Banjir adalah bencana tahunan yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jakarta. Hampir setiap musim hujan, berbagai wilayah ibu kota mengalami genangan atau banjir yang mengganggu aktivitas warga. Masalah ini tidak hanya berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, tetapi juga mencerminkan tantangan besar dalam perencanaan kota dan pengelolaan lingkungan. Bagaimana penanggulangan Masalah Banjir di Jakarta?
Sebagai kota megapolitan dengan jumlah penduduk lebih dari 10 juta jiwa, Jakarta menghadapi berbagai tekanan urbanisasi yang memperparah risiko banjir. Artikel Masalah Banjir di Jakarta ini akan mengulas secara mendalam mengenai penyebab utama banjir di Jakarta, dampaknya terhadap masyarakat dan infrastruktur, serta berbagai upaya penanggulangan yang telah dan sedang dilakukan pemerintah dan masyarakat.
Penyebab Banjir di Jakarta
1. Curah Hujan Tinggi dan Iklim Tropis
Jakarta berada di wilayah tropis yang memiliki dua musim: musim kemarau dan musim hujan. Selama musim hujan (biasanya November hingga Maret), curah hujan bisa mencapai 300 mm per bulan atau lebih. Jika hujan deras turun secara terus-menerus, maka sistem drainase dan sungai yang ada tidak mampu menampung debit air, menyebabkan luapan dan genangan.
2. Permukaan Tanah yang Menurun
Fenomena land subsidence atau penurunan permukaan tanah merupakan masalah serius, terutama di wilayah Jakarta Utara. Penurunan ini disebabkan oleh:
- Pengambilan air tanah secara berlebihan
- Beban bangunan tinggi
- Penurunan kualitas tanah akibat pembangunan yang tidak terkendali
Penurunan tanah mencapai 10-15 cm per tahun di beberapa area, membuat wilayah tersebut lebih rendah daripada permukaan laut dan rentan terhadap banjir pasang (rob).
3. Drainase yang Buruk
Sistem drainase kota Jakarta belum optimal. Banyak saluran air yang:
- Tersumbat sampah
- Tidak terhubung dengan baik
- Tidak mampu menampung volume air hujan ekstrem
Ketidakseimbangan antara pembangunan permukiman dan infrastruktur drainase memperparah kondisi ini.
4. Alih Fungsi Lahan dan Minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Perubahan lahan dari hutan, sawah, dan rawa menjadi permukiman dan bangunan bertingkat menyebabkan:
- Hilangnya daerah resapan air
- Percepatan aliran air permukaan (runoff)
- Penurunan kualitas lingkungan
Idealnya, kota memiliki RTH minimal 30% dari total luas wilayah. Namun, Jakarta hanya memiliki sekitar 9-10%, jauh dari standar ideal.
5. Sedimentasi Sungai dan Penyempitan Aliran Air
Sungai-sungai di Jakarta, seperti Ciliwung, Pesanggrahan, dan Angke, mengalami sedimentasi akibat sampah dan lumpur. Ditambah penyempitan akibat bangunan liar di bantaran sungai, kapasitas sungai menurun drastis dan mudah meluap saat hujan.
Dampak Banjir terhadap Kehidupan di Jakarta
1. Kerugian Ekonomi
Banjir menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat dan pemerintah. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir besar Jakarta pada Februari 2021 menimbulkan kerugian hingga triliunan rupiah akibat:
- Kerusakan infrastruktur
- Gangguan transportasi
- Penurunan produktivitas ekonomi
- Kehancuran properti masyarakat
2. Gangguan Aktivitas Harian
Banjir mengganggu mobilitas penduduk karena:
- Jalan raya tergenang
- Sekolah dan kantor diliburkan
- Transportasi umum terhenti
- Kemacetan parah di banyak ruas jalan
Situasi ini menurunkan efisiensi kota dan meningkatkan tekanan sosial.
3. Kesehatan dan Lingkungan
Genangan air memicu penyebaran penyakit, seperti:
- Leptospirosis
- Diare
- Infeksi saluran pernapasan
- Penyakit kulit
Selain itu, banjir membawa sampah dan limbah rumah tangga, mencemari lingkungan dan memperparah kualitas udara dan air.
4. Kerusakan Infrastruktur
Infrastruktur vital seperti jembatan, pompa air, saluran listrik, dan fasilitas umum sering rusak akibat banjir. Biaya pemeliharaan dan perbaikan menjadi beban tambahan bagi pemerintah daerah.
Baca juga: Pencapaian dan Kritik terhadap Soeharto selama 32 Tahun Berkuasa
Upaya Penanggulangan Banjir di Jakarta
1. Normalisasi dan Naturalisasi Sungai
Pemerintah DKI Jakarta bekerja sama dengan pemerintah pusat untuk:
- Normalisasi sungai: memperlebar, memperdalam, dan membeton sungai agar aliran lancar
- Naturalisasi sungai: memperbaiki sungai dengan pendekatan ramah lingkungan menggunakan vegetasi alami
Sungai Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan menjadi fokus utama program ini.
2. Pembangunan Waduk dan Embung
Beberapa waduk dan embung telah dibangun untuk menampung limpasan air hujan, seperti:
- Waduk Pluit
- Waduk Ria-Rio
- Embung Cipayung
Waduk ini tidak hanya berfungsi sebagai pengendali banjir, tetapi juga menjadi ruang publik yang multifungsi.
3. Pembangunan Terowongan dan Sistem Pompa Air
Pemerintah membangun Deep Tunnel atau terowongan bawah tanah untuk mengalirkan air hujan langsung ke laut. Selain itu, sistem pompa air di daerah rendah ditingkatkan untuk mempercepat penanganan genangan.
4. Revitalisasi Sistem Drainase
Melalui program revitalisasi drainase kota, pemerintah memperbaiki jaringan saluran air dan mengintegrasikannya dengan sistem pengendali banjir.
5. Peningkatan Ruang Terbuka Hijau
Pembangunan taman, hutan kota, dan jalur hijau terus didorong agar kota memiliki lebih banyak area serapan air.
6. Edukasi dan Partisipasi Masyarakat
Pemerintah dan LSM aktif mengedukasi masyarakat tentang:
- Pentingnya tidak membuang sampah sembarangan
- Membersihkan selokan secara rutin
- Menggunakan sumur resapan dan biopori di rumah
Kesadaran masyarakat sangat penting untuk mengurangi dampak banjir secara jangka panjang.
