Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal sebagai Gus Dur, adalah Presiden keempat Republik Indonesia yang menjabat pada periode 1999–2001. Masa kepemimpinan Gus Dur penuh dengan harapan besar terhadap demokrasi, reformasi politik, dan pembaruan sosial. Namun, perjalanan pemerintahannya juga diwarnai dengan sejumlah kebijakan kontroversial yang memicu polemik luas, baik di kalangan politikus, masyarakat umum, hingga internasional. Bagaimana dan apa Kebijakan Kontroversial Gus Dur?
Meski masa kepresidenannya tergolong singkat, Gus Dur meninggalkan jejak penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Artikel ini akan mengupas beberapa kebijakan kontroversial Gus Dur, serta bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut mencerminkan semangat reformasi sekaligus menjadi sumber tantangan politik yang akhirnya mengguncang kekuasaannya.
Latar Belakang Kepemimpinan Gus Dur
Setelah tumbangnya rezim Orde Baru di bawah Soeharto, Indonesia memasuki masa transisi demokrasi. Reformasi 1998 membuka jalan bagi perubahan besar dalam sistem politik nasional. Dalam Sidang Umum MPR tahun 1999, Gus Dur terpilih menjadi Presiden, menggantikan Presiden BJ Habibie.
Sebagai tokoh NU (Nahdlatul Ulama) dan pejuang demokrasi, Gus Dur datang dengan semangat membangun pemerintahan sipil yang demokratis, memperjuangkan pluralisme, dan menghapuskan diskriminasi yang sudah lama berakar.
Namun, niat baik tersebut harus berhadapan dengan realitas politik yang kompleks. Koalisi partai-partai di parlemen yang rapuh dan budaya politik lama yang masih kuat menjadi tantangan berat bagi Gus Dur.
Kebijakan-Kebijakan Kontroversial Gus Dur
1. Pembubaran Departemen Penerangan dan Departemen Sosial
Salah satu langkah awal Gus Dur yang mengejutkan banyak pihak adalah membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial.
Departemen Penerangan dianggap sebagai alat propaganda Orde Baru, dan Gus Dur berusaha menghapus kontrol negara atas media.
Di sisi lain, Departemen Sosial juga dibubarkan karena dinilai sarat korupsi.
Kontroversi:
Kritikus menilai bahwa pembubaran ini terlalu terburu-buru tanpa mempersiapkan lembaga pengganti yang mampu mengatur fungsi sosial dan informasi secara efektif.
2. Mengusulkan Hubungan Diplomatik dengan Israel
Dalam upaya memperluas hubungan luar negeri dan memperkuat posisi Indonesia di mata dunia, Gus Dur sempat mengusulkan pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel.
Kontroversi:
Usulan ini menimbulkan gelombang penolakan keras di dalam negeri, khususnya dari kelompok-kelompok Islam yang memandang Israel sebagai penjajah Palestina. Gus Dur dianggap tidak sensitif terhadap sentimen umat Islam Indonesia.
3. Pencabutan Larangan Imlek dan Pengakuan Agama Konghucu
Salah satu langkah progresif Gus Dur adalah mencabut larangan perayaan Imlek di ruang publik dan mengakui Konghucu sebagai agama resmi di Indonesia.
Kontroversi:
Walaupun kebijakan ini mendapat apresiasi dari komunitas Tionghoa, sebagian masyarakat konservatif menganggap Gus Dur terlalu “berpihak” dan membuat perubahan budaya yang terlalu cepat.
4. Pemberlakuan Otonomi Daerah
Gus Dur mendorong penerapan Undang-Undang Otonomi Daerah pada tahun 2001 untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengelola wilayahnya.
Kontroversi:
Implementasi yang tergesa-gesa membuat banyak daerah belum siap, sehingga muncul ketimpangan baru, konflik lokal, bahkan korupsi di tingkat daerah.
5. Mengganti Panglima TNI dan Kapolri Secara Mendadak
Gus Dur beberapa kali mengganti pejabat tinggi militer dan kepolisian tanpa berkonsultasi dengan DPR atau lembaga terkait.
Kontroversi:
Langkah ini dinilai menimbulkan instabilitas dalam tubuh militer dan memperburuk hubungan eksekutif-legislatif, mempercepat polarisasi politik terhadap pemerintahannya.
6. Membubarkan DPR (Dekrit Presiden yang Tidak Terlaksana)
Saat menghadapi tekanan politik besar dari DPR dan MPR, Gus Dur sempat mengeluarkan dekrit pembubaran DPR/MPR pada 23 Juli 2001.
Kontroversi:
Dekrit tersebut dianggap ilegal dan menjadi puncak konflik politik yang akhirnya menyebabkan Sidang Istimewa MPR memakzulkan Gus Dur dari kursi kepresidenan.
Baca juga: Dari Sunda Kelapa ke Jayakarta: Transformasi Kota Pelabuhan
Tantangan Politik di Masa Pemerintahan Gus Dur
Selain kontroversi kebijakan, Gus Dur menghadapi sejumlah tantangan politik berat:
- Koalisi yang Rapuh: Pemerintahan Gus Dur dibangun di atas koalisi partai yang rentan konflik internal.
- Konflik dengan DPR/MPR: Banyak kebijakan Gus Dur yang tidak mendapat persetujuan parlemen, memperuncing ketegangan.
- Serangan Politik dan Isu Skandal: Kasus “Buloggate” dan “Bruneigate” meski tidak terbukti keterlibatannya secara langsung, digunakan untuk melemahkan legitimasinya.
Gus Dur juga menghadapi tantangan dalam mengelola keberagaman aspirasi masyarakat di era pasca-Orde Baru, termasuk aspirasi daerah dan kelompok minoritas.
Warisan Reformasi Gus Dur
Meski banyak kebijakan Gus Dur menuai kontroversi, tidak dapat disangkal bahwa ia membawa perubahan besar yang masih terasa hingga kini:
- Kebebasan Pers: Media menjadi lebih bebas setelah pembubaran Departemen Penerangan.
- Pluralisme dan Toleransi: Pengakuan terhadap agama Konghucu dan hak-hak minoritas menjadi tonggak penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
- Demokratisasi Lembaga Negara: Gus Dur membuka jalan bagi reformasi di tubuh militer dan kepolisian.
Gus Dur adalah sosok yang percaya bahwa demokrasi harus dibangun di atas keberanian mengambil risiko. Ia memahami bahwa perubahan besar tak selalu berjalan mulus, tetapi tetap diperlukan untuk mendorong bangsa ke arah yang lebih baik.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa saja kebijakan kontroversial yang dilakukan Gus Dur selama menjadi Presiden?
Beberapa kebijakan kontroversialnya antara lain pembubaran Departemen Penerangan dan Sosial, usulan hubungan diplomatik dengan Israel, pengakuan Konghucu sebagai agama resmi, pemberlakuan otonomi daerah, dan pergantian mendadak pejabat militer.
2. Mengapa usulan hubungan dengan Israel menjadi kontroversi?
Karena mayoritas masyarakat Indonesia mendukung perjuangan Palestina, dan hubungan diplomatik dengan Israel dianggap mengkhianati solidaritas tersebut.
3. Apa dampak dari kebijakan otonomi daerah yang dikeluarkan Gus Dur?
Dampaknya positif dalam memperkuat desentralisasi, tetapi juga menyebabkan masalah baru seperti ketimpangan daerah dan korupsi lokal akibat kesiapan daerah yang belum matang.
4. Mengapa Gus Dur akhirnya dimakzulkan dari jabatan Presiden?
Gus Dur dimakzulkan karena ketegangan politik dengan DPR/MPR, tuduhan skandal keuangan, serta deklarasi dekrit pembubaran DPR/MPR yang dinilai ilegal.
5. Apa warisan terpenting dari Gus Dur bagi Indonesia?
Warisan terpentingnya adalah penguatan demokrasi, penghormatan terhadap kebebasan pers, dan perjuangan untuk pluralisme serta hak-hak minoritas.
Referensi
- Kompas.com – Kebijakan-Kebijakan Kontroversial Gus Dur
- Tirto.id – Gus Dur, Kontroversi dan Reformasi
- Wikipedia Indonesia – Kebijakan Gus Dur
- CNN Indonesia – Mengenang Kontroversi Gus Dur