Home » Sejarah » Perbandingan Kerajaan Singasari dan Majapahit: Mana yang Lebih Berpengaruh?
Posted in

Perbandingan Kerajaan Singasari dan Majapahit: Mana yang Lebih Berpengaruh?

Perbandingan Kerajaan Singasari dan Majapahit: Mana yang Lebih Berpengaruh? (ft.istimewa)
Perbandingan Kerajaan Singasari dan Majapahit: Mana yang Lebih Berpengaruh? (ft.istimewa)
sekolahGHAMA

Kerajaan Singasari dan Majapahit adalah dua kerajaan besar di Nusantara yang memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia. Meskipun keduanya terletak di Jawa Timur dan memiliki kesinambungan dalam kekuasaan, pengaruh, dan budaya, masing-masing kerajaan memiliki karakteristik dan pencapaian yang berbeda. Dalam artikel Perbandingan Kerajaan Singasari dan Majapahit, kita akan membandingkan Singasari dan Majapahit dari berbagai aspek, seperti latar belakang sejarah, pemerintahan, wilayah kekuasaan, kebudayaan, serta pengaruh jangka panjangnya, untuk menjawab pertanyaan: mana yang lebih berpengaruh?


Latar Belakang Sejarah

Singasari

Kerajaan Singasari berdiri pada tahun 1222 M, didirikan oleh Ken Arok, seorang tokoh legendaris yang berasal dari kalangan rakyat biasa. Ia berhasil menggulingkan Kerajaan Tumapel dan kemudian menyatukannya menjadi Singasari. Puncak kejayaan Singasari terjadi di bawah pemerintahan Raja Kertanegara (1268–1292 M), yang dikenal karena ambisi ekspansinya hingga ke luar Jawa dan pelaksanaan Ekspedisi Pamalayu ke Sumatra.

Namun, kejayaan Singasari tidak bertahan lama. Pada 1292 M, kerajaan ini runtuh akibat serangan Jayakatwang dari Kediri. Meski demikian, warisan Singasari berlanjut dalam bentuk Kerajaan Majapahit.

Majapahit

Majapahit berdiri pada tahun 1293 M, tidak lama setelah runtuhnya Singasari. Didirikan oleh Raden Wijaya, menantu Kertanegara, Majapahit tumbuh menjadi kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara. Masa keemasan Majapahit berada di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1350–1389 M) dengan didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada, yang terkenal dengan Sumpah Palapa-nya untuk menyatukan seluruh Nusantara.


Sistem Pemerintahan dan Administrasi

Singasari

Pemerintahan Singasari bercorak Hindu-Buddha, mengadopsi sistem monarki absolut dengan raja sebagai pusat kekuasaan spiritual dan sekuler. Raja dianggap sebagai perwujudan dewa (konsep dewaraja). Struktur pemerintahan cukup sederhana dan lebih terpusat di Jawa Timur.

Administrasi kerajaan mengandalkan kekuatan militer dan loyalitas para pejabat lokal. Namun, karena durasi pemerintahannya yang relatif singkat, sistem administratif Singasari belum sekompleks Majapahit.

Majapahit

Majapahit memiliki sistem pemerintahan yang jauh lebih maju dan terorganisir. Dengan pengaruh besar Mahapatih Gajah Mada, Majapahit menyusun struktur birokrasi yang kompleks, dengan pembagian wilayah yang rapi seperti nagara agung (ibu kota), mandala (wilayah penyangga), dan daerah taklukan.

Majapahit juga menerapkan diplomasi internasional, mengirim utusan ke Tiongkok dan negara lain di Asia Tenggara. Sistem perpajakan, hukum, dan perdagangan lebih berkembang daripada di Singasari.


Wilayah Kekuasaan

Singasari

Kertanegara adalah satu-satunya raja yang berhasil memperluas wilayah Singasari hingga ke luar Jawa. Ekspedisi Pamalayu ke Sumatra adalah bukti ambisinya untuk menaklukkan wilayah di luar Jawa. Namun, wilayah kekuasaan Singasari tidak begitu luas karena waktu pemerintahannya yang singkat dan berakhir dengan serangan dari Kediri.

Majapahit

Majapahit adalah kerajaan terbesar dan terluas dalam sejarah Indonesia. Berdasarkan sumber sejarah seperti Negarakertagama, Majapahit menguasai wilayah yang mencakup hampir seluruh kepulauan Nusantara, sebagian Semenanjung Malaya, Filipina bagian selatan, hingga wilayah Kalimantan dan Papua.

Sumpah Palapa dari Gajah Mada menjadi simbol persatuan dan kekuasaan Majapahit atas wilayah Nusantara. Majapahit juga aktif dalam perdagangan internasional dan menjadi pusat kekuasaan maritim.


Budaya dan Agama

Singasari

Kebudayaan Singasari merupakan hasil perpaduan antara agama Hindu dan Buddha, dikenal sebagai ajaran Siwa-Buddha. Candi-candi peninggalannya seperti Candi Singasari, Candi Jawi, dan Candi Jago mencerminkan sinkretisme ini. Seni pahat, arca, dan sastra keagamaan berkembang pesat.

Majapahit

Majapahit mewarisi budaya Hindu-Buddha dari Singasari dan mengembangkannya lebih luas. Karya sastra seperti Negarakertagama oleh Mpu Prapanca dan Sutasoma oleh Mpu Tantular menjadi karya besar yang berisi nilai-nilai kebangsaan, termasuk semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Majapahit juga memiliki arsitektur monumental seperti Candi Penataran dan Candi Tikus, serta sistem pendidikan yang mencakup berbagai ilmu pengetahuan.


Perbandingan Kerajaan Singasari dan Majapahit dalam Perdagangan dan Ekonomi

Singasari

Ekonomi Singasari masih sederhana dan berfokus pada pertanian, perdagangan lokal, dan pajak dari daerah kekuasaan. Ekspedisi Pamalayu menjadi salah satu upaya memperluas pengaruh ekonomi ke luar Jawa.

Majapahit

Majapahit menjadi pusat perdagangan internasional. Pelabuhan-pelabuhan seperti di Tuban dan Gresik menjadi tempat bertemunya pedagang dari India, Tiongkok, Arab, hingga Asia Tenggara. Komoditas seperti rempah-rempah, emas, kapas, dan kerajinan menjadi andalan perdagangan Majapahit.

Sistem mata uang, perpajakan, dan distribusi hasil pertanian lebih terstruktur dan mendukung pertumbuhan ekonomi kerajaan.

Baca juga: Mengungkap Fakta Sejarah: Apakah Indonesia Benar-Benar Dijajah Belanda Selama 350 Tahun?


Pengaruh dan Warisan

Singasari

Meskipun hanya bertahan sekitar 70 tahun, Singasari memiliki peran penting sebagai pelopor kerajaan besar di Jawa Timur. Raja Kertanegara dikenang sebagai raja pertama yang bercita-cita menyatukan Nusantara. Pengaruh sinkretisme Hindu-Buddha di Singasari menjadi fondasi budaya bagi Majapahit.

Majapahit

Majapahit adalah simbol kejayaan Nusantara. Warisannya tidak hanya dalam bentuk budaya dan politik, tetapi juga dalam semangat persatuan nasional. Konsep Nusantara, yang dikembangkan oleh Gajah Mada, menjadi cikal bakal ideologi kebangsaan Indonesia modern.

Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” berasal dari sastra Majapahit, dan hingga kini menjadi semboyan resmi negara Indonesia.


Kesimpulan: Mana yang Lebih Berpengaruh?

Perbandingan Kerajaan Singasari dan Majapahit, jika dilihat dari luas wilayah, pengaruh politik, perkembangan ekonomi, budaya, dan warisan jangka panjang, maka Majapahit lebih berpengaruh dibanding Singasari. Namun, Singasari tetap memainkan peran kunci sebagai pendahulu dan pemberi fondasi penting bagi kejayaan Majapahit.

Majapahit tidak akan muncul tanpa pengalaman sejarah, budaya, dan struktur awal yang dibangun oleh Singasari. Maka keduanya tidak bisa dipisahkan dalam sejarah besar Indonesia.


FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Siapa pendiri Kerajaan Singasari dan Majapahit?
Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok, sedangkan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya, menantu Kertanegara dari Singasari.

2. Apa perbedaan utama antara Singasari dan Majapahit?
Perbedaan utama terletak pada skala kekuasaan dan sistem pemerintahan. Majapahit memiliki sistem birokrasi yang lebih kompleks dan wilayah kekuasaan yang jauh lebih luas dibandingkan Singasari.

3. Apakah Singasari dan Majapahit menganut agama yang sama?
Ya, keduanya menganut agama Hindu-Buddha, khususnya aliran Siwa-Buddha yang sinkretik, tetapi Majapahit melanjutkan dan mengembangkan lebih jauh ajaran tersebut.

4. Apa pengaruh terbesar dari Majapahit bagi Indonesia modern?
Konsep Nusantara dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika berasal dari Majapahit. Kerajaan ini menjadi inspirasi persatuan dalam keberagaman Indonesia saat ini.

5. Mengapa Singasari dianggap penting meski kerajaannya tidak berlangsung lama?
Karena Singasari meletakkan dasar politik dan budaya bagi munculnya Majapahit serta menjadi pionir ekspansi ke luar Jawa melalui Ekspedisi Pamalayu.


Referensi

  1. Poesponegoro, Marwati Djoened & Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 2008.
  2. Slamet Muljana. Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit. Yogyakarta: LKiS, 2005.
  3. Soekmono, R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia II. Yogyakarta: Kanisius, 1988.
  4. Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI – https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
  5. Situs Cagar Budaya Nasional – https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.