Urbanisasi merupakan salah satu fenomena global yang menandai pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan. Di Indonesia, Jakarta sebagai ibu kota negara menjadi pusat urbanisasi terbesar. Setiap tahunnya, ribuan orang dari berbagai daerah datang ke Jakarta dengan harapan memperoleh kehidupan yang lebih baik, pekerjaan yang layak, dan akses terhadap fasilitas kota. Bagaimana Dampak Urbanisasi terhadap Lingkungan dan Penduduk Jakarta?
Namun, di balik pesatnya pertumbuhan kota, urbanisasi juga membawa tantangan serius, terutama terhadap lingkungan dan kesejahteraan penduduknya. Artikel Dampak Urbanisasi terhadap Lingkungan dan Penduduk Jakarta ini akan membahas secara komprehensif mengenai dampak urbanisasi di Jakarta dari berbagai aspek, serta upaya yang telah dan dapat dilakukan untuk mengatasi dampak tersebut.
Apa Itu Urbanisasi?
Secara umum, urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari pedesaan ke wilayah perkotaan. Urbanisasi dapat terjadi karena:
- Tarikan kota (urban pull): kesempatan kerja, pendidikan, fasilitas kesehatan, dan gaya hidup modern.
- Dorongan desa (rural push): minimnya lapangan kerja, rendahnya akses layanan publik, dan kualitas hidup yang lebih rendah.
Urbanisasi di Jakarta sudah terjadi sejak masa kolonial Belanda dan semakin meningkat tajam sejak era Orde Baru hingga sekarang. Jakarta sebagai pusat pemerintahan, bisnis, dan budaya menjadikannya magnet bagi para pendatang.
Dampak Urbanisasi terhadap Lingkungan di Jakarta
1. Kemacetan dan Polusi Udara
Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan peningkatan jumlah kendaraan bermotor secara signifikan. Akibatnya:
- Kemacetan menjadi masalah harian
- Emisi karbon dan partikel debu meningkat
- Kualitas udara memburuk
Berdasarkan data IQAir tahun 2024, Jakarta secara berkala masuk daftar 10 kota dengan kualitas udara terburuk di dunia, terutama pada pagi dan sore hari saat jam sibuk.
2. Kepadatan Permukiman dan Kawasan Kumuh
Tidak semua pendatang berhasil mendapatkan pekerjaan dan tempat tinggal yang layak. Akibatnya:
- Munculnya permukiman ilegal di bantaran sungai, kolong jembatan, dan lahan kosong
- Overcrowding atau kepadatan berlebih dalam satu unit rumah
- Kurangnya sanitasi dan air bersih
Menurut Dinas Perumahan Rakyat DKI Jakarta, sekitar 30% warga Jakarta tinggal di kawasan padat yang berisiko tinggi terhadap penyakit dan kebakaran.
3. Kekurangan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Idealnya, kota modern memiliki RTH sebesar 30% dari total luas wilayah. Namun, Jakarta baru memiliki RTH sekitar 9-10%, jauh dari standar WHO. Hal ini mengakibatkan:
- Minimnya tempat resapan air
- Kurangnya tempat rekreasi alami bagi masyarakat
- Tingginya suhu kota karena efek pulau panas perkotaan (urban heat island)
4. Banjir dan Penurunan Muka Tanah
Urbanisasi mengurangi daerah resapan air karena banyaknya permukaan tertutup beton dan aspal. Ditambah dengan:
- Saluran air yang tersumbat sampah
- Pembangunan tanpa izin yang menutup aliran sungai
Selain itu, eksploitasi air tanah secara berlebihan menyebabkan penurunan permukaan tanah hingga 7 cm per tahun, terutama di Jakarta Utara. Kombinasi ini membuat Jakarta sangat rentan terhadap banjir dan rob (banjir pasang laut).
Dampak Urbanisasi terhadap Penduduk Jakarta
1. Persaingan Lapangan Kerja yang Ketat
Jumlah angkatan kerja yang tinggi tidak sebanding dengan lapangan kerja yang tersedia. Dampaknya:
- Munculnya pengangguran dan pekerja sektor informal
- Ketimpangan pendapatan antara penduduk asli dan pendatang
- Tumbuhnya profesi informal seperti PKL, pengamen, dan ojek liar
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa tingkat pengangguran terbuka di Jakarta cenderung stagnan meskipun urbanisasi terus meningkat.
2. Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial
Urbanisasi menciptakan polaritas sosial yang nyata antara kawasan elite dan kawasan kumuh. Kontras ini terlihat dari:
- Ketimpangan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan
- Akses yang tidak merata terhadap air bersih dan transportasi umum
- Kesenjangan pendapatan antara pekerja formal dan informal
Menurut data Bappenas, indeks ketimpangan Gini Ratio Jakarta berada pada angka yang cukup tinggi, menandakan kesenjangan ekonomi yang signifikan.
3. Perubahan Sosial dan Budaya
Masuknya berbagai etnis dan budaya ke Jakarta menyebabkan akulturasi budaya, namun juga menimbulkan:
- Hilangnya identitas budaya lokal (Betawi)
- Perubahan nilai-nilai sosial seperti gotong royong dan toleransi
- Potensi konflik horizontal akibat perbedaan latar belakang sosial-budaya
Meski demikian, masyarakat Jakarta juga dikenal adaptif dan terbuka terhadap perbedaan, menjadikannya kota dengan karakter multikultural yang kuat.
4. Beban Infrastruktur Kota
Dengan bertambahnya penduduk, infrastruktur Jakarta seperti:
- Jalan raya
- Sistem drainase
- Sekolah dan rumah sakit
- Jaringan listrik dan air
menjadi semakin padat dan menua. Hal ini menyebabkan pelayanan publik sering kali tidak maksimal dan menimbulkan keluhan masyarakat.
Baca juga: Warisan Soeharto bagi Indonesia: Antara Stabilitas dan Otoritarianisme
Upaya Pemerintah Mengatasi Dampak Urbanisasi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak urbanisasi, di antaranya:
1. Revitalisasi Permukiman dan Relokasi
Program seperti pembangunan rusunawa (rumah susun sewa) bertujuan memberikan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah, terutama yang tinggal di bantaran sungai.
2. Pengembangan Transportasi Umum Terpadu
Pemerintah mengembangkan sistem transportasi seperti:
- MRT, LRT, dan TransJakarta
- Integrasi tarif dan rute melalui JakLingko
- Pembatasan kendaraan pribadi melalui ganjil-genap dan zona emisi rendah
3. Penambahan Ruang Terbuka Hijau
Target penambahan taman kota, hutan kota, dan jalur hijau terus dicanangkan untuk menambah kualitas udara dan estetika kota.
4. Digitalisasi Layanan Publik
Transformasi Jakarta menuju smart city ditandai dengan pemanfaatan teknologi untuk manajemen lalu lintas, kebersihan, pelayanan administrasi, dan pengawasan banjir.
5. Penyuluhan dan Edukasi Masyarakat
Pemerintah bekerja sama dengan lembaga sosial dan komunitas lokal untuk meningkatkan kesadaran lingkungan, sanitasi, serta pola hidup bersih dan sehat.
