Pada awal abad ke-17, Nusantara menjadi medan perebutan pengaruh antara kerajaan-kerajaan lokal dan kekuatan asing yang datang untuk menguasai perdagangan, terutama rempah-rempah. Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC, salah satu kekuatan asing yang paling dominan adalah VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), kongsi dagang Belanda yang bertindak layaknya negara. Di tengah ekspansi VOC di Jawa, muncullah tokoh besar dari Kerajaan Mataram Islam yang berusaha keras untuk mengusir pengaruh Belanda: Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan. Artikel ini akan mengulas secara mendalam latar belakang, jalannya perlawanan, strategi militer, serta dampak dan warisan dari perjuangan tersebut.
Latar Belakang Perlawanan Sultan Agung
Sultan Agung memerintah Kerajaan Mataram dari tahun 1613 hingga 1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram mencapai puncak kejayaan baik secara politik, militer, maupun kebudayaan. Ia memiliki ambisi besar untuk menyatukan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaan Mataram dan menyingkirkan semua kekuatan asing, termasuk VOC yang mulai bercokol di Batavia (kini Jakarta).
VOC yang berdiri tahun 1602 semakin kuat setelah mendirikan pusat kekuasaannya di Batavia pada 1619. Keberadaan VOC dipandang sebagai ancaman serius oleh Sultan Agung, karena:
- VOC memonopoli perdagangan dan merugikan pedagang lokal,
- VOC melakukan persekongkolan dengan kerajaan-kerajaan pesisir seperti Banten dan Cirebon,
- VOC lambat laun ikut campur dalam urusan politik dan wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan lokal.
Ambisi Ekspansi Mataram
Sebelum menghadapi VOC, Sultan Agung terlebih dahulu mengonsolidasikan kekuasaan di pedalaman dan pesisir Jawa. Beberapa wilayah seperti Surabaya, Madura, Lasem, dan Tuban berhasil ditaklukkan. Dengan kekuatan besar yang telah terkonsolidasi, Sultan Agung memfokuskan perhatiannya ke Barat Jawa, di mana VOC semakin kuat.
Dua Kali Serangan ke Batavia
1. Serangan Pertama (1628)
Pada tahun 1628, Sultan Agung mengirim pasukan besar yang dipimpin oleh Tumenggung Bahureksa dari Kendal dan Dipati Mandureja dari Surabaya untuk menyerang Batavia. Pasukan ini membawa logistik yang cukup dan ratusan kapal.
Namun, serangan ini gagal karena:
- VOC telah mempersiapkan pertahanan benteng Batavia dengan baik,
- Pasokan logistik pasukan Mataram terganggu karena serangan VOC terhadap lumbung padi di Cirebon,
- Pasukan Mataram tidak terbiasa dengan medan pesisir dan pertempuran laut,
- Penyakit dan kelelahan menggerogoti pasukan Mataram.
Setelah kekalahan ini, Sultan Agung segera merencanakan serangan berikutnya dengan persiapan yang lebih matang.
2. Serangan Kedua (1629)
Serangan kedua diluncurkan tahun 1629 dengan pasukan yang lebih besar dan strategi yang diperbarui. Sultan Agung belajar dari kegagalan sebelumnya dan memperbaiki logistik serta jalur pasokan.
Namun, VOC juga telah meningkatkan pertahanannya. Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen berhasil menghancurkan gudang logistik Mataram di Karawang sebelum pasukan utama tiba di Batavia. Akibatnya, pasukan Mataram kembali mengalami kekalahan dan terpaksa mundur.
Strategi Militer Sultan Agung
Meskipun gagal merebut Batavia, perlawanan Sultan Agung menunjukkan kapasitas militer dan strategi yang mengesankan:
- Koordinasi antar wilayah: Pasukan dari berbagai daerah dikerahkan secara serempak.
- Penggunaan jalur darat dan laut: Armada kapal digunakan untuk mendukung logistik dan mobilitas.
- Taktik pengepungan: Batavia coba dikepung dari berbagai arah untuk melumpuhkan pertahanan VOC.
Kegagalan perlawanan bukan karena lemahnya pasukan Mataram, tetapi karena VOC memiliki keunggulan dalam logistik, teknologi persenjataan, dan benteng pertahanan yang kuat.
Baca juga: Warisan VOC dan Hindia Belanda yang Masih Bertahan di Indonesia
Dampak Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC dan Mataram
Bagi VOC:
- VOC menyadari bahwa kekuatan kerajaan lokal seperti Mataram tidak bisa diremehkan.
- VOC meningkatkan pembangunan benteng dan memperluas jaringan mata-mata di wilayah Jawa.
- Mereka memperkuat aliansi dengan kerajaan-kerajaan kecil untuk menghambat pengaruh Mataram.
Bagi Mataram:
- Kegagalan serangan menyebabkan sumber daya Mataram terkuras.
- Beberapa wilayah timur mulai memberontak akibat lemahnya kontrol pasca-perang.
- Namun, Sultan Agung tetap dihormati sebagai raja besar yang berani melawan penjajah dan bertekad melindungi kedaulatan Nusantara.
Warisan Perjuangan Sultan Agung
Sultan Agung tidak hanya dikenang sebagai pejuang anti-VOC, tetapi juga sebagai raja reformis dan budayawan besar:
- Ia menyatukan sistem kalender Jawa (Saka dan Hijriah) menjadi Kalender Jawa Sultan Agungan.
- Mengembangkan seni budaya, arsitektur, dan sistem pemerintahan yang terpusat.
- Mengukuhkan posisi Islam sebagai unsur penting dalam kerajaan tanpa menghapus warisan budaya lokal.
Perjuangannya melawan VOC menjadi simbol nasionalisme awal dalam sejarah Indonesia.
Makna Historis Perlawanan Sultan Agung
Perlawanan Sultan Agung merupakan manifestasi kedaulatan lokal yang tidak tunduk pada kekuatan asing. Ia bukan hanya melawan VOC secara militer, tetapi juga secara ideologis dengan mempertahankan budaya, agama, dan sistem sosial Jawa dari pengaruh Barat.
Meski gagal secara militer, semangat perlawanan ini menjadi api yang tak pernah padam dan menginspirasi generasi berikutnya hingga masa perjuangan kemerdekaan Indonesia di abad ke-20.
Kesimpulan
Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC adalah bukti bahwa bangsa Indonesia sejak awal tidak tinggal diam terhadap upaya penjajahan. Meski tidak berhasil merebut Batavia, upaya Sultan Agung merupakan strategi nasional yang cerdas dan terorganisir, menunjukkan bahwa kekuatan lokal memiliki potensi besar untuk menghadapi imperialisme asing.
Semangat Sultan Agung menjadi bagian penting dari identitas nasional Indonesia — sebagai bangsa yang berani melawan penindasan dan menjunjung tinggi kemerdekaan serta kedaulatan.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Siapa Sultan Agung dan mengapa ia melawan VOC?
Sultan Agung adalah raja Mataram Islam yang memerintah dari 1613–1645. Ia melawan VOC karena VOC dianggap sebagai penjajah yang mengancam kedaulatan kerajaan dan merugikan rakyat melalui monopoli perdagangan.
2. Kapan perlawanan Sultan Agung terhadap VOC terjadi?
Perlawanan besar terjadi dua kali: pada tahun 1628 dan 1629, ketika pasukan Mataram menyerang Batavia (markas VOC di Jawa).
3. Mengapa perlawanan Sultan Agung terhadap VOC gagal?
Karena kuatnya pertahanan VOC di Batavia, lemahnya logistik pasukan Mataram, dan serangan terhadap gudang persediaan makanan pasukan oleh VOC.
4. Apa dampak dari perlawanan Sultan Agung bagi Mataram?
Perlawanan menguras sumber daya Mataram dan menyebabkan beberapa wilayah mengalami pemberontakan, tetapi Sultan Agung tetap dikenang sebagai raja besar dan simbol perlawanan terhadap penjajah.
5. Apa warisan Sultan Agung bagi Indonesia?
Warisannya meliputi semangat nasionalisme, integrasi budaya Islam dan Jawa, serta reformasi kalender dan pemerintahan. Ia adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia.
Referensi
- Ricklefs, M.C. (2001). A History of Modern Indonesia Since c.1200. Stanford University Press.
- Sartono Kartodirdjo. (1992). Pengantar Sejarah Indonesia Baru. Gramedia.
- https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
- https://historia.id/
- https://www.britannica.com/biography/Sultan-Agung
- https://www.perpusnas.go.id/
- https://tirto.id/perang-mataram-melawan-voc