Bahasa merupakan bagian penting dari identitas budaya suatu daerah. Di Palembang, bahasa tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga mencerminkan sejarah panjang, perpaduan etnis, dan nilai-nilai budaya masyarakatnya. Bahasa Palembang, yang merupakan bentuk dialek dari Bahasa Melayu, memiliki kekhasan tersendiri baik dari segi pelafalan, kosa kata, maupun intonasi. Bagaimana dengan Bahasa Palembang: Ciri Khas, Dialek, dan Pengaruhnya?
Dalam artikel ini, kita akan mengenal lebih dalam tentang Bahasa Palembang: dari sejarah dan ciri khasnya, ragam dialek, hingga pengaruhnya terhadap budaya dan identitas masyarakat Sumatera Selatan.
1. Sejarah Bahasa Palembang
Bahasa Palembang berakar dari Bahasa Melayu, yang telah digunakan sejak masa Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 M). Sebagai pusat perdagangan dan agama Buddha terbesar di Asia Tenggara saat itu, Palembang menjadi tempat berkumpulnya para pedagang dan pelajar dari berbagai wilayah, termasuk India, Tiongkok, dan Nusantara. Interaksi ini memperkaya bahasa lokal dengan kosakata asing, terutama Sanskerta, Tamil, dan Arab.
Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam (abad ke-17), Bahasa Melayu Palembang menjadi bahasa resmi kerajaan, digunakan dalam urusan pemerintahan, hukum, hingga sastra. Setelah kedatangan Belanda dan masa kolonial, bahasa ini juga dipengaruhi oleh Bahasa Belanda dan kemudian Bahasa Indonesia pasca-kemerdekaan.
2. Ciri Khas Bahasa Palembang
Bahasa Palembang memiliki sejumlah ciri linguistik yang membedakannya dari Bahasa Melayu Riau atau Melayu Deli, antara lain:
a. Intonasi Halus dan Sopan
Bahasa Palembang dikenal memiliki intonasi lembut dan sopan, mencerminkan karakter masyarakat Palembang yang halus dalam bertutur.
Contoh:
- “Kito” (kita)
- “Galo” (semua)
- “Nak ke mano?” (Mau ke mana?)
- “Dak apo-apo” (Tidak apa-apa)
b. Imbuhan Khas
Beberapa imbuhan dalam Bahasa Palembang mengalami perubahan dibandingkan Bahasa Indonesia. Misalnya:
- Me- menjadi nge- atau ma-
Contoh: Melempar → Ngelempar - Ter- menjadi ke-
Contoh: Tertawa → Ketawo
c. Kata Sapaan Kultural
Sapaan dalam Bahasa Palembang mencerminkan budaya patriarki dan relasi sosial:
- Kakak → Kak
- Adik → Dik
- Ayah → Pak / Bapak
- Ibu → Mak / Emak
Bahasa ini juga sangat memperhatikan tata krama, sehingga dalam berbicara kepada orang tua atau orang yang dihormati, digunakan bentuk yang lebih halus dan tidak langsung.
3. Ragam Dialek dalam Bahasa Palembang
Bahasa Palembang terbagi menjadi dua dialek utama:
a. Dialek Palembang Ilir
Dialek ini digunakan di wilayah utara Sungai Musi, seperti di kawasan 16 Ilir dan sekitarnya. Ciri khasnya adalah penggunaan kata-kata yang lebih kasual dan ekonomis. Dialek ini cenderung lebih populer dalam percakapan sehari-hari dan digunakan di pasar, terminal, dan tempat umum.
Contoh:
- “Dak katek” (Tidak ada)
- “Bebalo” (Bosan)
- “Ngapo galak marah bae?” (Kenapa kamu suka marah-marah?)
b. Dialek Palembang Ulu
Dialek ini dituturkan di wilayah selatan Sungai Musi, seperti di 5 Ulu, Plaju, dan sekitarnya. Dialek ini cenderung lebih halus dan lebih formal.
Contoh:
- “Iyo, ambo galak nian” (Iya, saya sangat suka)
- “Sampun mak, galo be” (Sudah ibu, semuanya saja)
Perbedaan dialek ini juga menunjukkan lapisan sosial dan wilayah geografis pengguna bahasa.
4. Bahasa Palembang dalam Sastra dan Budaya
Bahasa Palembang tidak hanya digunakan dalam percakapan, tetapi juga hidup dalam bentuk sastra lisan dan tulisan, seperti:
- Pantun dan syair Palembang
- Cerita rakyat seperti Legenda Kemaro
- Lagu daerah, seperti “Dek Sangke” dan “Gending Sriwijaya”
- Peribahasa dan pepatah yang mengandung nilai-nilai luhur
Sastra lisan ini banyak dituturkan dalam acara adat, seperti pernikahan, khitanan, dan kenduri, di mana penutur menggunakan bahasa tinggi dan penuh simbolisme.
5. Pengaruh Bahasa Palembang terhadap Bahasa Indonesia
Sebagai bagian dari rumpun Bahasa Melayu, Bahasa Palembang memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan Bahasa Indonesia, terutama dalam hal kosakata dan struktur kalimat.
Beberapa kata dalam Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu Palembang atau digunakan secara luas di Sumatera Selatan, misalnya:
- “Empek-empek” → Pempek
- “Kapal selam” → Jenis pempek isi telur
- “Cuko” → Kuah asam manis dari gula aren dan cabai
- “Bujang” → Laki-laki muda yang belum menikah
- “Ambo” → Aku (juga digunakan di Minang)
Selain itu, dalam komunikasi sehari-hari di Sumatera Selatan, banyak masyarakat yang beralih kode antara Bahasa Palembang dan Bahasa Indonesia, tergantung konteks sosial dan lawan bicara.
Baca juga: Serangan Kesultanan Demak terhadap Portugis di Malaka
6. Tantangan Pelestarian Bahasa Palembang
Di era globalisasi dan dominasi Bahasa Indonesia, Bahasa Palembang menghadapi tantangan serius, seperti:
- Generasi muda yang lebih memilih berbicara dalam Bahasa Indonesia atau bahasa gaul
- Kurangnya dokumentasi formal dan pengajaran Bahasa Palembang di sekolah
- Minimnya media massa lokal yang menggunakan Bahasa Palembang
Namun, upaya pelestarian tetap dilakukan oleh komunitas budaya dan pemerintah, seperti:
- Penyusunan Kamus Bahasa Palembang
- Penyelenggaraan lomba pidato dan pantun berbahasa Palembang
- Penggunaan Bahasa Palembang dalam sinetron lokal dan acara TV daerah
7. Bahasa Palembang dalam Kehidupan Modern
Meskipun menghadapi tantangan, Bahasa Palembang tetap eksis dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Bahkan kini, banyak konten kreator lokal di media sosial yang mempopulerkan Bahasa Palembang melalui:
- Video humor berbahasa lokal
- Drama pendek dengan tema keseharian
- Lagu modern yang memasukkan kosakata Palembang
- Meme dan status Facebook berbahasa Palembang
Hal ini menunjukkan bahwa bahasa daerah tetap bisa beradaptasi dengan zaman dan menjadi media ekspresi yang relevan di era digital.
Penutup
Bahasa Palembang bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga cermin identitas, sejarah, dan nilai-nilai masyarakat Melayu Palembang. Dengan kekhasannya yang sopan, lembut, dan penuh nuansa budaya, bahasa ini layak untuk terus dilestarikan.
Dalam dunia yang kian seragam karena globalisasi, menjaga keunikan bahasa lokal seperti Bahasa Palembang menjadi bentuk nyata dari menjaga keberagaman budaya Indonesia. Perlu peran bersama – dari masyarakat, pendidik, pemerintah, hingga media – agar Bahasa Palembang tetap hidup dan berkembang, tidak hanya di lingkungan rumah tetapi juga di ruang publik dan digital.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apakah Bahasa Palembang sama dengan Bahasa Melayu?
Tidak sepenuhnya sama. Bahasa Palembang adalah salah satu dialek dari Bahasa Melayu yang berkembang dengan ciri khas tersendiri, baik dari segi intonasi, kosa kata, maupun struktur kalimat.
2. Berapa dialek utama dalam Bahasa Palembang?
Ada dua dialek utama: Dialek Palembang Ilir (lebih kasual dan umum) dan Dialek Palembang Ulu (lebih halus dan sopan).
3. Apa ciri khas utama Bahasa Palembang?
Ciri khasnya adalah pelafalan yang lembut, penggunaan imbuhan yang khas, serta banyak kata-kata sapaan dan ungkapan sopan santun.
4. Apakah Bahasa Palembang masih digunakan generasi muda?
Penggunaan di kalangan generasi muda menurun, namun masih cukup eksis, terutama dalam bentuk informal, media sosial, dan acara keluarga.
5. Apa upaya yang dilakukan untuk melestarikan Bahasa Palembang?
Pelestarian dilakukan melalui lomba budaya, pengajaran sastra lokal, dokumentasi bahasa, serta promosi melalui media digital dan komunitas budaya.
Referensi
- Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud
- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang: https://disbudpar.palembang.go.id
- Kamus Bahasa Palembang – Melayu Sumatera Selatan
- Jurnal Bahasa dan Sastra Nusantara (UNSRI)
- Tempo.co – Pelestarian Bahasa Daerah di Sumatera Selatan
- Kompas.com – Bahasa Palembang dan Dinamika Dialek Melayu