Cara orang menggunakan ruang sebagai bagian dalam komunikasi
Cara orang menggunakan ruang sebagai bagian dalam komunikasi antar-persona disebut proksemika (proxemics). Proksemika tidak hanya meliputi jarak antara orang-orang yang terlibat dalam percakapan, tetapi juga orientasi fisik mereka.
Orang-orang Arab dan orang-orang Amerika Latin cenderung berinteraksi lebih dekat kepada sesamanya daripada orang-orang Amerika Utara. Penting disadari bahwa orang-orang dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang berbeda pula dalam menjaga jarak ketika bergaul dengan sesamanya.
Bila kita berbicara dengan orang yang berbeda budaya, maka kita harus dapat memperkirakan pelanggaran-pelanggaran apa yang bakal terjadi, menghindari pelanggaran-pelanggaran tersebut, dan meneruskan interaksi kita tanpa memperlihatkan reaksi permusuhan.
Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan yang sulit kita kontrol; kita mungkin menyangka bahwa orang lain tak tahu adat, agresif, atau menunjukkan nafsu seks ketika orang itu berada pada jarak yang dekat dengan kita, padahal sebenarnya tindakannya itu merupakan perwujudan hasil belajarnya tentang bagaimana menggunakan ruang, yang tentu saja dipengaruhi oleh budayanya.
Orientasi fisik
Orientasi fisik juga dipengaruhi oleh budaya, dan turut menentukan hubungan sosial. Orang-orang Amerika Utara lebih senang duduk berhadapan muka. Mereka jarang duduk bersebelahan. Sebaliknya orang-orang Cina sering lebih senang duduk bersebelahan dan merasa tidak nyaman bila mereka duduk berhadapan muka.
Kita juga cenderung menentukan hierarki sosial dengan mengatur ruang. Duduk di belakang meja sambil berbicara dengan seseorang yang sedang berdiri biasanya merupakan tanda hubungan atasan-bawahan, dan orang yang duduk itulah atasannya.
Perilaku yang serupa juga dapat digunakan untuk menunjukkan ketidaksetujuan, kekurangajaran, atau penghinaan, bila orang melanggar norma-norma budaya.
Kesalahpahaman
Mudah terjadi dalam peristiwa-peristiwa antar budaya ketika dua orang, masing-masing berperilaku sesuai dengan budayanya masing-masing, tak memenuhi harapan pihak lainnya.
Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.
Sebagaimana kita ketahui, budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang.
Konsekuensinya, perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda budaya akan berbeda pula, yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan. Namun, melalui studi dan pemahaman atas komunikasi antar budaya, kita dapat mengurangi atau hampir menghilangkan kesulitan-kesulitan ini.
Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya.
Ini menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruhpengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang-orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat yang berbeda.
Penyandian dan penyandian balik pesan antar budaya dilukiskan oleh panah-panah yang menghubungkan budaya-budaya itu. Panahpanah ini menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke budaya lainnya.
Ketika suatu pesan meninggalkan budaya di mana ia disandi, pesan itu mengandung makna yang dikehendaki oleh penyandi (encoder).
Ketika suatu pesan sampai pada budaya di mana pesan itu harus disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam arti pengaruh budaya penyandi balik (decoder) telah menjadi bagian dari makna pesan.
Makna pesan
Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama fase penyandian balik dalam komunikasi antar budaya, oleh karena perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder tidak mengandung makna-makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder.
Derajat pengaruh budaya dalam situasi-situasi komunikasi antar budaya merupakan fungsi perbedaan antara budaya-budaya yang bersangkutan. Perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna keduanya mirip dan usaha penyandian balik yang terjadi, oleh karenanya, menghasilkan makna yang mendekati makna yang dimaksudkan dalam penyandian pesan asli.
Cara orang menggunakan ruang komunikasi antar budaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi-interaksi antara orang-orang yang berbeda budaya secara ekstrem hingga interaksi-interaksi antara orang-orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur atau subkelompok yang berbeda.
Bila kita melihat perbedaan-perbedaan yang berkisar pada suatu skala minimum-maksimum, tampaklah bahwa besarnya perbedaan dua kelompok budaya bergantung pada keunikan sosial kelompok-kelompok budaya yang dibandingkan.
Walaupun skala ini sederhana, skala tersebut memungkinkan kita memeriksa suatu aksi komunikasi antar budaya dan meneropong efek perbedaan-perbedaan budaya. Untuk memahami skala ini, kita akan melihat beberapa contoh perbedaan budaya yang berada pada skala tersebut.
Cara orang menggunakan ruang, contoh pertama menunjukkan suatu perbedaan yang maksimum. Perbedaan-perbedaan antara budaya Asia dan budaya Barat. Ini dilambangkan dalam suatu percakapan antara dua orang petani, seorang dari suatu ladang di pinggiran kota Beijing dan seorang lainnya dari suatu ladang luas dan modern dekat kota Des Moines.
Dalam contoh ini, jumlah faktor budaya berbeda yang dapat kita temukan adalah jumlah terbesar. Penampakan fisik, agama, filsafat, sikap-sikap sosial, bahasa, pusaka, konsep-konsep dasar tentang diri dan alam semesta, dan derajat perkembangan teknologi, adalah sebagian saja di antara faktor-faktor budaya yang berbeda tajam.
Baca juga Tujuan Pendidikan Multikultural menumbuhkan nilai-nilai toleransi
Kita pun harus mengetahui bahwa kedua petani ini punya beberapa persamaan dalam bertani dan gaya hidup pedesaan. Dalam beberapa aspek pola budaya, mereka mungkin lebih mirip daripada bila dibandingkan dengan orang-orang dari budaya mereka sendiri yang tinggal di suatu kota metropolitan.
Dengan kata lain, petani asal Iowa tersebut mungkin punya lebih banyak persamaan dengan petani Cina daripada dengan seorang pedagang saham New York.