Sejarah panjang Nusantara mencatat bahwa jauh sebelum kedatangan kolonialisme dan kemerdekaan, wilayah ini telah mengenal sistem pemerintahan yang terstruktur melalui kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha. Kerajaan-kerajaan seperti Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram Kuno, dan Majapahit memiliki sistem pemerintahan yang tidak hanya mengatur wilayah kekuasaan secara administratif, tetapi juga menyatukan nilai-nilai spiritual dan budaya dalam mekanisme kekuasaan.
Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia terbentuk, bagaimana mekanismenya bekerja, serta warisan dan pengaruhnya terhadap sistem pemerintahan modern di Indonesia saat ini.
Awal Mula Sistem Pemerintahan Hindu-Buddha di Nusantara
Sistem pemerintahan kerajaan bercorak Hindu-Buddha mulai berkembang di Nusantara sejak abad ke-4 M, bersamaan dengan masuknya pengaruh India melalui jalur perdagangan maritim. Para raja dan bangsawan lokal mengadopsi sistem kasta, struktur birokrasi, serta konsep “raja sebagai titisan dewa” atau dikenal sebagai Devaraja.
Sistem ini bukanlah replika total dari India, melainkan hasil sinkretisme antara kebudayaan lokal dengan ajaran Hindu dan Buddha. Hal ini membentuk sistem pemerintahan yang unik dan khas Nusantara.
Struktur Pemerintahan Kerajaan Hindu-Buddha
1. Raja sebagai Pusat Kekuasaan
Dalam kerajaan Hindu-Buddha, raja adalah pusat pemerintahan sekaligus pemimpin spiritual. Raja dipandang sebagai perwujudan dewa di dunia (Devaraja) yang bertugas menjaga harmoni antara manusia dan alam semesta. Kekuasaan raja bersifat absolut, namun tetap terikat oleh nilai-nilai keagamaan dan adat.
Contohnya, Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan dikenal sebagai raja bijak yang tidak hanya memimpin secara politis tetapi juga menjaga ajaran dharma (kebenaran).
2. Dewan Kerajaan
Raja biasanya didampingi oleh Brahmana, penasihat istana, dan para menteri. Para Brahmana berperan penting dalam menafsirkan kitab suci dan memberikan legitimasi keagamaan terhadap kekuasaan raja.
Menteri-menteri mengurus berbagai urusan pemerintahan seperti:
- Keuangan (bendahara)
- Hukum dan pengadilan
- Militer
- Pertanian dan perdagangan
3. Pembagian Wilayah
Pemerintahan kerajaan dibagi ke dalam unit-unit administratif:
- Ibu kota atau pusat kerajaan: pusat kekuasaan raja.
- Daerah bawahan atau mandala: dipimpin oleh pejabat lokal (rakryan atau adipati) yang tunduk pada raja.
- Wilayah taklukan: kerajaan-kerajaan kecil yang diakui otonominya selama membayar upeti kepada kerajaan pusat.
Model ini disebut juga sistem mandala, di mana kekuasaan tidak bersifat absolut ke seluruh wilayah, melainkan berbasis pengaruh dan relasi kekuasaan yang bersifat konsensual.
Sistem Hukum dan Pemerintahan
Kerajaan Hindu-Buddha memiliki sistem hukum yang berakar pada kitab dharma (seperti Manusmriti) dan adat lokal. Hukum mengatur hubungan sosial, kepemilikan tanah, dan sanksi terhadap kejahatan.
Selain itu, konsep “dharma” atau keadilan menjadi prinsip utama. Seorang raja diharapkan menjalankan kekuasaan demi kebaikan rakyat dan menjaga keseimbangan alam semesta.
Contoh Sistem Pemerintahan dari Beberapa Kerajaan
1. Kutai (Abad ke-4 M)
Sebagai kerajaan Hindu tertua di Indonesia, Kutai menganut sistem raja yang diwariskan secara turun-temurun. Prasasti Yupa mencatat bahwa Raja Mulawarman memberikan hadiah besar kepada para Brahmana, menunjukkan bahwa raja menjalankan kekuasaan dalam kerangka agama dan tradisi.
2. Sriwijaya (Abad ke-7–13 M)
Sriwijaya mengembangkan sistem maritim yang kompleks. Pemerintahan bersifat sentralistik, namun memberikan ruang otonomi kepada daerah pelabuhan. Sriwijaya juga memadukan kekuasaan politik dan keagamaan Buddha, menjadikan raja sebagai pelindung agama.
Baca juga: Makna Api di Puncak Monas: Filosofi Emas dan Semangat Perjuangan
3. Mataram Kuno (Abad ke-8–10 M)
Kerajaan ini terbagi dalam dua dinasti: Syailendra (Buddha) dan Sanjaya (Hindu). Pemerintahannya terorganisasi baik, dengan administrasi yang mengelola pertanian, irigasi, dan upacara keagamaan. Candi-candi besar seperti Borobudur dan Prambanan dibangun sebagai simbol kekuasaan dan spiritualitas.
4. Majapahit (Abad ke-13–15 M)
Majapahit memiliki struktur pemerintahan paling maju. Di bawah raja Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada, sistem pemerintahan disusun dalam kitab Negarakertagama dan Sutasoma. Majapahit memiliki dewan negara, panglima militer, dan perwakilan wilayah, serta menjalin hubungan diplomatik dengan negara tetangga.
Pengaruh Sistem Pemerintahan Hindu-Buddha pada Indonesia Modern
Meskipun sistem kerajaan telah digantikan oleh negara republik, pengaruh struktur dan nilai-nilai pemerintahan Hindu-Buddha masih terasa hingga kini, baik secara budaya maupun administrasi.
1. Konsep Keadilan dan Kepemimpinan Etis
Prinsip dharma atau kebenaran menjadi cikal bakal etika pemerintahan. Seorang pemimpin ideal tidak hanya kuat secara politik tetapi juga bijak dan adil.
2. Sentralisasi Kekuasaan
Beberapa model sentralisasi pada masa Orde Baru mirip dengan sistem kerajaan yang berpusat pada satu figur dominan, dengan sistem administratif berlapis.
3. Struktur Wilayah
Pembagian wilayah Indonesia modern seperti provinsi, kabupaten, dan desa memiliki kemiripan dengan struktur mandala dan sistem daerah otonom di masa kerajaan.
4. Penggunaan Simbol dan Ritual Negara
Upacara kenegaraan, penggunaan lambang negara (Garuda Pancasila), dan gelar kehormatan menunjukkan kesinambungan budaya simbolik dari masa kerajaan.
Nilai-Nilai Luhur yang Masih Relevan
- Musyawarah dan Konsensus: Diterapkan dalam sistem desa dan pemerintahan lokal.
- Kebijaksanaan Pemimpin: Seperti konsep ratu adil, yang menjadi inspirasi kepemimpinan modern.
- Toleransi dan Sinkretisme: Budaya kerajaan yang memadukan Hindu-Buddha dan kepercayaan lokal menjadi landasan nilai kebhinekaan Indonesia.
Kesimpulan
Sistem pemerintahan kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara bukan sekadar struktur kekuasaan masa lalu, tetapi juga fondasi nilai dan budaya politik bangsa Indonesia. Dengan konsep kepemimpinan yang religius, administratif yang tertata, serta prinsip dharma sebagai pedoman, sistem ini memberikan pelajaran penting tentang tata kelola yang berpihak pada rakyat dan alam.
Warisan ini tetap hidup dalam sistem pemerintahan modern, terutama dalam nilai-nilai kepemimpinan yang adil, simbol negara, dan struktur administratif yang berjenjang. Menelusuri sistem pemerintahan Hindu-Buddha bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menggali akar kebangsaan Indonesia yang kuat dan berkarakter.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa perbedaan sistem pemerintahan kerajaan Hindu dan Buddha di Nusantara?
Secara umum, kerajaan Hindu lebih menekankan sistem kasta dan devaraja, sedangkan kerajaan Buddha lebih egaliter dan mengedepankan prinsip moralitas serta pendidikan keagamaan.
2. Apa itu konsep Devaraja?
Devaraja adalah konsep yang melihat raja sebagai perwujudan dewa di dunia, sehingga kekuasaan raja dianggap sakral dan mutlak.
3. Apakah ada pengaruh sistem kerajaan Hindu-Buddha terhadap pemerintahan Indonesia sekarang?
Ya, seperti sistem administrasi wilayah, simbol kenegaraan, dan nilai kepemimpinan yang adil dan bijaksana.
4. Bagaimana peran Brahmana dalam pemerintahan Hindu-Buddha?
Brahmana berfungsi sebagai penasihat spiritual dan legitimasi kekuasaan raja berdasarkan kitab suci.
5. Mengapa sistem mandala penting dalam sejarah pemerintahan Nusantara?
Sistem mandala menggambarkan bagaimana kekuasaan bersifat fleksibel dan berdasarkan pengaruh, bukan batas wilayah tetap seperti negara modern.
Referensi
- Coedès, George. The Indianized States of Southeast Asia. University of Hawaii Press, 1968.
- Poesponegoro, Marwati Djoened & Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia. Balai Pustaka, 1990.
- Miksic, John. Ancient Southeast Asia. Routledge, 2017.
- Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern. Serambi, 2008.
- Kemdikbud – Modul Pembelajaran Sejarah Indonesia