Strategi efektif untuk menyelenggarakan proses pembelajaran yang optimal. Proses pembelajaran dapat terselenggara secara efektifve, efisien, dan optimal jika didukung oleh pengetahuan yang memadai tentang teori-teori pendidikan yang berlaku umum. Dengan demikian kajian teori pendidikan memiliki urgensi yang cukup signifikan, sebagai upaya untuk memperkaya wawasan pendidikan, khususnya bagi para pendidik dan praktisi pendidikan pada umumnya.
Hal ini dimaksudkan untuk menemukan landasan teori yang variatif, cocok dan efisien dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan suatu pendidikan tentunya tidak lepas dari teori yang mendasarinya.
Dunia pendidikan telah menganut berbagai macam teori pendidikan. Salah satu teori yang melandasi proses pembelajaran adalah teori konstruktivisme. Pandangan konstruktivisme tentang pembentukan pengetahuan adalah bahwa subjek secara aktif menciptakan struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungannya.
Von Glaserfeld menyatakan bahwa konstruktivisme adalah filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil konstruksi kita sendiri (Pannen et al, 2001). Menurut teori konstruktivisme, dasar perolehan pengetahuan siswa adalah karena keaktifan siswa itu sendiri dengan bantuan struktur kognitif. Melalui bantuan struktur kognitif ini, subjek membangun pemahamannya tentang realitas.
A. Proses penyesuaian diri dalam kegiatan pembelajaran
Dalam teori ini, struktur kognitif harus selalu diubah dan diadaptasi berdasarkan tuntutan perubahan lingkungan dan organisme. Proses penyesuaian terjadi terus menerus melalui proses rekonstruksi. Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru dan pengetahuan baru berdasarkan data.
Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa untuk mendorong siswa mengorganisasikan pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme, peran siswa sangat penting. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, diperlukan kebebasan dan sikap belajar.
Konstruktivisme sebagai aliran filsafat mempengaruhi banyak konsep sains, teori belajar dan belajar. Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma pembelajaran, konstruktivisme menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembangan kemandirian belajar siswa, dan perlunya siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri.
Tokoh aliran ini antara lain: Vygotsky, Von Glasersfeld, dan Vico. Konsep pembelajaran konstruktivis didasarkan pada karya akademis para psikolog dan peneliti yang peduli dengan konstruktivisme.
Baca juga Bagaimana sistem kecenderungan kepribadian berkembang pada anak
B. Pengetahuan dibangun secara aktif
Pakar konstruktivisme mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas di kelas, pengetahuan dikonstruksi secara aktif. Para ahli konstruktivis lainnya mengatakan bahwa dari perspektif konstruktivis, belajar matematika bukanlah proses โmengemasโ pengetahuan melainkan mengorganisasikan aktivitas, dimana aktivitas tersebut dimaknai secara luas meliputi aktivitas dan pemikiran konseptual.
Paradigma konstruktivisme ini dalam perspektif interpretivisme (penafsiran) terbagi menjadi tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivis dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivis, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan kepada semua orang, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis.
Namun, teori konstruktivisme bukanlah teori yang sempurna. Hal ini ditandai dengan kritik Vygotsky yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme oleh Vygotsky ini disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor, 1993).
C. Pendekatan konstruktivisme sosial
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak mutlak dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil pemecahan masalah dan pengajuan masalah oleh manusia (Ernest, 1991).
Bagi aliran konstruktivisme, pendidik tidak lagi menempati tempat sebagai pemberi ilmu. Bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun, pendidik lebih diposisikan sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik untuk dapat belajar dan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya (Herman Hudojo, 1998).
Teori belajar konstruktivisme ini memiliki pengaruh yang kuat dalam dunia pendidikan. Akibatnya, orientasi pembelajaran di kelas pun bergeser. Orientasi pembelajaran bergeser dari pengajaran yang berpusat pada Pendidik menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Mahasiswa tidak lagi diposisikan seperti bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap pasrah, siswa siap dihujani informasi oleh para pendidiknya.
Atau siswa dikondisikan sedemikian rupa untuk menerima ilmu dari pendidiknya. Siswa kini diposisikan sebagai mitra belajar Pendidik. Pendidik bukan satu-satunya pusat informasi dan paling tahu. Pendidik hanyalah salah satu sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar lainnya dapat berupa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, surat kabar dan internet.
Leave a Reply