Nama Bacharuddin Jusuf Habibie tak bisa dilepaskan dari sejarah teknologi Indonesia, khususnya di bidang kedirgantaraan. Habibie bukan hanya Presiden Republik Indonesia ketiga, tetapi juga seorang teknokrat visioner yang memiliki mimpi besar membangun industri pesawat terbang dalam negeri. Di balik jas kepresidenannya, Habibie adalah simbol kejayaan Indonesia dalam bidang teknologi tinggi. Bagaimana B J Habibie dan Teknologi: Mimpi Besar Industri Dirgantara Indonesia?
Artikel B J Habibie dan Teknologi ini akan membahas secara menyeluruh kiprah B.J. Habibie dalam membangun industri dirgantara Indonesia, termasuk perjalanan kariernya, pencapaian teknisnya, hingga tantangan dan warisan yang ditinggalkannya.
Awal Karier dan Visi Teknologi
Habibie lahir pada 25 Juni 1936 di Parepare, Sulawesi Selatan. Setelah menamatkan SMA di Bandung, ia melanjutkan studi teknik penerbangan di RWTH Aachen, Jerman Barat. Ia kemudian bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB), perusahaan dirgantara Jerman, dan dikenal luas atas penemuannya di bidang keretakan termal pada pesawat yang disebut “Habibie Factor”.
Prestasi Habibie di luar negeri sangat gemilang. Ia menjabat sebagai Vice President Technology di MBB, sebuah pencapaian langka bagi warga negara dunia ketiga. Namun kecintaannya pada tanah air membuatnya kembali ke Indonesia setelah diminta oleh Presiden Soeharto untuk membantu membangun basis teknologi nasional.
Membangun Industri Dirgantara Nasional
Pada 1976, Habibie mendirikan Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN), yang kemudian dikenal sebagai PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Tujuannya jelas: Indonesia harus mandiri dalam teknologi penerbangan dan tidak terus bergantung pada produk asing.
Beberapa pencapaian penting Habibie dan IPTN:
1. Pesawat CN-235
Bekerja sama dengan CASA (Spanyol), IPTN merancang dan memproduksi CN-235, pesawat angkut ringan berkapasitas 35-50 penumpang. CN-235 digunakan oleh militer dan juga sipil di berbagai negara, termasuk Korea Selatan, Turki, dan Uni Emirat Arab.
2. Pesawat N-250 Gatotkaca
Ini adalah kebanggaan nasional. N-250 adalah pesawat turboprop regional yang sepenuhnya didesain dan dikembangkan oleh putra-putri Indonesia. Diluncurkan pada 1995 di Bandung, N-250 menggunakan teknologi fly-by-wire, sistem kendali elektronik yang canggih dan jarang digunakan pada pesawat turboprop saat itu.
Peluncuran N-250 menandai puncak kejayaan industri dirgantara Indonesia, dan menjadi simbol nyata bahwa Indonesia bisa bersaing di panggung teknologi global.
Habibie sebagai Menteri Riset dan Teknologi
Habibie menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) selama dua dekade (1978–1998). Ia mengembangkan berbagai lembaga dan kebijakan strategis untuk mendorong riset dan teknologi, di antaranya:
- BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi)
- LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
- Pengembangan SDM teknologi lewat program beasiswa Habibie
Habibie yakin bahwa untuk menjadi bangsa maju, Indonesia harus berdaulat secara teknologi, dan kunci utamanya adalah investasi pada pendidikan, penelitian, dan pengembangan industri strategis.
Krisis 1998: Mimpi yang Tertunda
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997-1998 membawa dampak besar terhadap industri strategis, termasuk PTDI. Dalam masa transisi dan tekanan IMF, banyak program riset dihentikan, termasuk pengembangan N-250 yang menjadi korban restrukturisasi ekonomi.
Habibie yang kala itu menjabat sebagai presiden pun tak mampu menyelamatkan proyek ambisiusnya. Industri pesawat sempat mengalami stagnasi dan PHK besar-besaran. Namun mimpi Habibie tetap hidup dalam ingatan bangsa.
Baca juga: Dampak Demokrasi Terpimpin terhadap Ekonomi dan Sosial di Indonesia
Warisan Teknologi dan Semangat Kebangsaan
Walau tidak semua visinya berhasil diwujudkan secara utuh, warisan B.J. Habibie dalam bidang teknologi sangat besar. Ia telah meletakkan fondasi kuat bagi industri nasional berbasis riset dan inovasi. Hingga kini, PTDI tetap memproduksi pesawat CN-235 dan NC-212, serta aktif dalam pasar ekspor dirgantara Asia dan Afrika.
Habibie juga meninggalkan warisan semangat nasionalisme ilmiah—bahwa bangsa Indonesia mampu berdiri sejajar dengan negara-negara maju jika berani bermimpi dan bekerja keras dalam penguasaan teknologi.
Kebangkitan Kembali Industri Dirgantara
Dalam beberapa tahun terakhir, semangat yang ditinggalkan Habibie mulai dihidupkan kembali:
- PTDI aktif bekerja sama dengan Airbus dan Boeing sebagai mitra komponen.
- Program R80, penerus N-250 yang dirancang oleh PT Regio Aviasi Industri (RAI), didirikan oleh keluarga Habibie untuk melanjutkan visi pesawat penumpang regional buatan Indonesia.
- Dukungan pemerintah terhadap industri pertahanan dan dirgantara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Meskipun tantangannya masih besar, mimpi Habibie tentang Indonesia yang unggul dalam teknologi tetap menjadi inspirasi generasi muda bangsa.
Kesimpulan
B J Habibie dan Teknologi, bukan hanya teknokrat tetapi juga pemimpi besar yang berani mengambil langkah nyata untuk membangun Indonesia yang mandiri dalam teknologi. Melalui pendirian PTDI, pengembangan pesawat N-250, dan kebijakan riset nasional, ia membuktikan bahwa anak bangsa bisa menguasai teknologi tinggi jika diberi kesempatan dan dukungan.
Mimpi Habibie memang sempat tertunda akibat krisis ekonomi dan tekanan global, namun warisan semangatnya hidup dan terus menyala. Kini, saat dunia bergerak ke era teknologi dan inovasi, warisan Habibie semakin relevan: bangsa besar adalah bangsa yang menguasai teknologi.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa itu pesawat N-250 yang dikembangkan oleh Habibie?
N-250 adalah pesawat turboprop regional berkapasitas 50–70 penumpang yang dirancang sepenuhnya oleh para insinyur Indonesia di bawah pimpinan B.J. Habibie. Pesawat ini diluncurkan pada 1995 dan menjadi simbol kebanggaan nasional.
2. Apa saja prestasi B.J. Habibie di bidang teknologi dirgantara?
Habibie berhasil mendirikan PTDI (dulu IPTN), mengembangkan CN-235 dan N-250, menjabat sebagai Wakil Presiden Teknologi di MBB Jerman, serta memajukan riset dan teknologi nasional melalui berbagai lembaga seperti BPPT dan LIPI.
3. Mengapa proyek pesawat N-250 dihentikan?
Proyek N-250 terhenti akibat krisis moneter 1998 dan tekanan dari IMF yang meminta Indonesia menghentikan proyek-proyek industri strategis demi reformasi ekonomi.
4. Apa perbedaan CN-235 dan N-250?
CN-235 dikembangkan bersama Spanyol dan lebih ditujukan untuk angkutan militer dan sipil, sedangkan N-250 adalah pesawat sipil penumpang yang sepenuhnya dirancang oleh Indonesia dan dilengkapi teknologi fly-by-wire.
5. Apakah industri pesawat Indonesia masih ada sekarang?
Ya. PTDI masih aktif memproduksi dan mengekspor pesawat. Selain itu, program R80 yang merupakan kelanjutan semangat N-250 juga terus dikembangkan oleh Regio Aviasi Industri.
Referensi
- PT Dirgantara Indonesia – https://www.indonesian-aerospace.com
- Habibie Center – https://www.habibiecenter.or.id
- BBC Indonesia, “N-250: Pesawat Buatan Indonesia yang Terbang Sebelum Krisis”
- Kompas, “Warisan Teknologi Habibie di Dunia Dirgantara”
- Tirto.id, “B.J. Habibie dan Mimpi Industri Dirgantara Indonesia”