Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan maritim terbesar dalam sejarah Asia Tenggara. Berdiri sekitar abad ke-7 Masehi, kerajaan ini dikenal sebagai pusat perdagangan, maritim, dan penyebaran agama Buddha yang berpengaruh hingga ke wilayah Tiongkok dan India. Sejarah Kerajaan Sriwijaya: Pusat Maritim dan Agama Buddha di Asia Tenggara, Letaknya yang strategis di pesisir timur Pulau Sumatra menjadikan Sriwijaya sebagai kekuatan dominan di kawasan Selat Malaka dan jalur pelayaran internasional.
Asal Usul dan Letak Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya pertama kali dikenal melalui sumber prasasti dan catatan dari Tiongkok serta para musafir India. Prasasti Kedukan Bukit (682 M) menjadi salah satu bukti awal keberadaan Sriwijaya yang terletak di daerah Palembang, Sumatra Selatan.
Nama “Sriwijaya” berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu “Sri” yang berarti “bercahaya” atau “gemilang”, dan “Wijaya” yang berarti “kemenangan”. Secara keseluruhan, Sriwijaya dapat diartikan sebagai “kemenangan yang gemilang”.
Letaknya yang strategis di tepi Sungai Musi, dekat Selat Malaka, memungkinkan kerajaan ini berkembang menjadi pusat perdagangan dan pelayaran internasional.
Masa Kejayaan Sriwijaya
1. Pusat Maritim dan Perdagangan
Sriwijaya berhasil menguasai jalur pelayaran penting di Asia Tenggara. Para pedagang dari Tiongkok, India, Arab, dan bahkan Afrika Timur menjadikan Sriwijaya sebagai tempat singgah. Kerajaan ini memanfaatkan posisinya sebagai pengontrol rute perdagangan antara India dan Tiongkok.
Beberapa komoditas utama yang diperdagangkan antara lain:
- Kapur barus
- Cendana
- Rempah-rempah
- Emas dan perak
- Gading dan kulit hewan
Sriwijaya juga menerapkan sistem bea cukai dan menyediakan pelabuhan yang aman bagi kapal-kapal asing, sehingga memperkuat perannya sebagai pusat perdagangan maritim.
2. Pusat Agama dan Pendidikan Buddha
Selain sebagai pusat perdagangan, Sriwijaya juga menjadi pusat penyebaran dan pendidikan agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara. Banyak biksu dari India dan Tiongkok yang datang untuk belajar dan menyebarkan ajaran Buddha.
Salah satu tokoh penting yang pernah tinggal di Sriwijaya adalah I-Tsing (Yijing), seorang biksu dari Tiongkok. Ia singgah di Sriwijaya selama 6 bulan untuk belajar bahasa Sanskerta dan agama Buddha sebelum melanjutkan perjalanannya ke Nalanda, India.
Sriwijaya juga memiliki banyak vihara dan lembaga pendidikan agama yang diakui oleh dunia internasional pada masanya.
Wilayah Kekuasaan
Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai wilayah yang luas meliputi:
- Sebagian besar Pulau Sumatra
- Bangka Belitung
- Jambi
- Kalimantan bagian barat
- Semenanjung Malaya
- Sebagian Thailand Selatan
- Beberapa wilayah di Jawa bagian barat
Pengaruh Sriwijaya juga terasa hingga Filipina selatan dan pesisir Vietnam, menunjukkan besarnya jaringan dagang dan kekuasaan yang dimiliki kerajaan ini.
Hubungan Internasional
Kerajaan Sriwijaya memiliki hubungan diplomatik yang erat dengan berbagai negara, di antaranya:
- Tiongkok: Sriwijaya mengirim utusan secara berkala ke Dinasti Tang untuk menjaga hubungan dagang dan politik.
- India: Hubungan erat dalam bidang agama dan pendidikan. Banyak guru dan kitab Buddha berasal dari India.
- Kerajaan-kerajaan Nusantara: Seperti dengan Tarumanagara dan kemudian Mataram Kuno, meskipun kadang diwarnai konflik.
Kemunduran dan Runtuhnya Sriwijaya
Keruntuhan Sriwijaya dimulai pada abad ke-11 Masehi. Beberapa faktor penyebab kemunduran Sriwijaya antara lain:
- Serangan dari Kerajaan Colamandala (Chola), India Selatan (1025 M): Raja Rajendra Chola I menyerang pusat Sriwijaya dan menyebabkan kerusakan besar. Meskipun Sriwijaya tidak langsung hancur, kekuasaannya melemah.
- Persaingan dengan kerajaan-kerajaan lain: Munculnya kerajaan-kerajaan maritim lain seperti Majapahit dan Singasari di Jawa menggerus kekuatan Sriwijaya.
- Perubahan jalur perdagangan: Seiring berkembangnya jalur pelayaran langsung antara India dan Tiongkok, peran Sriwijaya sebagai penghubung mulai berkurang.
Pada abad ke-13 M, kekuasaan Sriwijaya benar-benar meredup dan akhirnya hilang dari catatan sejarah.
Warisan Sejarah dan Kebudayaan
Meskipun kerajaan ini telah lama runtuh, pengaruh budaya dan sejarah Sriwijaya masih terasa hingga kini. Beberapa warisan budaya dan peninggalan yang menjadi bukti kejayaan Sriwijaya antara lain:
- Prasasti Kedukan Bukit
- Prasasti Talang Tuo
- Candi Muara Takus di Riau
- Situs Karanganyar dan Bukit Siguntang di Palembang
Selain itu, identitas sebagai pusat maritim dan keagamaan membuat Sriwijaya dikenang sebagai salah satu fondasi penting dalam sejarah peradaban Indonesia.
Peran Sriwijaya dalam Pembentukan Identitas Maritim Indonesia
Kerajaan Sriwijaya menandai awal kejayaan maritim Nusantara. Model pemerintahan yang mengandalkan pelayaran, perdagangan antarbangsa, serta toleransi terhadap agama menjadikan Sriwijaya sebagai simbol kekuatan maritim yang terbuka dan maju.
Hari ini, semangat itu masih tercermin dalam semboyan Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar dan berdaulat di lautan.
Baca juga: Mengapa Eropa Ingin Menjelajahi Dunia Baru?
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa yang membuat Sriwijaya disebut sebagai kerajaan maritim?
Sriwijaya disebut kerajaan maritim karena kekuatannya terletak pada penguasaan jalur laut, perdagangan antarnegara, dan kemampuannya mengontrol wilayah pesisir serta pelabuhan penting di Asia Tenggara.
2. Mengapa Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha?
Karena Sriwijaya memiliki banyak vihara dan menjadi tempat belajar agama Buddha bagi biksu dari Tiongkok dan India, serta memiliki hubungan erat dengan pusat-pusat pendidikan Buddha seperti Nalanda.
3. Apa bukti tertua keberadaan Sriwijaya?
Bukti tertua adalah Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang dan berasal dari tahun 682 M.
4. Siapa musuh utama Sriwijaya yang menyebabkan keruntuhannya?
Salah satu musuh utama adalah Kerajaan Chola dari India Selatan yang menyerang dan melemahkan Sriwijaya pada tahun 1025 M.
5. Di mana lokasi ibu kota Sriwijaya?
Ibu kota Sriwijaya diperkirakan berada di wilayah Palembang, Sumatra Selatan, di sekitar Sungai Musi.
Referensi
- Coedès, G. (1968). The Indianized States of Southeast Asia. University of Hawaii Press.
- Munoz, Paul Michel. (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula. Editions Didier Millet.
- Miksic, John N. (2013). Singapore and the Silk Road of the Sea, 1300–1800. NUS Press.
- Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo – Balai Arkeologi Sumatra Selatan.
- Ensiklopedia Nasional Indonesia (1990), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.