Akulturasi budaya adalah proses percampuran dua budaya atau lebih yang saling memengaruhi dan melahirkan unsur budaya baru, tanpa menghilangkan ciri khas budaya aslinya. Salah satu contoh akulturasi yang sangat berpengaruh dalam sejarah Indonesia adalah interaksi antara budaya Belanda dan budaya lokal selama masa penjajahan, yang berlangsung lebih dari tiga abad (1602–1942). Hubungan ini membentuk berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Indonesia, mulai dari arsitektur, bahasa, sistem pendidikan, hingga kuliner.
Walaupun kolonialisme memiliki sisi gelap berupa eksploitasi dan penindasan, proses akulturasi budaya yang terjadi selama periode itu tidak bisa diabaikan dalam pembentukan identitas Indonesia saat ini. Artikel ini akan membahas bagaimana budaya Belanda dan Indonesia saling berinteraksi, apa saja wujud akulturasinya, serta bagaimana pengaruh itu masih terlihat hingga kini.
Sejarah Singkat Hubungan Indonesia dan Belanda
Masuknya Belanda ke Nusantara dimulai pada abad ke-17 melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Tujuan awalnya adalah mencari rempah-rempah dan menguasai perdagangan. Namun, dalam perkembangannya, Belanda mulai menguasai wilayah-wilayah strategis di Indonesia, mendirikan pemerintahan kolonial, dan mengatur sistem sosial-politik masyarakat lokal.
Selama lebih dari 300 tahun, hubungan antara bangsa Indonesia dan Belanda tidak hanya terbatas pada aspek politik dan ekonomi, tetapi juga terjadi percampuran budaya yang berlangsung secara alami maupun terstruktur. Meskipun terjadi dalam konteks penjajahan, interaksi ini menimbulkan dampak kebudayaan yang signifikan.
Bentuk-Bentuk Akulturasi Budaya Indonesia dan Belanda
1. Arsitektur Kolonial
Salah satu bentuk paling nyata dari akulturasi adalah pada gaya arsitektur bangunan. Belanda membawa gaya arsitektur Eropa klasik seperti neoklasik, gotik, hingga art deco. Namun, karena kondisi iklim tropis Indonesia, gaya tersebut diadaptasi agar lebih sesuai dengan lingkungan lokal.
Contoh bangunan akulturasi:
- Gedung Lawang Sewu di Semarang
- Kota Tua Batavia (Jakarta)
- Istana Maimun di Medan
Bangunan-bangunan ini memadukan unsur struktur Eropa dengan elemen tropis seperti atap tinggi, ventilasi besar, dan penggunaan material lokal.
2. Bahasa
Bahasa Belanda menjadi bahasa resmi pemerintahan, pendidikan, dan hukum pada masa kolonial. Walau kini sudah tidak digunakan secara luas, pengaruhnya masih terlihat dalam berbagai istilah yang digunakan dalam bahasa Indonesia modern, seperti:
- Kantor (van kantoor)
- Polisi (van politie)
- Asbak (van asbak)
- Resleting (van ritssluiting)
- Nota (van nota)
Selain itu, banyak tokoh pergerakan nasional seperti Soekarno, Hatta, dan Sutan Sjahrir menguasai bahasa Belanda karena pendidikan mereka berlangsung di institusi kolonial.
3. Pendidikan
Sistem pendidikan Belanda mulai diperkenalkan di Hindia Belanda sejak pertengahan abad ke-19. Sekolah-sekolah seperti ELS (Europeesche Lagere School), HBS (Hoogere Burger School), dan STOVIA (untuk pendidikan kedokteran pribumi) menjadi cikal bakal pendidikan modern di Indonesia.
Dalam konteks akulturasi, sistem kurikulum dan model pengajaran Eropa diadopsi, tetapi juga disesuaikan dengan konteks lokal. Pendidikan menjadi salah satu jalan munculnya kesadaran nasional dan perjuangan kemerdekaan.
4. Sistem Hukum dan Administrasi
Belanda memperkenalkan sistem hukum tertulis, pencatatan sipil, dan administrasi pemerintahan modern. Sistem tersebut mengatur struktur birokrasi yang terorganisir, yang kemudian diadopsi oleh pemerintah Indonesia pasca-kemerdekaan.
Contoh warisan administratif:
- Penggunaan akta kelahiran dan kematian
- Penetapan aturan hukum dalam bentuk undang-undang tertulis
- Pembagian wilayah administratif (kecamatan, kabupaten)
