Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dipersiapkan Jepang. Para siswa, perlu kalian ketahui bahwa sejak tahun 1941 Jepang mengobarkan perang Asia Timur Raya. Perang ini ditandai pengeboman pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour (Hawaii) pada 7 Desember 1941 oleh Angkatan Perang Jepang.
Pada awalnya pasukan Jepang banyak mendapatkan kemenangan dalam pertempuran-pertempuran selanjutnya. Namun, di tahun 1942 angkatan perang Jepang mulai terdesak. Untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara jajahan Jepang, pemerintah Jepang kemudian menjanjikan akan memberikan kemerdekaan kepada negara-negara jajahannya.
Ternyata situasi pasukan Jepang semakin memburuk pada bulan Juli – Agustus 1944. Hal itu menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo. Sebagai gantinya kemudian diangkat Jenderal Kuniaki Koiso sebagai Perdana Menteri yang memimpin Kabinet Baru (Kabinet Koiso). Salah satu langkah kebijakan yang diambil oleh Koiso di daerah-daerah pendudukan adalah mengeluarkan pernyataan tentang “janji kemerdekaan di kemudian hari”.
Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso dalam sidang Parlemen Jepang (Teikoku Gikei) ke-85 di Tokyo mengumumkan bahwa, daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka kelak dikemudian hari. Janji ini kemudian direalisasi Jepang dengan membentuk badan-badan untuk mempelajari, mempersiapkan dan melengkapi Indonesia yang akan menjadi negara merdeka.
Pembentukan Choi Sangi In
Sebagaimana telah disebutkan, tahun 1942, posisi pasukan tentara Jepang di Pasifik mulai terdesak. Untuk menarik dukungan penduduk di negara jajahan, Jepang merencanakan memberi kemerdekaan kepada Birma dan Filipina. Rencana itu tidak menyebut nasib Indonesia. Oleh karena itu, Ir. Soekarno dan Moh. Hatta mengajukan protes kepada Jepang.
Menanggapi protes dan ancaman dan tokoh-tokoh nasionalis di Indonesia, pemerintah Jepang kemudian menempuh kebijaksanaan partisipasi politik. Maksudnya, memberikan peran aktif kepada tokoh-tokoh Indonesia di dalam lembaga pemerintahan. Untuk ini telah diambil langkah-langkah sebagai berikut.
- Pembentukan Dewan Pertimbangan Pusat (Chuo Sangi In).
- Pembentukan Dewan Pertimbangan Keresidenan (Shu Shangi Kai).
- Tokoh-tokoh Indonesia diangkat sebagai penasihat di berbagai departemen. d. Pengangkatan orang-orang Indonesia ke dalam pemerintahan dan organisasi resmi lainnya.
Sebagai tindak lanjut dari rencana tersebut, maka pada tanggal 5 September 1943, Saiko Shikikan (Kumaikici Harada) mengeluarkan Osamu Seirei No. 36 dan 37 tentang pembentukan Chuo Sangi In dan Chuo Sangi Kai. Hal yang boleh dibahas atau dirundingkan dalam Chuo Shangi In antara lain :
- pengembangan pemerintahan militer
- mempertinggi derajat rakyat
- pendidikan dan penerangan
- industri dan ekonomi,
- kemakmuran dan bantuan sosial, serta
- kesehatan.
Sidang Chuo Sangi In I
Pada Sidang Chuo Sangi In I, tanggal 17 Oktober 1943 dilantik secara resmi, ketua Chuo Sangi In, yakni Soekarno dan dua orang wakil ketua, yakni R.M.A.A. Kusumo Utoyo dan dr. Buntaran Martoatmojo. Anggota Chuo Sangi In boleh mengajukan usul-usul, tetapi semua keputusan tergantung pada pemerintah di Tokyo.
Pada tanggal 15 November 1943, delegasi Chuo Sangi In yang terdiri atas Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan Bagus Hadikusumo diundang ke Jepang. Pada kesempatan pertemuan dengan PM Tojo, delegasi Chuo Sangi In minta agar Indonesia diizinkan mengibarkan bendera Sang Merah Putih dan diizinkan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, serta mendesak agar Indonesia disatukan dalam satu pemerintahan. Permintaan ini ditolak PM. Tojo.
Dalam tahun 1944, Jepang semakin terdesak di dalam Perang Asia Timur Raya. Kemunduran-kemunduran pasukan Jepang dan masalah-masalah lain yang dihadapi menyebabkan jatuhnya kabinet Tojo. Ia kemudian digantikan oleh PM. Koiso pada tanggal 18 Juli 1944.
Pada masa pemerintahan PM Koiso, situasi perang semakin memburuk. Jepang semakin terdesak untuk mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dalam berbagai pertempuran, pada tanggal 7 September 1944, PM Koiso mengeluarkan pemyataan bahwa Indonesia akan diberi kemerdekaan di kemudian hari. Pernyataan ini kemudian terkenal dengan sebutan Janji Koiso.
Dari segi perjuangan untuk segera mencapai kemerdekaan, keberadaan Chuo Sangi In tidak banyak berarti. Akan tetapi adanya badan itu semakin menambah wawasan dan pengalaman-bagi para anggota. Hal ini penting, karena para anggota Chuo Sangi In umumnya adalah para pejuang nasionalis yang bercita-cita mencapai kemerdekaan.
1. Terbentuknya BPUPKI
Jepang benar-benar terancam dalam perangnya melawan sekutu. Untuk semakin menarik simpati bangsa Indonesia agar tetap mendukung Jepang, maka pada tanggal 1 Maret 1945, Kumaikici Harada mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam bahasa Jepang BPUPKI disebut Dokuritsu Junbi Cosakai.
Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dipersiapkan Jepang. BPUPKI beranggotakan 60 orang, ditambah beberapa pimpinan. Sebagai ketua adalah Dr. Rajiman Widyodiningrat. Wakil-wakil ketua, yakni Icibangase yang sekaligus sebagai kepala Badan Perundingan dan RP. Suroso yang sekaligus sebagai kepala sekretariat. Sebagai kepala sekretariat, RP. Suroso dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. AG. Pringgodigdo.
BPUPKI pada tanggal 28 Mei 1945 diresmikan. Pada kesempatan persemian ini dilakukan pengibaran bendera Hinomaru disusul pengibaran bendera Merah Putih. Hal ini semakin membangkitkan semangat para anggota BPUPKI dalam mempersiapkan upaya Indonesia merdeka. Yang sangat menarik, sejak itu lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan dan Sang Merah Putih boleh dikibarkan.
Maksud dan tujuan dibentuknya BPUPKI adalah untuk mempelajari dan menyelidiki halhal yang berkaitan dengan pembentukan negara Indonesia. Jika suatu saat kelak meneguhkan kemerdekaannya, maka bangsa Indonesia sudah harus memiliki dasar negara. Oleh karena itu, BPUPKI merumuskan dasar negara.
Sidang Pertama BPUPKI
Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dipersiapkan Jepang. Sebagai realisasi pelaksanaan tugas, BPUPKI kemudian mengadakan sidang-sidang. Secara garis besar sidang-sidang BPUPKI itu terbagi menjadi dua kali sidang. Sidang BPUPKI I diadakan pada tanggal 29 Mei – I Juni 1945. Kemudian Sidang BPUPKI II dilangsungkan pada tanggal 10 – 17 Juli 1945. Sidang-sidang BPUPKI itu untuk merumuskan Undang-Undang Dasar.
Sidang pertama membahas bagi negara Indonesia merdeka. Waktu itu KRT. Rajiman Widyodiningrat meminta pandangan dari para anggota mengenai dasar negara baru yang akan dibentuk. Untuk itu, tampil beberapa tokoh untuk berpidato menyampaikan pandangannya. Dari sekian banyak pembicara, ada tiga tokoh yang paling dipertimbangkan pandangan-pandangannya. Mereka adalah Mr. Moh Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno.
Pidato Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei mengusulkan lima dasar negara kebangsaan Indonesia, yakni sebagai berikut. a. Peri Kebangsaan. b. Peri Kemanusiaan. c. Peri Ketuhanan. d. Peri Kerakyatan. e. Kesejahteraan Rakyat,
Mr. Supomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945 menyampaikan dasar-dasar Negara yang diajukan sebagai berikut. a. Persatuan. b. Kekeluargaan c. Keseimbangan lahir dan batin. d. Musyawarah. e. Keadilan rakyat.
Tanggal 1 Juni 1945 Hari Terakhir Sidang BPUPKI
Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dipersiapkan Jepang. Merupakan hari terakhir dari rangkaian Sidang BPUPKI I. Dalam pidato itu yang istimewa ia mengajukan usul nama, lima asas yang disebut dengan Pancasila. Pidato Ir. Soekarno tanggal I Juni 1945 sering disebut dengan pidato lahirnya Pancasila. Silasila yang diusulkan Ir. Soekarno sebagai berikut. a. Kebangsaan Indonesia. b. Internasionalisme atau perikemanusiaan. c. Mufakat atau demokrasi. d. Kesejahteraan sosial. e. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Untuk menindaklanjuti usulan-sulan dari sidang, BPUPKI membentuk Panitia kecil yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini dikenal sebagai Panitia Sembilan. Sebagai ketuanya Ir. Soekarno.
Anggota-anggotanya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh Yamin, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wakhidd Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan melahirkan rumusan yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Rumusan tersebut sebagai berikut.
a. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya. b. Dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab. c. Persatuan Indonesia. d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. e. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Baca juga Sidang BPUPKI tanggal 15 Juli 1945
Sidang II BPUPKI
Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dipersiapkan Jepang. Pada tanggal 10 Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II. Sidang ini membahas rancangan Undang-Undang Dasar (UUD). Panitia Perancang UUD diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia Perancang membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan rancangan UUD dengan segala pasal-pasalnya. Panitia Kecil ini dipimpin oleh Mr. Supomo.
Sebelum membahas rancangan Undang-Undang Dasar, mereka membahas bentuk negara. Setelah diadakan pungutan suara, mayoritas anggota memilih negara kesatuan yang berbentuk republik.
Baca juga 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan karena sudah menyelesaikan tugas
Bahasan berikutnya adalah UUD dan pembukaannya. Pada rapat tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang UUD secara bulat menerima Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD. Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima laporan dari Panitia Perancang UUD. Tiga hal penting yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno selaku ketua Panitia Perancang UUD sebagai berikut.
- Pernyataan Indonesia merdeka
- Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta)
- Batang tubuh UUD.
Sidang menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno tersebut.