Home » Sejarah » Kerajaan Bone: Perlawanan Arung Palakka terhadap Penjajah
Posted in

Kerajaan Bone: Perlawanan Arung Palakka terhadap Penjajah

Kerajaan Bone: Perlawanan Arung Palakka terhadap Penjajah (ft.istimewa)
Kerajaan Bone: Perlawanan Arung Palakka terhadap Penjajah (ft.istimewa)
sekolahGHAMA

Kerajaan Bone merupakan salah satu kerajaan terbesar dan paling berpengaruh di Sulawesi Selatan, yang dikenal karena kekuatan militernya, struktur pemerintahannya yang maju, serta peran pentingnya dalam perlawanan terhadap penjajahan. Sosok yang paling dikenang dari Kerajaan Bone adalah Arung Palakka, seorang bangsawan Bugis yang memimpin perlawanan besar terhadap kekuasaan Kerajaan Gowa dan campur tangan penjajah Belanda.

Perlawanan Arung Palakka telah menjadi bagian penting dalam sejarah perjuangan rakyat Sulawesi dan Indonesia secara keseluruhan. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang sejarah Kerajaan Bone, munculnya Arung Palakka sebagai tokoh perlawanan, hubungannya dengan VOC Belanda, dan warisan sejarah yang ditinggalkan.


Sejarah Awal Kerajaan Bone

Kerajaan Bone berdiri pada abad ke-14 dan dikenal sebagai kerajaan Bugis terbesar di jazirah Sulawesi Selatan. Wilayah kekuasaan Bone mencakup daerah yang sekarang menjadi Kabupaten Bone, dengan pusat pemerintahannya terletak di Watampone.

Bone memiliki sistem pemerintahan yang kuat, berbasis pada adat istiadat Bugis (Pangadereng) dan Lontara’—sebuah sistem penulisan dan hukum tradisional. Kerajaan ini dipimpin oleh raja yang bergelar Mangkau’, yang dibantu oleh penasihat dan struktur birokrasi adat yang solid.


Hubungan Kerajaan Bone dengan Kerajaan Gowa

Seiring berjalannya waktu, Kerajaan Gowa yang berbasis di Makassar tumbuh menjadi kekuatan besar dan berusaha mendominasi kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan, termasuk Bone. Pada awal abad ke-17, Kerajaan Bone mengalami tekanan besar dari Gowa, baik secara militer maupun politik.

Puncaknya terjadi saat Gowa di bawah Sultan Hasanuddin menundukkan Bone dan menjadikannya kerajaan bawahan. Penaklukan ini melahirkan ketegangan besar antara bangsawan Bone dan penguasa Gowa, yang pada akhirnya melahirkan tokoh pejuang legendaris: Arung Palakka.


Siapakah Arung Palakka?

Arung Palakka adalah nama gelar dari La Tenritatta To Unru, bangsawan Bone yang lahir sekitar tahun 1634. Nama “Arung Palakka” berarti “Penguasa Palakka”, merujuk pada daerah asalnya.

Saat Bone ditaklukkan oleh Gowa, banyak bangsawan Bone yang diasingkan atau diperbudak. Arung Palakka sendiri mengalami penindasan oleh Gowa, yang membuatnya menaruh dendam mendalam. Pada tahun 1660-an, ia melarikan diri ke Batavia (Jakarta) dan meminta bantuan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) atau Belanda untuk melawan Gowa.


Perlawanan Arung Palakka dan Sekutunya

Dengan dukungan militer VOC, Arung Palakka kembali ke Sulawesi pada tahun 1666. Ia memimpin pasukan yang terdiri dari orang Bugis Bone dan tentara Belanda di bawah pimpinan Cornelis Speelman. Misi utama mereka adalah menggulingkan kekuasaan Kerajaan Gowa dan membebaskan Bone dari dominasi Gowa.

Pertempuran besar antara koalisi Arung Palakka-VOC dan pasukan Gowa mencapai puncaknya pada tahun 1669, dalam Perang Makassar, yang berakhir dengan kemenangan Arung Palakka dan sekutunya. Gowa dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya yang mengakhiri kekuasaannya atas kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi Selatan.


Isi dan Dampak Perjanjian Bongaya

Perjanjian Bongaya adalah perjanjian yang ditandatangani pada 18 November 1667 antara Sultan Hasanuddin dari Gowa dan Cornelis Speelman (VOC), dengan Arung Palakka sebagai pihak pendukung utama.

Beberapa isi penting dari perjanjian tersebut:

  • Gowa menyerahkan beberapa wilayah kekuasaannya.
  • VOC diberi hak monopoli perdagangan di wilayah tersebut.
  • Arung Palakka diakui sebagai penguasa Bone yang merdeka.

Dampaknya sangat besar:

  • Bone kembali menjadi kerajaan yang merdeka dan kuat.
  • VOC memperoleh pengaruh besar di Sulawesi Selatan.
  • Gowa kehilangan statusnya sebagai kekuatan utama di kawasan tersebut.

Arung Palakka sebagai Raja Bone

Setelah kemenangan tersebut, Arung Palakka dinobatkan sebagai Mangkau’ Bone pada tahun 1672. Ia memerintah dengan tangan besi, membangun kembali kekuatan Bone dan memulai penataan ulang kekuasaan di Sulawesi Selatan.

Namun, kekuasaan Arung Palakka juga tidak lepas dari kontroversi. Ia dikenal sebagai penguasa yang keras, terutama terhadap pihak-pihak yang dianggap masih setia kepada Gowa. Banyak pemberontakan yang dipadamkan dengan kekerasan, dan ia dituduh memaksakan pengaruh Belanda atas wilayah Bugis.


Warisan dan Kontroversi Arung Palakka

Di satu sisi, Arung Palakka dikenang sebagai pahlawan Bugis yang membebaskan Bone dari penjajahan Gowa dan membawa kedaulatan kembali. Di sisi lain, banyak pihak melihatnya sebagai sekutu VOC yang memberi jalan masuk bagi penjajahan Belanda di Sulawesi.

Namun demikian, sejarah mencatat bahwa Arung Palakka adalah tokoh penting dalam geopolitik Nusantara pada abad ke-17. Ia berhasil mengubah peta kekuasaan di Sulawesi dan membuka era baru dalam hubungan antara kerajaan-kerajaan lokal dan kolonialisme.


Peninggalan Sejarah Kerajaan Bone

Hingga hari ini, peninggalan sejarah Kerajaan Bone masih dapat ditemukan dan menjadi objek wisata budaya serta sumber pembelajaran sejarah.

1. Istana Balla Lompoa (Rumah Besar)

Terletak di Watampone, istana ini dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Bone. Kini berfungsi sebagai museum yang menyimpan artefak sejarah, senjata kuno, dan naskah lontara.

2. Makassar dan Bongaya

Beberapa lokasi penting di Makassar seperti Benteng Somba Opu dan Bongaya menjadi saksi sejarah Perang Makassar dan Perjanjian Bongaya.

3. Makam Arung Palakka

Makamnya terletak di ibukota Bone dan masih sering dikunjungi sebagai tempat ziarah sejarah.

Baca juga: Akhir dari 350 Tahun Penjajahan Belanda: Perjuangan Menuju Kemerdekaan Indonesia


Bone Setelah Arung Palakka

Setelah wafatnya Arung Palakka pada tahun 1696, Kerajaan Bone terus memainkan peran penting dalam politik Sulawesi hingga abad ke-19. Bone tetap mempertahankan struktur pemerintahannya hingga masa kolonial Belanda memperkuat kekuasaannya di Nusantara.

Pada awal abad ke-20, sistem kerajaan di Sulawesi Selatan secara resmi dihapuskan oleh pemerintah kolonial Belanda dan kemudian oleh Republik Indonesia. Namun, hingga kini, masyarakat Bugis masih menjunjung tinggi nilai-nilai, adat, dan warisan sejarah Kerajaan Bone.


Kesimpulan

Perlawanan Arung Palakka terhadap penjajah dan dominasi Kerajaan Gowa merupakan tonggak penting dalam sejarah Kerajaan Bone dan perjuangan di Sulawesi Selatan. Melalui kerja sama strategis dengan VOC, Arung Palakka berhasil membebaskan negerinya, meskipun dengan risiko meningkatnya pengaruh kolonial.

Kerajaan Bone sendiri merupakan salah satu pusat kekuasaan Bugis yang kaya akan budaya, struktur hukum, dan tradisi. Warisan sejarahnya masih bisa dirasakan melalui peninggalan arsitektur, manuskrip lontara, dan nilai-nilai adat yang hidup hingga kini.


FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Siapa itu Arung Palakka?
Arung Palakka adalah bangsawan Bone yang memimpin perlawanan terhadap Kerajaan Gowa dan bekerja sama dengan VOC untuk membebaskan negerinya.

2. Apa itu Perjanjian Bongaya?
Perjanjian Bongaya adalah kesepakatan antara VOC dan Kerajaan Gowa yang mengakhiri Perang Makassar dan memberikan kemenangan kepada pihak Arung Palakka.

3. Mengapa Arung Palakka kontroversial?
Karena ia bersekutu dengan VOC, banyak yang menilai Arung Palakka sebagai tokoh yang membuka jalan bagi penjajahan Belanda. Namun, ia juga dianggap pahlawan oleh rakyat Bone.

4. Apa peninggalan Kerajaan Bone yang masih ada?
Beberapa peninggalannya antara lain Istana Balla Lompoa, Makam Arung Palakka, dan naskah lontara Bugis.

5. Di mana letak Kerajaan Bone sekarang?
Wilayah bekas Kerajaan Bone kini menjadi Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, dengan pusat pemerintahan di Watampone.


Referensi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.