Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko bencana alam tertinggi di dunia. Dari Sabang hingga Merauke, berbagai ancaman seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, dan tanah longsor dapat terjadi kapan saja. Dalam kondisi ini, pendidikan kebencanaan menjadi langkah penting untuk membangun kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat agar mampu menghadapi bencana dengan tangguh dan efektif.
Artikel Pendidikan Kebencanaan: Membangun Kesadaran Masyarakat Indonesia ini membahas pentingnya pendidikan kebencanaan di Indonesia, strategi penerapannya, serta contoh nyata keberhasilan program edukasi kebencanaan di berbagai daerah.
1. Mengapa Pendidikan Kebencanaan Itu Penting?
Pendidikan kebencanaan adalah upaya sistematis untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap tanggap terhadap risiko bencana. Tujuannya agar masyarakat tidak hanya menjadi korban pasif, tetapi juga subjek aktif dalam upaya mitigasi dan penanggulangan bencana.
Menurut BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), kesadaran masyarakat menjadi faktor kunci dalam menurunkan jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi akibat bencana. Banyak korban bukan karena kekuatan bencana itu sendiri, tetapi karena kurangnya kesiapan dan pemahaman masyarakat dalam menghadapi situasi darurat.
2. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Kebencanaan
Beberapa tujuan utama pendidikan kebencanaan di Indonesia antara lain:
- Meningkatkan kesadaran risiko: Masyarakat memahami potensi bencana di lingkungannya.
- Mengajarkan langkah mitigasi: Warga tahu apa yang harus dilakukan sebelum, saat, dan setelah bencana.
- Membangun budaya siaga: Kesiapsiagaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
- Meningkatkan kerja sama sosial: Masyarakat saling membantu dalam situasi darurat.
Dari sisi manfaat, pendidikan kebencanaan dapat:
- Menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerugian.
- Memperkuat ketahanan komunitas lokal.
- Membentuk masyarakat yang tangguh dan peduli terhadap lingkungan.
3. Bentuk-Bentuk Pendidikan Kebencanaan di Indonesia
a. Integrasi ke dalam Kurikulum Sekolah
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengintegrasikan materi kebencanaan ke dalam Kurikulum Merdeka, terutama pada mata pelajaran IPS, IPA, dan PPKn.
Melalui pembelajaran tematik, siswa diajak memahami konsep mitigasi, mengenal jenis bencana, dan berlatih simulasi evakuasi.
🔹 Contoh nyata:
Di SMPN 1 Sleman, Yogyakarta, siswa rutin mengikuti simulasi tanggap bencana gunung berapi setiap enam bulan. Kegiatan ini bekerja sama dengan BPBD Yogyakarta dan relawan Merapi. Hasilnya, para siswa menjadi lebih siap dan tidak panik ketika status gunung meningkat.
b. Pendidikan Nonformal untuk Masyarakat
Selain di sekolah, pendidikan kebencanaan juga dilakukan melalui pelatihan masyarakat, desa tangguh bencana, dan program relawan lokal. BPBD di berbagai daerah secara aktif mengadakan penyuluhan tentang cara menghadapi banjir, longsor, atau gempa bumi.
🔹 Contoh nyata:
Program Desa Tangguh Bencana (Destana) di Kabupaten Banyuwangi berhasil menurunkan risiko korban banjir tahunan. Warga dilatih membaca tanda-tanda alam, membuat peta risiko desa, dan melakukan evakuasi mandiri.
c. Edukasi Melalui Media dan Teknologi Digital
Kemajuan teknologi memudahkan penyebaran informasi kebencanaan. BMKG dan BNPB kini memiliki aplikasi seperti InfoBMKG dan InaRISK Personal yang memberikan edukasi dan peringatan dini secara langsung ke masyarakat.
Selain itu, berbagai konten edukatif di media sosial seperti video simulasi, infografik, dan game edukasi juga membantu meningkatkan pengetahuan anak muda.
🔹 Contoh nyata:
Kampanye digital “#SiagaBencana” yang dilakukan oleh BNPB melalui TikTok dan Instagram pada tahun 2023 berhasil menjangkau lebih dari 5 juta pengguna muda, memperkenalkan cara tanggap terhadap gempa dan banjir.
d. Pelatihan untuk Aparatur dan Relawan
Pendidikan kebencanaan tidak hanya penting bagi masyarakat umum, tetapi juga bagi aparat pemerintah dan relawan. Pelatihan ini meliputi:
- Teknik penyelamatan korban.
- Manajemen logistik dan komunikasi darurat.
- Koordinasi antar lembaga saat tanggap darurat.
🔹 Contoh nyata:
BPBD Jawa Tengah bekerja sama dengan PMI dan Basarnas menyelenggarakan pelatihan Community Emergency Response Team (CERT) di wilayah rawan longsor seperti Wonosobo dan Banjarnegara. Program ini meningkatkan kemampuan warga setempat menjadi relawan tanggap bencana.
4. Tantangan dalam Implementasi Pendidikan Kebencanaan
Meskipun penting, pelaksanaan pendidikan kebencanaan masih menghadapi berbagai kendala, seperti:
- Kurangnya tenaga pendidik terlatih dalam bidang kebencanaan.
- Minimnya fasilitas simulasi di sekolah dan desa.
- Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pelatihan rutin.
- Ketimpangan akses informasi di wilayah terpencil.
Untuk mengatasinya, diperlukan sinergi antar lembaga, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, LSM, media, dan dunia usaha.
Baca juga: Tol Laut dan Pengembangan Ekonomi Lokal di Maluku
5. Strategi Penguatan Pendidikan Kebencanaan di Masa Depan
Agar pendidikan kebencanaan lebih efektif, beberapa strategi berikut perlu diperkuat:
a. Integrasi Nasional Berbasis Peta Risiko
Setiap sekolah dan desa perlu memiliki peta risiko bencana lokal yang dijadikan dasar penyusunan kegiatan belajar dan latihan tanggap bencana. Hal ini membantu masyarakat mengenali ancaman nyata di sekitar mereka.
b. Pemberdayaan Komunitas Lokal
Komunitas adalah garda terdepan dalam penanggulangan bencana. Melalui pelatihan kader desa siaga bencana, masyarakat dapat menjadi pelatih bagi lingkungannya sendiri.
c. Kolaborasi dengan Perguruan Tinggi
Universitas dapat berperan dalam penelitian, inovasi alat simulasi, serta pengembangan sistem edukasi digital.
Contohnya, Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan platform EduRescue, aplikasi pembelajaran interaktif tentang mitigasi bencana.
d. Penggunaan Media Digital dan Game Edukatif
Penggunaan media interaktif seperti simulasi 3D, film pendek, dan permainan digital akan meningkatkan daya tarik bagi generasi muda dalam belajar kebencanaan.
