Home » Sejarah » Peran Budaya Kolonial dalam Pembentukan Kota-Kota di Indonesia
Posted in

Peran Budaya Kolonial dalam Pembentukan Kota-Kota di Indonesia

Peran Budaya Kolonial dalam Pembentukan Kota-Kota di Indonesia (ft.istimewa)
Peran Budaya Kolonial dalam Pembentukan Kota-Kota di Indonesia (ft.istimewa)

Penjajahan Belanda selama lebih dari tiga abad tidak hanya meninggalkan warisan dalam bentuk pemerintahan dan ekonomi, tetapi juga meletakkan fondasi penting dalam pembentukan kota-kota modern di Indonesia. Budaya kolonial, yang mencakup nilai-nilai Eropa dalam tata ruang, arsitektur, hingga pola kehidupan perkotaan, memberikan pengaruh yang signifikan dalam perencanaan dan pertumbuhan kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, dan kota-kota lainnya. Bagaimana Peran Budaya Kolonial dalam Pembentukan Kota-Kota di Indonesia?

Artikel Peran Budaya Kolonial dalam Pembentukan Kota-Kota di Indonesia ini akan mengulas secara mendalam bagaimana budaya kolonial Belanda membentuk struktur kota-kota di Indonesia, serta jejak peninggalannya yang masih dapat kita lihat hingga saat ini.


1. Awal Mula Pembentukan Kota Kolonial

Kota sebagai Basis Kekuasaan dan Perdagangan

Pada awal abad ke-17, Belanda mendirikan pos-pos perdagangan yang berkembang menjadi pusat administrasi dan kota-kota besar. VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) sebagai pelopor kolonialisme Belanda di Nusantara, membangun kota Batavia (sekarang Jakarta) sebagai pusat kekuasaan dan perdagangan.

Kota Batavia dirancang menyerupai kota-kota di Belanda dengan sistem kanal, jalan-jalan lurus, benteng pertahanan, serta alun-alun pusat. Gaya perencanaan ini dikenal sebagai model kota kolonial yang kemudian ditiru di berbagai wilayah jajahan.


2. Ciri Khas Tata Kota Kolonial

a. Pembagian Wilayah Berdasarkan Ras dan Kelas

Salah satu ciri menonjol kota kolonial adalah segregasi sosial yang diwujudkan dalam tata ruang. Kota dibagi menjadi zona:

  • Kawasan Eropa (Europeesche Wijk): Hunian para pejabat Belanda dengan infrastruktur terbaik.
  • Kawasan Pribumi (Inlandsche Wijk): Wilayah padat dan kurang tertata.
  • Kawasan Cina dan Timur Asing (Vreemde Oosterlingen): Tempat komunitas non-pribumi lainnya tinggal, seperti Tionghoa dan Arab.
b. Simbol Kekuasaan dan Gedung Pemerintahan

Gedung pemerintahan dibangun megah di pusat kota, seperti Gedung Balaikota, kantor gubernur, dan gedung pengadilan. Arsitekturnya bergaya Eropa klasik yang menyimbolkan dominasi kolonial dan otoritas kekuasaan.

Contohnya adalah:

  • Gedung Sate di Bandung
  • Lawang Sewu di Semarang
  • Stadhuis Batavia (sekarang Museum Fatahillah) di Jakarta
c. Fasilitas dan Infrastruktur Kota

Budaya kolonial mendorong pembangunan fasilitas kota modern seperti:

  • Jalan raya utama yang lurus dan lebar
  • Jaringan kanal dan drainase
  • Stasiun kereta api
  • Pasar modern
  • Taman kota dan alun-alun sebagai ruang publik

Semua ini merefleksikan nilai-nilai Eropa yang menekankan keteraturan, efisiensi, dan estetika.


3. Kota-Kota Penting yang Dibentuk oleh Budaya Kolonial

a. Batavia (Jakarta)

Batavia dibangun di atas reruntuhan kota Jayakarta oleh VOC pada 1619. Tata kotanya mengikuti model kota benteng Belanda lengkap dengan kanal dan zona-zona berdasarkan ras. Hingga kini, kawasan Kota Tua Jakarta masih menyimpan jejak tata kota dan bangunan kolonial.

b. Bandung

Bandung menjadi contoh perencanaan kota kolonial modern pada awal abad ke-20. Pemerintah Hindia Belanda menjadikan Bandung sebagai “Paris van Java” dengan sistem zonasi, boulevard, dan taman-taman kota. Bandung dirancang untuk menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda jika terjadi perang.

c. Semarang

Semarang tumbuh sebagai kota pelabuhan dan administrasi penting. Kota ini menunjukkan segregasi antara kota lama (Oud Semarang) tempat Belanda tinggal, dan kota baru tempat masyarakat lokal bermukim. Gedung Lawang Sewu dan Stasiun Tawang adalah simbol peninggalan kolonial yang ikonik.

d. Surabaya

Surabaya berkembang sebagai kota militer dan pelabuhan penting. Tata kotanya menampilkan kombinasi antara kawasan militer, niaga, dan pemukiman Eropa. Jejak kolonial masih terlihat di kawasan Tunjungan dan Kembang Jepun.

Baca juga: Cornelis de Houtman: Penjelajah Belanda Pertama yang Tiba di Nusantara


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.