Home » Sejarah » Agama dan Kepercayaan di Kerajaan Kediri: Antara Hindu dan Buddha
Posted in

Agama dan Kepercayaan di Kerajaan Kediri: Antara Hindu dan Buddha

Agama dan Kepercayaan di Kerajaan Kediri: Antara Hindu dan Buddha (ft.istimewa)
Agama dan Kepercayaan di Kerajaan Kediri: Antara Hindu dan Buddha (ft.istimewa)
sekolahGHAMA

Kerajaan Kediri, yang berkembang pesat pada abad ke-11 hingga ke-13 M, merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara yang berperan penting dalam membentuk kebudayaan Jawa klasik. Terletak di wilayah Jawa Timur, tepatnya di sekitar aliran Sungai Brantas, kerajaan ini bukan hanya terkenal karena kemajuan ekonominya, tetapi juga karena peranannya dalam perkembangan agama dan kepercayaan di Kerajaan Kediri.

Agama dan kepercayaan di Kerajaan Kediri sangat dipengaruhi oleh dua ajaran besar: Hindu dan Buddha. Kedua agama ini telah berakulturasi dengan tradisi lokal dan menjadi dasar spiritual, sosial, dan budaya masyarakat Kediri. Dalam artikel ini, kita akan mengulas secara mendalam bagaimana agama Hindu dan Buddha memengaruhi kehidupan di Kerajaan Kediri, mulai dari peran raja, pembangunan candi, kehidupan spiritual, hingga kontribusi dalam kesusastraan.


Latar Belakang Penyebaran Hindu-Buddha di Nusantara

Sebelum membahas kondisi keagamaan di Kediri, penting untuk memahami bahwa masuknya Hindu dan Buddha ke Nusantara terjadi melalui jalur perdagangan maritim. Sejak awal Masehi, para pedagang dan brahmana dari India membawa ajaran ini ke berbagai wilayah, termasuk Jawa.

Pengaruh kedua agama ini menyebar melalui perdagangan, pernikahan politik, misi keagamaan, dan pendidikan, dan lambat laun menjadi bagian penting dalam sistem kerajaan-kerajaan kuno, termasuk Kediri.


Peran Hindu dalam Kerajaan Kediri

1. Hindu-Siwa sebagai Ajaran Utama

Di Kediri, ajaran Hindu-Siwaisme menjadi yang paling dominan. Hal ini terlihat dari berbagai peninggalan prasasti dan candi yang memuliakan Dewa Siwa. Siwa dianggap sebagai dewa pelindung kerajaan dan simbol kekuasaan spiritual raja.

Beberapa prasasti, seperti Prasasti Sirah Keting dan Prasasti Ngantang, menunjukkan bahwa para raja Kediri menggunakan gelar-gelar Hindu dan menganggap diri mereka sebagai penjelmaan dewa (devaraja).

2. Upacara Keagamaan dan Peran Brahmana

Kehidupan keagamaan di Kediri sangat diwarnai oleh peran kaum brahmana yang menjadi penasehat spiritual raja dan pelaksana upacara. Mereka mengatur tata cara keagamaan, kalender upacara, hingga pendidikan rohani masyarakat elit dan bangsawan.

Upacara seperti Aswamedha (kurban kuda) mungkin tidak dilakukan secara harfiah, tetapi secara simbolik menunjukkan supremasi raja atas wilayah kekuasaannya.

3. Simbolisme dalam Arsitektur

Pembangunan candi dan arca Siwa menegaskan kehadiran kuat ajaran Hindu. Walau banyak peninggalan fisik dari Kediri tidak semegah kerajaan-kerajaan setelahnya, namun keberadaan Candi Gurah, Candi Mirigambar, dan arca-arca di Tulungagung menjadi saksi bisu kepercayaan kepada Dewa Siwa.


Peran Agama Buddha di Kediri

1. Sinkretisme Hindu-Buddha

Walaupun Hindu lebih dominan, ajaran Buddha Mahayana juga berkembang di Kediri. Bahkan, dalam beberapa karya sastra seperti Smaradhahana dan Kakawin Bharatayudha, terlihat adanya sinkretisme antara ajaran Hindu dan Buddha.

Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat Kediri terbuka terhadap pluralisme dan menjadikan agama sebagai sarana spiritual dan budaya, bukan sebagai alat pemecah belah.

2. Tokoh Buddha dalam Sastra

Dalam Kakawin Smaradhahana karya Mpu Dharmaja, meskipun berakar pada mitologi Hindu, terdapat unsur simbolis Buddhis yang menggambarkan konsep cinta sebagai jalan menuju pencerahan spiritual.

Pengaruh Buddha juga tampak dalam pandangan hidup yang mengajarkan keseimbangan, dharma, dan pelepasan dari ikatan duniawi.


Agama dan Kehidupan Sehari-Hari

1. Kepercayaan Masyarakat Umum

Di luar lingkungan istana, masyarakat Kediri juga memiliki bentuk kepercayaan lokal yang bercampur dengan Hindu dan Buddha. Mereka memuja roh leluhur (animisme) dan makhluk-makhluk halus yang diasosiasikan dengan kekuatan alam.

Akulturasi inilah yang menghasilkan praktik spiritual khas Jawa, seperti ritual sesajen, ziarah ke situs keramat, dan penghormatan terhadap tokoh spiritual.

2. Etika dan Hukum Berdasarkan Dharma

Ajaran Dharma (kebenaran atau hukum moral) menjadi landasan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai seperti kesetiaan, keadilan, keberanian, dan penghormatan kepada guru serta orang tua dijunjung tinggi. Ini terbukti dalam berbagai karya sastra dan prasasti yang diwariskan.


Raja sebagai Pemimpin Spiritual

Salah satu ciri khas kerajaan bercorak Hindu-Buddha seperti Kediri adalah konsep devaraja, yakni raja sebagai wakil dewa di bumi. Raja dianggap memiliki kekuatan spiritual dan bertugas menjaga keseimbangan dunia.

Raja Jayabaya, salah satu raja terbesar Kediri, dikenal tidak hanya sebagai penguasa, tetapi juga seorang visioner spiritual yang konon memiliki kemampuan meramal masa depan. Ramalan Jayabaya (Jangka Jayabaya) menjadi bagian dari tradisi mistik Jawa hingga sekarang.


Peran Sastra dalam Penyebaran Ajaran Keagamaan

Kerajaan Kediri dikenal sebagai pusat kesusastraan Jawa Kuno, dan sebagian besar karya-karya tersebut mengandung ajaran moral dan spiritual.

1. Kakawin Bharatayudha

Karya ini merupakan adaptasi dari Mahabharata, sebuah epos besar India, dan digunakan untuk menyampaikan nilai-nilai dharma kepada masyarakat. Tokoh-tokoh dalam cerita tidak hanya menjadi panutan, tetapi juga mewakili kekuatan moral dalam masyarakat.

2. Pengaruh terhadap Majapahit dan Jawa Modern

Ajaran agama dan konsep ketuhanan yang berkembang di Kediri menjadi fondasi bagi kerajaan-kerajaan berikutnya, terutama Majapahit, yang mewarisi banyak nilai spiritual dan budaya dari Kediri.

Baca juga: Dampak 350 Tahun Penjajahan Belanda terhadap Ekonomi dan Sosial Masyarakat Indonesia


Kesimpulan

Agama dan kepercayaan di Kerajaan Kediri menunjukkan perpaduan harmonis antara ajaran Hindu-Siwaisme, Buddha Mahayana, dan kepercayaan lokal. Meskipun Hindu lebih dominan, namun nilai-nilai Buddhis juga turut memengaruhi kehidupan spiritual, etika, dan sastra di masa itu.

Peran raja sebagai pemimpin spiritual, kehadiran kaum brahmana, ritual-ritual keagamaan, serta kekayaan karya sastra menunjukkan tingginya tingkat peradaban dan toleransi keagamaan di masa Kediri.

Pemahaman terhadap kehidupan religius Kerajaan Kediri bukan hanya penting dari sisi sejarah, tetapi juga memberikan pelajaran tentang pluralisme, kebijaksanaan lokal, dan integrasi budaya yang relevan hingga masa kini.


FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Apakah agama utama di Kerajaan Kediri?

Agama utama di Kerajaan Kediri adalah Hindu-Siwaisme, meskipun ajaran Buddha Mahayana juga dianut oleh sebagian masyarakat dan tokoh istana.

2. Apakah Kerajaan Kediri menganut agama secara resmi?

Ya, kerajaan Kediri secara resmi menganut Hindu, dengan raja dianggap sebagai penjelmaan dewa (devaraja). Namun, terdapat toleransi terhadap agama Buddha dan kepercayaan lokal.

3. Apakah ada peninggalan keagamaan dari masa Kediri?

Ada beberapa peninggalan seperti prasasti, arca Siwa, serta candi-candi kecil seperti Candi Gurah dan Candi Tondowongso yang diyakini berasal dari masa Kediri.

4. Apakah ajaran Hindu-Buddha masih memengaruhi budaya Jawa saat ini?

Ya, banyak nilai-nilai dan tradisi Hindu-Buddha dari masa Kediri yang masih hidup dalam kebudayaan Jawa modern, termasuk dalam upacara adat, seni pertunjukan, dan kepercayaan spiritual.

5. Siapa tokoh spiritual terkenal dari Kerajaan Kediri?

Raja Jayabaya adalah tokoh spiritual yang paling dikenal. Ia dianggap memiliki kekuatan mistis dan ramalannya masih dibaca hingga kini oleh sebagian masyarakat Jawa.


Referensi

  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Balai Pustaka.
  • Zoetmulder, P.J. Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan.
  • Tim Depdikbud. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Sejarah dan Peradaban. Jakarta: PT Ichtiar Baru.
  • Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa – https://badanbahasa.kemdikbud.go.id
  • Situs Cagar Budaya Nasional – https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.