Perang Aceh atau dikenal juga sebagai Perang Aceh-Belanda adalah salah satu konflik bersenjata paling panjang dan berdarah dalam sejarah kolonialisme di Indonesia. Perang ini berlangsung dari tahun 1873 hingga 1904, meskipun sisa-sisa perlawanan rakyat Aceh terus terjadi hingga dekade berikutnya. Aceh menjadi simbol keteguhan, keberanian, dan semangat jihad melawan penjajahan.
Konflik ini bukan hanya soal penguasaan wilayah, tetapi juga pertarungan antara kekuatan kolonial modern dan kekuatan lokal yang berakar pada agama, adat, dan nasionalisme awal. Artikel ini akan mengulas latar belakang Perang Aceh, jalannya peperangan, tokoh-tokoh penting, serta dampak jangka panjang dari peristiwa bersejarah ini.
Latar Belakang Perang Aceh
1. Posisi Strategis Kesultanan Aceh
Kesultanan Aceh terletak di ujung barat Pulau Sumatra, memiliki posisi strategis dalam jalur perdagangan internasional yang menghubungkan India, Timur Tengah, dan Asia Tenggara. Letak geografis ini menjadikan Aceh sebagai wilayah yang sangat penting bagi kepentingan ekonomi dan politik Belanda.
2. Perjanjian Siak dan Niat Belanda Menguasai Aceh
Pada tahun 1871, Belanda dan Inggris menandatangani Traktat Sumatra (Treaty of Sumatra) yang memberikan kebebasan kepada Belanda untuk menguasai Aceh, sebagai imbal balik atas pengakuan Inggris terhadap kekuasaan mereka di Malaka. Hal ini membuka jalan bagi intervensi militer Belanda di Aceh.
3. Hubungan Aceh dengan Kekuatan Asing
Aceh menjalin hubungan diplomatik dengan Turki Utsmani, Italia, dan Amerika Serikat. Belanda melihat hal ini sebagai ancaman terhadap hegemoninya dan mencoba menjadikan Aceh sebagai wilayah kekuasaannya dengan dalih stabilitas dan kepentingan kolonial.
Awal Perang Aceh (1873)
1. Ultimatum dan Serangan Pertama
Pada tahun 1873, Belanda mengirimkan ultimatum kepada Kesultanan Aceh. Setelah tidak diindahkan, Belanda melancarkan serangan pertama pada 26 Maret 1873 yang dikenal sebagai Perang Aceh I. Namun, perlawanan rakyat Aceh sangat kuat dan menyebabkan kegagalan bagi Belanda.
Jenderal Belanda, J.H.R. Köhler, tewas dalam pertempuran di Masjid Raya Baiturrahman, menandai awal perang yang sangat sulit bagi pasukan kolonial.
2. Serangan Kedua dan Pendudukan Kutaraja
Pada gelombang serangan kedua, Belanda berhasil menduduki Kutaraja (sekarang Banda Aceh), ibu kota Kesultanan Aceh. Meskipun ibu kota jatuh, perlawanan rakyat tidak surut. Aceh berubah menjadi medan gerilya yang luas.
Tokoh-Tokoh Penting dalam Perang Aceh
1. Sultan Mahmud Syah dan Sultan Muhammad Daud Syah
Sultan Mahmud Syah memimpin Aceh pada awal perang. Setelah wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Muhammad Daud Syah, sultan terakhir Kesultanan Aceh yang terus memimpin perjuangan hingga ia tertangkap Belanda pada tahun 1903.
2. Teuku Umar
Salah satu tokoh pejuang paling legendaris dalam Perang Aceh. Teuku Umar menggunakan taktik “berpura-pura tunduk” kepada Belanda, lalu mengambil alih persenjataan mereka dan kembali bergabung dengan rakyat Aceh. Aksinya sangat merugikan Belanda dan membuatnya menjadi pahlawan besar.
3. Cut Nyak Dhien
Istri Teuku Umar yang melanjutkan perlawanan setelah suaminya gugur pada tahun 1899. Cut Nyak Dhien memimpin pasukan di pedalaman Meulaboh dan menjadi simbol perjuangan perempuan Aceh dalam melawan penjajahan.
4. Tengku Cik di Tiro
Ulama karismatik yang memimpin perlawanan atas dasar jihad fi sabilillah. Ia berhasil mempersatukan tokoh-tokoh adat dan ulama untuk berjuang bersama dalam bingkai agama.
Strategi Perang dan Perlawanan Rakyat Aceh
1. Perang Gerilya dan Kekuatan Moral
Rakyat Aceh tidak mengandalkan kekuatan militer modern, tetapi memanfaatkan pengetahuan wilayah, semangat keagamaan, dan sistem komunikasi bawah tanah untuk melakukan perang gerilya yang sangat efektif.
2. Peran Ulama dan Jaringan Dayah
Para ulama memainkan peran penting sebagai penggerak perlawanan. Mereka mengobarkan semangat jihad melalui ceramah, khutbah, dan pendidikan agama. Dayah (pesantren Aceh) menjadi basis perjuangan dan pusat konsolidasi.
3. Strategi Belanda: Devide et Impera dan Politik Islamisasi
Menghadapi kekuatan spiritual rakyat Aceh, Belanda mulai mengubah pendekatannya. Mereka mencoba memecah belah para pejuang dan bahkan membentuk snouckhurgronje, yakni menggunakan ahli budaya dan agama seperti Snouck Hurgronje untuk mempelajari cara menundukkan masyarakat Aceh secara sosial dan kultural.
Akhir Perlawanan dan Dampaknya
1. Penangkapan Tokoh-Tokoh Utama
Pada tahun 1903, Sultan Muhammad Daud Syah menyerah. Cut Nyak Dhien ditangkap pada tahun 1905 dan diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat, di mana ia meninggal dunia.
2. Perlawanan Lokal Tetap Berlanjut
Meski secara militer Aceh telah dikuasai, perlawanan bersenjata masih terus terjadi hingga awal 1910-an. Rakyat tetap memberontak dalam bentuk kecil dan tersembunyi.
3. Biaya Perang yang Besar bagi Belanda
Sangat menguras sumber daya kolonial. Diperkirakan lebih dari 100.000 tentara Belanda dikerahkan, dan ribuan di antaranya tewas dalam pertempuran. Belanda harus mengeluarkan dana besar selama puluhan tahun.
Baca juga: Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel): Kebijakan Eksploitasi Kolonial di Indonesia
Warisan dan Nilai-Nilai Perjuangan Aceh
Perang Aceh meninggalkan warisan penting dalam sejarah nasional Indonesia:
- Semangat jihad dan nasionalisme yang terpadu.
- Peran penting perempuan dalam perjuangan melalui tokoh seperti Cut Nyak Dhien dan Cut Nyak Meutia.
- Kesadaran kolektif rakyat dalam melawan penjajahan dengan semangat persatuan.
Perang Aceh juga menunjukkan bahwa kekuatan moral, agama, dan budaya lokal dapat menjadi kekuatan besar dalam melawan dominasi asing.
Kesimpulan
Perang Aceh merupakan simbol perjuangan panjang dan berdarah dalam sejarah Indonesia. Lebih dari sekadar konflik bersenjata, perang ini memperlihatkan bagaimana kekuatan lokal yang dilandasi semangat agama, adat, dan keadilan mampu bertahan melawan kolonialisme selama puluhan tahun.
Aceh menunjukkan pada dunia bahwa sebuah wilayah kecil dengan rakyat yang bersatu dan gigih bisa memberi pukulan telak terhadap kekuatan kolonial yang besar. Kisah perjuangan ini terus dikenang dan menjadi bagian penting dalam narasi kemerdekaan Indonesia.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Kapan Perang Aceh dimulai dan berakhir?
Perang Aceh dimulai pada 26 Maret 1873 dan secara resmi dinyatakan berakhir pada 1904, namun perlawanan kecil masih terus berlanjut hingga dekade berikutnya.
2. Siapa saja tokoh penting dalam Perang Aceh?
Tokoh-tokoh penting antara lain Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Tengku Cik di Tiro, dan Sultan Muhammad Daud Syah.
3. Mengapa Perang Aceh begitu lama?
Perang berlangsung lama karena rakyat Aceh menggunakan strategi perang gerilya, medan geografis yang sulit, serta semangat jihad yang tinggi yang membuat Belanda sulit menaklukkan wilayah sepenuhnya.
4. Apa dampak dari Perang Aceh bagi Belanda?
Perang ini menyebabkan kerugian besar bagi Belanda secara ekonomi dan militer. Mereka harus mengeluarkan dana besar dan mengalami banyak korban jiwa dalam waktu yang sangat lama.
5. Di mana Cut Nyak Dhien dimakamkan?
Cut Nyak Dhien dimakamkan di Sumedang, Jawa Barat, tempat ia diasingkan setelah ditangkap oleh Belanda.
Referensi
- Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200–2004. Jakarta: Serambi, 2005.
- Sartono Kartodirdjo. Perlawanan Rakyat terhadap Kolonialisme. Jakarta: Balai Pustaka, 1993.
- https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
- https://perpusnas.go.id
- https://tirto.id/perang-aceh-melawan-barat-dengan-semangat-jihad