Indonesia dikenal sebagai negara tropis yang kaya air dan hutan, namun dalam beberapa dekade terakhir, berbagai daerah di Nusantara menghadapi ancaman kekeringan yang semakin sering terjadi. Fenomena ini bukan sekadar akibat musim kemarau panjang, tetapi juga disebabkan oleh perubahan iklim global yang mengubah pola curah hujan, meningkatkan suhu udara, serta mempercepat penguapan air di permukaan bumi.
Kekeringan tidak hanya memengaruhi sektor pertanian, tetapi juga ketersediaan air bersih, energi, kesehatan, dan ekonomi masyarakat. Artikel ini akan membahas penyebab utama kekeringan di Indonesia, wilayah yang paling rentan, contoh kasus nyata, serta upaya mitigasi untuk menghadapi dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air.
Apa Itu Kekeringan?
Kekeringan adalah kondisi ketika ketersediaan air jauh lebih sedikit dibandingkan kebutuhan, baik untuk pertanian, industri, maupun kehidupan sehari-hari. Kekeringan bisa terjadi akibat curah hujan yang rendah dalam waktu lama, meningkatnya suhu, atau kerusakan ekosistem penyangga air seperti hutan dan rawa.
Secara umum, kekeringan dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
- Kekeringan Meteorologis – Terjadi karena curah hujan di bawah normal dalam jangka waktu tertentu.
- Kekeringan Hidrologis – Ditandai dengan menurunnya debit air di sungai, danau, atau waduk.
- Kekeringan Pertanian – Terjadi saat tanah kehilangan kelembapan yang dibutuhkan tanaman.
- Kekeringan Sosial-Ekonomi – Dampak lanjutan ketika kekeringan memengaruhi kehidupan masyarakat, ekonomi, dan kesehatan.
Penyebab Kekeringan di Indonesia
Beberapa faktor utama yang menyebabkan kekeringan di Indonesia antara lain:
1. Perubahan Iklim Global
Perubahan iklim menyebabkan pergeseran pola hujan dan peningkatan suhu rata-rata global. Menurut BMKG (2024), sebagian besar wilayah Indonesia mengalami penurunan curah hujan hingga 30% selama musim kemarau dibandingkan 20 tahun lalu.
Hal ini diperparah oleh fenomena El Niño, yang menyebabkan udara kering bertiup dari Samudra Pasifik ke wilayah Asia Tenggara sehingga musim kemarau berlangsung lebih lama dan intens.
2. Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan
Penebangan hutan secara besar-besaran mengurangi kemampuan tanah dalam menyerap dan menyimpan air. Ketika musim hujan datang, air cepat mengalir tanpa diserap ke dalam tanah, menyebabkan kekurangan cadangan air di musim kemarau.
3. Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan menyebabkan peningkatan kebutuhan air. Namun, pasokan air tanah semakin menurun akibat pengambilan berlebih dan berkurangnya daerah resapan.
4. Pengelolaan Air yang Kurang Efisien
Sistem irigasi yang rusak, kebocoran pipa, dan minimnya teknologi penyimpanan air memperparah kondisi kekeringan di banyak daerah.
Wilayah yang Rawan Kekeringan di Indonesia
Beberapa daerah di Indonesia sering mengalami kekeringan setiap tahun, terutama saat fenomena El Niño melanda:
- Pulau Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur)
Merupakan daerah pertanian padat penduduk, tetapi sumber air tanahnya mulai menurun. Kabupaten seperti Gunungkidul, Grobogan, dan Bojonegoro sering mengalami krisis air bersih setiap musim kemarau. - Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTB & NTT)
Kedua wilayah ini memiliki curah hujan rendah dan topografi kering. Pada tahun 2023, lebih dari 400 desa di NTT dilaporkan mengalami kekeringan ekstrem. - Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
Beberapa daerah pertanian seperti Bone dan Kolaka mengalami penurunan produksi padi akibat kurangnya pasokan air irigasi. - Papua Selatan
Kekeringan di wilayah ini bahkan menyebabkan krisis pangan lokal, seperti yang terjadi di Kabupaten Asmat pada tahun 2022.
Contoh Nyata Kekeringan di Indonesia
1. Kekeringan di NTT (2023)
Menurut laporan BNPB dan BMKG, pada pertengahan tahun 2023, sekitar 410 desa di Nusa Tenggara Timur mengalami kekeringan ekstrem. Sungai dan sumur mengering, dan ribuan warga harus berjalan lebih dari 5 kilometer untuk mendapatkan air bersih.
Dampaknya, kegiatan pertanian gagal panen, dan banyak ternak mati akibat kekurangan air dan pakan.
2. Krisis Air Bersih di Jawa Tengah (2022)
Sebanyak 18 kabupaten/kota di Jawa Tengah mengalami penurunan debit air bawah tanah drastis. Pemerintah daerah bersama PDAM dan BPBD harus menyalurkan air menggunakan mobil tangki ke desa-desa terdampak.
Kasus ini memperlihatkan lemahnya sistem penyimpanan air dan ketergantungan pada sumber air tanah yang terbatas.
3. Pengaruh El Niño 2019
Fenomena El Niño yang kuat pada 2019 menyebabkan penurunan curah hujan hingga 70% di beberapa wilayah Indonesia. Akibatnya, produksi beras nasional turun 10%, dan sebagian daerah mengalami kebakaran hutan besar-besaran.
Dampak Kekeringan terhadap Kehidupan di Indonesia
1. Sektor Pertanian
Tanaman padi, jagung, dan kedelai sangat bergantung pada irigasi. Kekeringan menyebabkan gagal panen dan penurunan pendapatan petani.
Contoh: di Kabupaten Lombok Timur, petani mengalami kerugian lebih dari Rp 30 miliar akibat kekeringan tahun 2023.
2. Ketersediaan Air Bersih
Warga di desa-desa sering kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan minum dan mandi. Kondisi ini meningkatkan risiko penyakit seperti diare dan kulit.
3. Energi dan Pembangkit Listrik
Kekeringan memengaruhi pasokan air di waduk yang digunakan untuk PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air). Misalnya, penurunan debit air di Waduk Saguling menyebabkan produksi listrik berkurang hingga 20%.
4. Degradasi Lingkungan
Tanah kering dan gersang memicu kebakaran hutan dan lahan, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Akibatnya, kualitas udara memburuk dan menimbulkan kerugian ekonomi serta kesehatan.
5. Sosial dan Ekonomi
Krisis air menimbulkan konflik sosial antarwarga dalam memperebutkan sumber air, serta mendorong migrasi penduduk dari desa ke kota.
Baca juga: Peran IoT dalam Manajemen Lalu Lintas
Upaya Mitigasi Kekeringan di Indonesia
Untuk mengatasi dan mencegah kekeringan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat:
1. Pengelolaan Air Terpadu
Pemerintah mendorong pembangunan waduk, embung, dan sumur resapan untuk menampung air hujan selama musim penghujan. Contohnya, pembangunan Embung Giriroto di Boyolali yang kini mampu menyuplai air ke 200 hektar lahan pertanian.
2. Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis
Program reboisasi dan konservasi DAS (Daerah Aliran Sungai) dilakukan untuk menjaga ketersediaan air tanah. Penanaman kembali hutan di lereng Gunung Lawu dan Merapi berhasil meningkatkan debit mata air di sekitarnya.
3. Teknologi Irigasi Hemat Air
Petani didorong menggunakan irigasi tetes (drip irrigation) dan mulsa plastik untuk menghemat air. Teknologi ini sudah diterapkan di beberapa daerah pertanian di NTT dan berhasil meningkatkan produktivitas.
4. Edukasi dan Partisipasi Masyarakat
Program Desa Tangguh Kekeringan oleh BNPB melatih masyarakat untuk membuat sumur bor, memanfaatkan air hujan, serta menjaga sumber air lokal.
5. Pemanfaatan Teknologi Digital
BMKG kini memanfaatkan sistem pemantauan curah hujan berbasis satelit dan aplikasi peringatan dini agar masyarakat dapat bersiap lebih cepat menghadapi potensi kekeringan.
