Home » Sejarah » Megawati Soekarnoputri: Presiden Wanita Pertama Indonesia
Posted in

Megawati Soekarnoputri: Presiden Wanita Pertama Indonesia

Megawati Soekarnoputri: Presiden Wanita Pertama Indonesia (ft.istimewa)
Megawati Soekarnoputri: Presiden Wanita Pertama Indonesia (ft.istimewa)

Megawati Soekarnoputri merupakan sosok penting dalam sejarah politik Indonesia. Ia menjadi wanita pertama yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai simbol kekuatan perempuan dalam dunia politik yang selama ini didominasi oleh laki-laki. Megawati bukan hanya dikenal karena garis keturunannya sebagai putri dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno, tetapi juga karena perannya dalam membentuk arah reformasi politik pasca-Orde Baru.

Artikel ini akan membahas perjalanan hidup, karier politik, kepemimpinan, tantangan yang dihadapi, serta warisan politik yang ditinggalkan oleh Megawati Soekarnoputri.


Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan

Megawati dilahirkan pada 23 Januari 1947 di Yogyakarta dengan nama lengkap Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri. Ia adalah anak kedua dari pasangan Presiden Soekarno dan Fatmawati. Sejak kecil, Megawati tumbuh di lingkungan istana negara dan menyaksikan langsung dinamika pemerintahan ayahnya.

Pendidikan awalnya dimulai di SD Perguruan Cikini, Jakarta. Ia kemudian melanjutkan ke SMA dan sempat menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung, namun tidak selesai karena kondisi politik yang memanas pada masa itu. Megawati juga sempat belajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, tetapi kembali tidak menyelesaikannya karena situasi politik dan pengaruh nama besar ayahnya.


Awal Keterlibatan dalam Politik

Keterlibatan Megawati dalam politik dimulai secara aktif pada akhir 1980-an. Ia bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), partai yang terbentuk dari fusi beberapa partai nasionalis dan berhaluan kiri pada masa Orde Baru. Pada 1987, ia terpilih menjadi anggota DPR dari fraksi PDI.

Popularitasnya yang meningkat membuat Megawati menjadi ancaman bagi rezim Orde Baru. Pada Kongres PDI 1993 di Surabaya, Megawati terpilih sebagai ketua umum partai secara aklamasi. Pemerintah saat itu, yang dipimpin Presiden Soeharto, tidak mengakui kepemimpinannya dan mendukung kelompok tandingan dalam PDI.

Konflik internal tersebut memuncak pada peristiwa “Kudatuli” (Kerusuhan 27 Juli 1996), ketika kantor DPP PDI yang dikuasai pendukung Megawati diserang oleh kelompok pro-pemerintah. Peristiwa ini menjadi salah satu pemicu meningkatnya gelombang protes terhadap Orde Baru.


Peran dalam Era Reformasi

Setelah jatuhnya Soeharto pada 1998, Megawati mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), yang merupakan kelanjutan dari semangat PDI versi pro-reformasi. Dalam Pemilu 1999, PDI-P keluar sebagai pemenang dengan meraih suara terbanyak. Namun, dalam pemilihan presiden oleh MPR, Megawati gagal menjadi presiden dan hanya berhasil menjadi wakil presiden mendampingi Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Ketika Presiden Gus Dur diberhentikan oleh MPR pada 23 Juli 2001 karena dianggap tidak lagi mampu menjalankan pemerintahan secara efektif, Megawati dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia ke-5 dan menjadi wanita pertama yang menjabat posisi ini.


Kepemimpinan sebagai Presiden (2001–2004)

Kepemimpinan Megawati terjadi di masa transisi yang penuh tantangan. Indonesia baru saja keluar dari krisis ekonomi 1998 dan masih dalam proses membenahi struktur politik serta institusi pemerintahan.

1. Stabilitas Politik dan Ekonomi

Megawati dikenal sebagai pemimpin yang berhati-hati dan tidak reaktif dalam mengambil keputusan. Pemerintahannya fokus pada pemulihan ekonomi, menjaga stabilitas makro, dan memperkuat struktur demokrasi. Ia juga melanjutkan reformasi di bidang militer dan birokrasi.

2. Pemberantasan Terorisme

Pada masa pemerintahannya terjadi tragedi Bom Bali 1 (2002) yang menewaskan ratusan orang. Pemerintah Megawati merespons dengan tegas dengan membentuk badan anti-terorisme dan mempererat kerja sama dengan negara-negara lain, termasuk Australia dan Amerika Serikat.

3. Kebijakan Luar Negeri

Megawati menjalankan diplomasi yang tenang dan moderat. Ia memperkuat hubungan bilateral dengan negara-negara tetangga dan mendukung keterlibatan aktif Indonesia dalam ASEAN dan forum internasional lainnya.

Baca juga: Gerakan Reformasi 1998: Akhir dari Kepemimpinan Soeharto


Kekalahan dalam Pemilu 2004 dan Peran Setelahnya

Pemilu 2004 menjadi tonggak sejarah karena merupakan pemilu presiden pertama yang dilakukan secara langsung oleh rakyat. Dalam pemilu tersebut, Megawati mencalonkan diri kembali tetapi kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Meskipun tidak lagi menjabat sebagai presiden, Megawati tetap aktif di dunia politik. Ia terus menjabat sebagai ketua umum PDI-P dan berperan dalam mencetak pemimpin baru. Salah satu keberhasilan terbesarnya adalah mengusung Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2014 dan 2019, yang kemudian menjadi Presiden ke-7 Republik Indonesia.


Warisan Politik dan Simbol Kekuatan Perempuan

Megawati meninggalkan warisan penting dalam politik Indonesia. Ia membuktikan bahwa perempuan mampu memimpin negara, menghadapi tekanan politik, dan mengambil keputusan penting di tengah situasi nasional yang tidak mudah. Kepemimpinannya membuka jalan bagi keterlibatan perempuan dalam dunia politik Indonesia yang selama ini didominasi laki-laki.

Sebagai ketua umum partai yang konsisten dan berpengaruh, Megawati juga dikenal karena keteguhannya dalam menjaga ideologi partai dan semangat nasionalisme.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.