Home » Sejarah » Seni, Musik, dan Gaya Hidup Era Kolonial Belanda di Hindia Belanda
Posted in

Seni, Musik, dan Gaya Hidup Era Kolonial Belanda di Hindia Belanda

Seni, Musik, dan Gaya Hidup Era Kolonial Belanda di Hindia Belanda (ft.istimewa)
Seni, Musik, dan Gaya Hidup Era Kolonial Belanda di Hindia Belanda (ft.istimewa)

Selama lebih dari tiga abad penjajahan, Belanda tidak hanya membawa sistem pemerintahan dan ekonomi ke wilayah Nusantara—yang saat itu disebut Hindia Belanda—tetapi juga membawa serta budaya, seni, musik, dan gaya hidup khas Eropa yang secara perlahan memengaruhi masyarakat lokal. Interaksi antara budaya Belanda dan budaya lokal menghasilkan perpaduan atau akulturasi yang unik, terutama dalam bidang seni pertunjukan, musik, serta gaya hidup masyarakat kelas atas. Mari kita telusuri pengaruh Seni, Musik, dan Gaya Hidup Era Kolonial Belanda di Hindia Belanda?

Dalam artikel ini, kita akan menelusuri bagaimana unsur seni dan gaya hidup ala Eropa berkembang di Hindia Belanda, bagaimana interaksi budaya terjadi, serta bagaimana peninggalannya masih bisa ditemukan dalam kebudayaan Indonesia saat ini.


Pengantar Budaya Kolonial di Hindia Belanda

Penjajahan Belanda di Nusantara tidak hanya berlangsung secara militer dan politis, tetapi juga kultural. Para pejabat kolonial, pengusaha, dan misionaris yang datang ke Indonesia membawa serta gaya hidup Eropa. Dalam perkembangannya, sebagian masyarakat lokal, terutama kalangan elite dan priyayi, mengadopsi dan menyesuaikan gaya hidup tersebut.

Gaya hidup kolonial cenderung elitis, berorientasi pada hiburan, tata krama Eropa, seni pertunjukan, dan aktivitas sosial eksklusif. Di tengah masyarakat feodal Jawa dan kerajaan lainnya, gaya hidup ini menciptakan ruang baru untuk ekspresi seni dan budaya yang bercampur antara Barat dan Timur.


Seni Lukis dan Pertunjukan: Warna Baru dalam Ekspresi Budaya

1. Seni Lukis Kolonial

Pada masa kolonial, seni lukis berkembang pesat dengan adanya interaksi antara pelukis Eropa dan seniman lokal. Gaya realisme dan romantisme dari Eropa diterapkan dalam penggambaran pemandangan alam Indonesia, kehidupan masyarakat pribumi, dan potret tokoh-tokoh kolonial.

Pelukis seperti Raden Saleh adalah contoh nyata seniman pribumi yang menguasai teknik lukisan Eropa. Ia belajar di Belanda dan menghasilkan karya-karya bertema sejarah dan satwa liar dengan gaya Barat yang sangat kuat.

Selain itu, muncul juga seniman Belanda seperti W.O.J. Nieuwenkamp dan Isaac Israëls yang merekam kehidupan di Hindia Belanda melalui lukisan dan sketsa, menciptakan dokumentasi visual tentang alam dan masyarakat Indonesia pada masa itu.

2. Teater dan Seni Pertunjukan

Pementasan teater Eropa seperti operet, drama, dan balet sering digelar di kota-kota besar seperti Batavia, Surabaya, dan Bandung. Gedung-gedung pertunjukan seperti Schouwburg Weltevreden (sekarang Gedung Kesenian Jakarta) menjadi pusat hiburan masyarakat kolonial.

Namun, seni pertunjukan lokal seperti wayang orang, ketoprak, dan lenong juga ikut dipentaskan dan dihadiri oleh orang Belanda, menciptakan interaksi budaya yang saling memengaruhi. Dalam beberapa pertunjukan, mulai muncul campuran antara narasi lokal dengan format Eropa.


Musik Kolonial: Dari Keroncong hingga Irama Eropa

1. Pengaruh Musik Eropa

Musik klasik dan gaya Eropa seperti waltz, polka, dan mars diperkenalkan melalui orkestra militer dan konser-konser di rumah-rumah pejabat kolonial. Alat musik seperti piano, biola, klarinet, dan akordeon mulai digunakan di kalangan elite lokal.

Kelompok musik militer Belanda sering tampil di taman-taman kota, menciptakan hiburan publik yang eksklusif dan mengangkat citra budaya Eropa di Hindia Belanda.

2. Lahirnya Musik Keroncong

Keroncong merupakan hasil akulturasi musik Portugis yang kemudian diolah lebih lanjut dalam konteks kolonial. Pada masa Belanda, keroncong berkembang menjadi musik yang populer, bahkan hingga kalangan Eropa.

Lagu-lagu keroncong seperti “Bengawan Solo” atau “Kroncong Moritsko” menjadi simbol kebudayaan campuran yang hidup dalam masyarakat. Musik ini mencampurkan unsur melodi barat dengan alat musik lokal seperti ukulele kecil (cak dan cuk).


Gaya Hidup Kolonial: Simbol Status dan Budaya Elit

1. Tata Hidup Kelas Atas

Gaya hidup kolonial sangat ditentukan oleh kelas sosial. Di lingkungan Belanda dan Indo-Eropa, kehidupan sehari-hari ditandai oleh aktivitas seperti:

  • Minum teh atau kopi di sore hari (afternoon tea)
  • Jamuan makan resmi dengan urutan hidangan Barat
  • Perayaan dansa dan pesta di rumah-rumah besar (landhuis)

Rumah-rumah kolonial dibangun dengan arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan iklim tropis, menampilkan langit-langit tinggi, halaman luas, dan teras besar. Gaya hidup ini kemudian diadopsi oleh kalangan priyayi dan pejabat lokal.

2. Pakaian dan Busana

Mode berpakaian juga mengalami pengaruh besar. Pria pribumi mulai mengenakan jas dan topi ala Eropa, sedangkan wanita pribumi mengenakan kebaya yang dipadukan dengan kain batik serta sentuhan Eropa seperti renda dan sepatu hak tinggi.

Di kalangan Indo-Eropa, pakaian campuran—seperti kebaya dengan sabuk lebar dan rok ala Belanda—menjadi simbol identitas budaya campuran.

Baca juga: Awal Kedatangan Belanda di Indonesia: Dari Ekspedisi Dagang hingga Penjajahan


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.