberikan semua warga Indonesia untuk berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran. 

Mulai dari diberlakukannya UU tersebut, banyak terbentuk partai-partai politik. Jumlah partai politik yang dinyatakan sah menurut keputusan kehakiman sebanyak 93 buah. Ada 48 partai diantaranya dinyatakan memenuhi syarat mengikuti pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD I dan DPRD II pada bulan Juni 1999. 

Pemilu tahun 1999 

Berusaha dibangun di atas spirit baru, yaitu Luber dan Jurdil. Diketahui bahwa pemilu pada Orde Baru dibangun asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia) dengan mengabaikan aspek JURDIL (jujur dan adil) bagi penyelenggara maupun peserta pemilu, juga netralitas birokrasi. 

Pada tanggal 7 Juni 1999 pemilu dilaksanakan. Dalam penghitungan suara dalam pemilu terjadi perdebatan panjang. Awalnya penghitungan suara diperkirakan selesai pada tanggal 21 Juni 1999, tapi tertunda sampai tanggal 16 Juli 1999. 

Baca juga Proses Penyederhanaan Partai Pada Masa Orde Baru

Hanya 17 dari 48 partai politik peserta pemilu yang bersedia menandatangani hasil pemilu dengan alasan kalau pemilubelumterlaksana dengan jujur dan adil. Penolakan tersebut ditunjukkan pada rapat pleno.

Presiden menyerahkan hasil rapat pleno KPU (Komisi Pemilihan Umum) kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top