Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Belanda tidak serta-merta mengakui kedaulatan Indonesia. Mereka berusaha merebut kembali kekuasaan melalui dua agresi militer yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I dan II. Kedua agresi ini bertujuan untuk menggagalkan kemerdekaan Indonesia dan mengembalikan Indonesia ke dalam kendali Belanda. Namun, upaya ini pada akhirnya gagal berkat perlawanan rakyat Indonesia dan tekanan internasional. Artikel ini akan membahas latar belakang, jalannya pertempuran, serta dampak dari kedua agresi tersebut.
Latar Belakang Agresi Militer Belanda
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia mendapat dukungan dari Inggris untuk kembali ke Nusantara. Inggris, yang bertugas melucuti tentara Jepang di Indonesia, membawa pasukan Belanda dalam Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Kehadiran Belanda ini memicu berbagai konflik dengan rakyat Indonesia.
Di sisi lain, diplomasi antara Indonesia dan Belanda melalui berbagai perundingan, seperti Perjanjian Linggarjati (15 November 1946), tidak membuahkan hasil. Belanda melanggar perjanjian tersebut dan melancarkan agresi militer.
Agresi Militer Belanda I (21 Juli – 5 Agustus 1947)
Tujuan dan Jalannya Agresi
Pada 21 Juli 1947, Belanda melancarkan serangan besar-besaran terhadap wilayah-wilayah Republik Indonesia. Serangan ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I. Belanda menamakan operasi ini “Aksi Polisionil” dengan dalih menjaga ketertiban dan keamanan.
Belanda menyerang berbagai kota penting di Pulau Jawa dan Sumatra, seperti:
- Jawa Barat (Bandung, Bogor, dan Cirebon)
- Jawa Tengah (Semarang dan Pekalongan)
- Jawa Timur (Madiun dan Malang)
- Sumatra Timur (Medan dan sekitarnya)
Perlawanan Indonesia
Meskipun Belanda memiliki keunggulan dalam persenjataan, pasukan Indonesia tetap melakukan perlawanan sengit melalui perang gerilya. Tokoh-tokoh militer seperti Jenderal Sudirman memainkan peran penting dalam strategi perang ini.
Reaksi Internasional
Serangan Belanda ini mendapat kecaman internasional, terutama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dewan Keamanan PBB akhirnya mendesak kedua pihak untuk melakukan gencatan senjata dan berunding. Hal ini menghasilkan Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948. Sayangnya, perjanjian ini menguntungkan Belanda karena Indonesia harus mundur dari beberapa wilayah yang sebelumnya dikuasai.
Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948 – 1949)
Latar Belakang
Setelah Perjanjian Renville, Belanda masih belum mengakui kemerdekaan Indonesia. Mereka kembali melancarkan serangan besar-besaran yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948. Sasaran utama dari agresi ini adalah Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota Republik Indonesia.
Jalannya Agresi
Pada pagi hari 19 Desember 1948, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Spoor menyerbu Yogyakarta. Mereka berhasil menduduki kota dan menangkap pemimpin Republik Indonesia, termasuk Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Belanda kemudian mendeklarasikan bahwa Indonesia sudah tidak ada lagi.
Perlawanan Gerilya
Meskipun para pemimpin telah ditangkap, perjuangan tidak berhenti. Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya dari luar kota dan membuktikan bahwa Indonesia masih berdaulat. Salah satu momen penting dalam perlawanan ini adalah Serangan Umum 1 Maret 1949, yang dipimpin oleh Soeharto dan berhasil merebut Yogyakarta dalam waktu enam jam.
Tekanan Internasional dan Akhir Agresi
Agresi Militer Belanda II kembali mendapat kecaman dunia. PBB mengeluarkan resolusi yang memerintahkan Belanda untuk menghentikan serangan dan mengembalikan pemerintahan Indonesia. Akibat tekanan internasional yang semakin besar, Belanda akhirnya dipaksa untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949, yang berujung pada pengakuan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949.
Dampak Agresi Militer Belanda
1. Meningkatnya Semangat Nasionalisme
Agresi ini justru memperkuat tekad rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan semakin mempersatukan bangsa dalam melawan penjajah.
2. Perlawanan Gerilya yang Efektif
Taktik perang gerilya yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) terbukti efektif dalam menghadapi pasukan Belanda yang lebih unggul dalam persenjataan.
3. Peran Besar Masyarakat Internasional
Kecaman dari berbagai negara, terutama dari Amerika Serikat dan India, membuat Belanda kehilangan dukungan internasional.
4. Pengakuan Kedaulatan Indonesia
Pada akhirnya, agresi ini berujung pada perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB), yang membuat Belanda harus mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949.
Baca juga: Penumpasan PKI Madiun: Strategi, Pertempuran, dan Dampaknya
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa tujuan utama Belanda melakukan Agresi Militer I dan II?
Tujuan utama Belanda adalah merebut kembali wilayah Indonesia dan mengembalikan kontrol mereka setelah Perang Dunia II.
2. Bagaimana reaksi dunia terhadap Agresi Militer Belanda?
Reaksi dunia sangat negatif. PBB mengecam tindakan Belanda dan mendesak mereka untuk menghentikan agresi. Tekanan internasional akhirnya memaksa Belanda untuk mengakui kedaulatan Indonesia.
3. Apa peran Jenderal Sudirman dalam menghadapi agresi militer Belanda?
Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya melawan Belanda dan menjadi simbol perlawanan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.
4. Apa yang menyebabkan Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia?
Tekanan dari dunia internasional, perlawanan gerilya yang efektif, dan ketidakmampuan Belanda untuk menguasai Indonesia secara penuh menyebabkan mereka harus mengakui kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar pada 1949.
5. Apa dampak dari Agresi Militer Belanda terhadap Indonesia?
Dampaknya antara lain meningkatnya nasionalisme, berkembangnya taktik perang gerilya, serta diakuinya kedaulatan Indonesia secara resmi oleh Belanda.
Referensi
- Ricklefs, M. C. (2008). A History of Modern Indonesia Since c. 1200. Stanford University Press.
- Kahin, G. M. (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Cornell University Press.
- Cribb, R. (2000). Historical Dictionary of Indonesia. Scarecrow Press.
Dengan artikel ini, diharapkan pembaca memahami pentingnya Agresi Militer Belanda I dan II dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.