Islam memainkan peran besar dalam membentuk struktur politik, sosial, dan budaya di berbagai wilayah Nusantara, termasuk Sulawesi. Masuknya Islam ke pulau ini tidak hanya mengubah keyakinan masyarakat, tetapi juga memengaruhi sistem pemerintahan, hukum adat, pendidikan, dan interaksi antarkerajaan. Mari kita telusuri Pengaruh Islam dalam Perkembangan Kerajaan-Kerajaan di Sulawesi!
Kerajaan-kerajaan di Sulawesi seperti Gowa-Tallo, Bone, Luwu, dan Buton mengalami transformasi besar setelah menerima Islam. Agama ini menjadi kekuatan pemersatu dan penggerak dalam diplomasi, perdagangan, serta penyebaran ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Artikel ini membahas secara lengkap bagaimana Islam memengaruhi perkembangan kerajaan-kerajaan besar di Sulawesi dari segi sejarah, politik, budaya, dan sosial.
Masuknya Islam ke Sulawesi
Islam masuk ke Sulawesi sekitar abad ke-15 hingga ke-16 melalui jalur perdagangan dan dakwah. Para pedagang dan ulama dari Gujarat, Arab, dan Melayu memainkan peran besar dalam proses ini.
Wilayah pesisir menjadi titik awal penyebaran Islam karena aktivitas dagang yang padat. Dari sinilah para ulama dan dai menyebarkan Islam ke pedalaman dengan pendekatan budaya dan damai.
Beberapa kerajaan menyambut Islam karena melihat potensi dalam membangun jaringan dagang, memperkuat hubungan politik, dan meningkatkan stabilitas dalam negeri.
Kerajaan Gowa-Tallo: Islam sebagai Dasar Pemerintahan
Kerajaan Gowa dan Tallo di Sulawesi Selatan adalah contoh penting dari kerajaan yang tumbuh pesat setelah menerima Islam. Raja Gowa ke-14, Daeng Manrabia, memeluk Islam pada tahun 1605 dan kemudian bergelar Sultan Alauddin.
Setelah Islam diresmikan sebagai agama kerajaan, Gowa-Tallo menjadi pusat penyebaran Islam ke wilayah timur Indonesia. Beberapa dampak besar Islam di kerajaan ini antara lain:
- Penguatan sistem hukum berbasis syariat Islam.
- Pendidikan Islam melalui pesantren dan pengajaran Al-Qur’an.
- Diplomasi Islam dengan kerajaan lain, seperti Ternate dan Aceh.
- Pembangunan masjid dan institusi keagamaan, seperti Masjid Katangka.
Islam juga mempererat hubungan antara Gowa-Tallo dengan kerajaan-kerajaan Islam di luar Sulawesi, menjadikan mereka bagian dari jaringan politik dan ekonomi Islam di Nusantara.
Kerajaan Bone: Islam dalam Perubahan Sosial dan Hukum
Kerajaan Bone juga mengalami transformasi setelah memeluk Islam. Meskipun proses Islamisasi di Bone memakan waktu lebih lama dibanding Gowa, namun ketika diterima secara resmi, Islam menjadi dasar hukum dan moral dalam kehidupan kerajaan.
Salah satu tokoh penting dari Bone adalah Arung Palakka, yang dikenal karena perjuangannya melawan penjajahan dan juga upayanya memperkuat ajaran Islam di kalangan rakyat dan bangsawan.
Beberapa pengaruh Islam di Bone antara lain:
- Penegakan hukum adat berbasis Islam, seperti hukum waris dan pernikahan.
- Perubahan dalam sistem pendidikan dan struktur sosial.
- Penyebaran tulisan aksara Lontara yang banyak memuat ajaran Islam dan hukum Islam.
Kerajaan Luwu: Pusat Awal Penyebaran Islam di Sulawesi
Kerajaan Luwu diyakini sebagai kerajaan pertama yang menerima Islam di Sulawesi, bahkan sebelum Gowa dan Bone. Proses Islamisasi Luwu dimulai sekitar abad ke-16 oleh para mubalig dan pedagang dari Sumatra dan Malaka.
Raja Luwu saat itu, yang dikenal sebagai Datu Ma’wae, menjadi salah satu penguasa pertama di Sulawesi yang masuk Islam. Perubahan besar pun terjadi, seperti:
- Perubahan struktur pemerintahan menjadi lebih sentralistik dan religius.
- Masuknya ulama ke dalam sistem kerajaan sebagai penasihat dan hakim.
- Penggunaan bahasa dan istilah Arab dalam administrasi.
Sebagai kerajaan tua, Luwu memainkan peran awal dalam memperkenalkan Islam ke kerajaan-kerajaan lainnya di Sulawesi Tengah dan Selatan.
Kesultanan Buton: Konstitusi Islam dan Tata Pemerintahan
Kesultanan Buton di Sulawesi Tenggara merupakan salah satu kerajaan Islam yang memiliki sistem pemerintahan yang maju. Setelah memeluk Islam sekitar tahun 1540, Buton mulai membentuk pemerintahan berdasarkan hukum Islam.
Yang paling menonjol dari Buton adalah dokumen Martabat Tujuh, yaitu semacam konstitusi tertulis kerajaan yang mengatur sistem pemerintahan, hukum, dan keagamaan.
Ciri utama pengaruh Islam di Buton:
- Adanya mufti dan qadhi (hakim syariat) sebagai pejabat resmi kerajaan.
- Sistem pendidikan agama yang terstruktur dan berkembang pesat.
- Penggunaan bahasa Arab dalam naskah-naskah resmi dan keagamaan.
Kesultanan Buton menjadi model bagi kerajaan Islam lainnya dalam mengelola negara berdasarkan hukum Islam.
Transformasi Budaya dan Tradisi
Masuknya Islam tidak menghapus budaya lokal, tetapi beradaptasi dengannya. Banyak tradisi Sulawesi yang dulunya bersifat animisme atau Hindu-Buddha, kemudian diberi makna baru dalam Islam.
Contohnya:
- Tari-tarian kerajaan dipertahankan, tetapi tema dan nilai yang diangkat lebih bernuansa Islam.
- Upacara adat seperti pernikahan, khitan, dan zikir menjadi bagian dari tradisi keislaman lokal.
- Sastra Islam, seperti hikayat dan puisi-puisi dakwah, tumbuh pesat dalam aksara Lontara.
Adaptasi ini menunjukkan bahwa Islam berkembang secara kontekstual dan damai, tanpa memaksakan perubahan secara drastis.
Baca juga: Sistem Pendidikan Indonesia: Jejak Warisan dari Pemerintahan Kolonial Belanda
Peran Ulama dalam Kerajaan
Ulama memiliki peran penting dalam mendampingi raja-raja dalam pemerintahan. Mereka menjadi penasihat spiritual, pengajar, hakim, hingga diplomat kerajaan.
Beberapa ulama terkenal yang berperan dalam Islamisasi Sulawesi antara lain:
- Datuk ri Bandang – penyebar Islam di Gowa.
- Imam Lapompana – ulama dari Buton yang menulis banyak teks hukum Islam.
- Ulama Luwu dan Bone yang menulis kitab-kitab hukum Islam dalam aksara Lontara.
Dengan peran ulama yang kuat, ajaran Islam tidak hanya disebarkan tapi juga dibudayakan secara lokal.
Warisan Islam di Sulawesi Masa Kini
Hingga kini, warisan Islam dari masa kerajaan masih terasa dalam kehidupan masyarakat Sulawesi, terutama dalam:
- Adat istiadat dan upacara keagamaan, seperti Maulid Nabi dan tahlilan.
- Bahasa dan sastra lokal, yang banyak mengandung istilah dan ajaran Islam.
- Struktur sosial, seperti penggunaan gelar “Andi”, “Daeng”, atau “Sultan”.
- Bangunan masjid tua dan benteng kerajaan yang dijadikan cagar budaya.
Warisan ini menjadi penguat identitas budaya dan keislaman masyarakat Sulawesi yang unik dan historis.
Kesimpulan
Islam membawa pengaruh besar dalam perkembangan kerajaan-kerajaan di Sulawesi. Dari Luwu hingga Buton, agama ini tidak hanya menjadi keyakinan spiritual, tetapi juga membentuk sistem pemerintahan, pendidikan, hukum, dan budaya.
Melalui proses dakwah yang damai dan adaptif, Islam berhasil berakar kuat di Sulawesi dan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan identitas masyarakatnya.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Kapan Islam pertama kali masuk ke Sulawesi?
Islam masuk ke Sulawesi sekitar abad ke-15 hingga ke-16, melalui pedagang dan ulama dari Arab, Gujarat, dan Melayu.
2. Apa kerajaan pertama di Sulawesi yang menerima Islam?
Kerajaan Luwu diyakini sebagai kerajaan pertama yang menerima Islam di Sulawesi.
3. Bagaimana peran ulama dalam kerajaan Islam di Sulawesi?
Ulama menjadi penasihat raja, hakim, guru, serta tokoh penting dalam membentuk sistem pemerintahan dan hukum Islam.
4. Apakah budaya lokal hilang setelah masuknya Islam?
Tidak. Budaya lokal justru disesuaikan dengan ajaran Islam dan berkembang menjadi tradisi keislaman yang khas.
5. Apakah masih ada peninggalan Islam dari masa kerajaan di Sulawesi?
Ya, seperti masjid tua, dokumen kerajaan, naskah Islam dalam aksara Lontara, dan bangunan kerajaan masih bisa ditemukan hingga kini.
Referensi
- Pelras, Christian. The Bugis. Blackwell Publishing, 1996.
- Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi, 2008.
- Dinas Kebudayaan Sulawesi Selatan – https://disbud.sulselprov.go.id
- Museum La Pawawoi, Bone – https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
- Portal Islam Nusantara – https://islamindonesia.id
- Arsip Digital Naskah Lontara – https://arsipindonesia.go.id