Masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden ke-5 Republik Indonesia (2001–2004) merupakan periode penting dalam sejarah politik Indonesia modern. Setelah melalui masa transisi reformasi dan gejolak krisis politik, sosial, dan ekonomi yang ditinggalkan rezim Orde Baru, Megawati naik ke tampuk kekuasaan di tengah situasi yang belum stabil. Kepemimpinannya hadir sebagai jembatan dari era penuh gejolak menuju tatanan demokrasi yang lebih tertata. Apa saja Keberhasilan dan Tantangan Pemerintahan Megawati Soekarnoputri?
Megawati bukan hanya dikenal sebagai presiden wanita pertama Indonesia, tetapi juga sebagai sosok yang membawa nuansa tenang dan stabil dalam politik nasional. Namun, pemerintahannya tak lepas dari kritik dan tantangan, baik dari dalam negeri maupun komunitas internasional. Artikel Keberhasilan dan Tantangan Pemerintahan Megawati Soekarnoputri ini mengulas secara mendalam keberhasilan dan tantangan selama masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
Konteks Naiknya Megawati ke Kursi Presiden
Megawati resmi menjadi Presiden Indonesia pada 23 Juli 2001 menggantikan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang diberhentikan oleh MPR. Situasi politik saat itu sangat tidak menentu. Ketegangan antarpartai, ketidakstabilan kabinet, serta ancaman disintegrasi negara akibat konflik separatis di beberapa daerah menjadi beban pemerintahan yang baru.
Di tengah kekacauan tersebut, Megawati dipandang sebagai figur kompromi yang mampu mengembalikan ketenangan dalam pemerintahan dan memperkuat konsolidasi demokrasi.
Keberhasilan Pemerintahan Megawati Soekarnoputri
1. Menciptakan Stabilitas Politik
Salah satu pencapaian utama Megawati adalah stabilisasi politik nasional. Setelah dua presiden sebelumnya (Habibie dan Gus Dur) hanya menjabat sebentar karena konflik politik, pemerintahan Megawati relatif berjalan utuh selama masa jabatannya.
Ia membentuk kabinet koalisi dengan melibatkan berbagai kekuatan politik, termasuk partai-partai besar seperti Golkar, PAN, dan PKB. Hal ini menciptakan suasana pemerintahan yang relatif harmonis dan memungkinkan jalannya roda pemerintahan yang lebih tenang.
2. Pemilu Presiden Langsung Pertama (2004)
Pemerintahan Megawati mengawasi dan mempersiapkan pelaksanaan pemilu presiden secara langsung pertama kali dalam sejarah Indonesia. Ini merupakan tonggak penting demokrasi karena rakyat secara langsung memilih presidennya, bukan lagi melalui MPR.
Meski Megawati kalah dalam pemilu tersebut dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), transisi kekuasaan berlangsung damai, menjadi preseden baik bagi demokrasi Indonesia.
3. Pemulihan Ekonomi
Setelah dilanda krisis ekonomi 1997–1998, perekonomian Indonesia perlahan mulai pulih. Di bawah pemerintahan Megawati, beberapa indikator ekonomi menunjukkan perbaikan, antara lain:
- Pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi sekitar 4,5% pada 2004
- Inflasi dapat ditekan meski fluktuatif
- Stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar membaik
- Cadangan devisa mulai pulih
- Kepercayaan investor mulai kembali
Kendati pemulihan ekonomi belum menyeluruh, namun pondasi yang diletakkan pemerintah Megawati menjadi modal penting bagi pemerintahan berikutnya.
4. Pendirian Lembaga Demokrasi Baru
Pemerintahan Megawati juga menjadi masa lahirnya dua lembaga penting dalam sistem demokrasi Indonesia:
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didirikan tahun 2003 sebagai respons terhadap dorongan pemberantasan korupsi pascareformasi.
- Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibentuk sebagai penjaga konstitusi dan pengadil sengketa pemilu.
Kedua institusi ini hingga kini memainkan peran krusial dalam sistem hukum dan politik Indonesia.
5. Penguatan Diplomasi dan Kerja Sama Internasional
Dalam bidang luar negeri, Megawati memperkuat posisi Indonesia di ASEAN, APEC, dan forum internasional lainnya. Ia juga menjalin kerja sama strategis dengan negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok, dan Australia.
Setelah tragedi Bom Bali 2002, Megawati menjalin kerja sama keamanan internasional tanpa mengorbankan prinsip kedaulatan nasional, menjadikan Indonesia mitra penting dalam pemberantasan terorisme global.
Tantangan Pemerintahan Megawati Soekarnoputri
1. Gaya Kepemimpinan yang Kurang Responsif
Megawati sering dikritik karena gaya kepemimpinannya yang dianggap terlalu diam, tidak komunikatif, dan tidak responsif terhadap isu-isu publik. Dalam berbagai kesempatan penting, Megawati kerap memilih diam atau berbicara melalui perwakilan, bukan secara langsung.
Akibatnya, banyak kebijakan pemerintah tidak dipahami secara luas oleh masyarakat karena kurangnya komunikasi politik.
2. Kebijakan Ekonomi yang Kurang Pro-Rakyat
Meski stabilisasi ekonomi tercapai, banyak pihak menilai kebijakan ekonomi Megawati kurang menyentuh rakyat kecil. Privatisasi BUMN, kenaikan harga BBM, dan pencabutan subsidi menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat kelas bawah.
Kritik ini semakin tajam menjelang Pemilu 2004 dan menjadi salah satu faktor kekalahan Megawati.
3. Konflik Separatis di Aceh dan Papua
Pemerintah Megawati menghadapi tantangan serius dari gerakan separatis, khususnya di Aceh dan Papua. Di Aceh, Megawati menerapkan status darurat militer pada 2003, yang meskipun berhasil menekan kekuatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), namun menimbulkan pelanggaran HAM yang cukup signifikan.
Upaya penyelesaian damai belum terlihat selama masa pemerintahannya dan baru tercapai pada masa Presiden SBY melalui perjanjian Helsinki.
4. Minimnya Reformasi Hukum dan HAM
Megawati dianggap kurang progresif dalam reformasi hukum dan penegakan HAM. Beberapa kasus pelanggaran HAM berat seperti Tragedi 1965, Mei 1998, dan penculikan aktivis belum mendapatkan penyelesaian yang jelas.
Pemerintahannya juga tidak menunjukkan inisiatif kuat dalam reformasi sektor peradilan yang sangat dibutuhkan pasca-Orde Baru.
Baca juga: Hubungan Diplomasi Indonesia di Era Kepemimpinan Gus Dur
