Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia, memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah revolusi kemerdekaan Indonesia. Dikenal dengan julukan “Kota Pahlawan”, Surabaya tidak hanya menjadi saksi perjuangan rakyat melawan penjajahan, tetapi juga menjadi pusat perlawanan bersenjata dan simbol nasionalisme yang membakar semangat kemerdekaan di seluruh Nusantara.
Revolusi kemerdekaan Indonesia berlangsung sejak 17 Agustus 1945 hingga pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Dalam kurun waktu tersebut, Surabaya menjadi panggung dari berbagai peristiwa heroik, termasuk pertempuran besar yang menentukan arah perjuangan bangsa Indonesia.
Artikel ini akan mengulas secara mendalam peran Surabaya dalam revolusi kemerdekaan, mulai dari konteks sejarah, peristiwa penting, tokoh yang terlibat, hingga warisan perjuangan yang masih terasa hingga kini.
Konteks Awal: Suasana Pasca Proklamasi
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, situasi politik dan keamanan masih sangat tidak stabil. Pasukan Jepang yang kalah perang belum sepenuhnya menyerah, sementara pasukan Sekutu mulai berdatangan ke Indonesia, termasuk ke Surabaya.
Pasukan AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) yang dipimpin oleh Inggris datang ke Indonesia dengan dua misi utama: melucuti tentara Jepang dan membebaskan tawanan perang. Namun dalam kenyataannya, mereka juga membawa serta perwakilan dari NICA (Netherlands Indies Civil Administration), yaitu badan sipil bentukan Belanda yang bertujuan mengembalikan kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia.
Hal ini menimbulkan kecurigaan dan penolakan dari rakyat Indonesia, termasuk di Surabaya.
Pertempuran Surabaya: Titik Balik Revolusi
Puncak peran Surabaya dalam revolusi terjadi pada 10 November 1945, ketika terjadi Pertempuran Surabaya, yang merupakan pertempuran pertama dan terbesar antara rakyat Indonesia dan pasukan Sekutu setelah Proklamasi Kemerdekaan.
Awal Mula Konflik
Konflik dimulai sejak kedatangan pasukan Inggris ke Surabaya pada akhir Oktober 1945 yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby. Pada tanggal 27 Oktober, terjadi ketegangan antara rakyat dan pasukan Inggris karena isu bahwa bendera Belanda dikibarkan di Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit). Rakyat marah dan akhirnya bendera Belanda dirampas dan warna birunya disobek, menyisakan merah-putih sebagai lambang Indonesia.
Pada tanggal 30 Oktober 1945, Brigjen Mallaby tewas dalam insiden baku tembak di sekitar Jembatan Merah. Kematian Mallaby membuat Inggris marah dan mereka mengultimatum rakyat Surabaya agar menyerah dan menyerahkan senjata.
Meletusnya Pertempuran 10 November
Rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut. Maka pada pagi hari 10 November 1945, pasukan Inggris yang didukung tank, pesawat, dan artileri berat menyerbu Surabaya. Namun perlawanan dari rakyat sangat luar biasa. Arek-arek Suroboyo, didukung oleh laskar rakyat dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), bertempur habis-habisan selama lebih dari tiga minggu.
Meski secara militer Indonesia kalah, secara moral dan politis, kemenangan berada di pihak Indonesia. Dunia internasional mulai memperhatikan bahwa rakyat Indonesia bersungguh-sungguh mempertahankan kemerdekaan.
Pertempuran ini pula yang menginspirasi pemerintah Republik Indonesia menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Tokoh-Tokoh Sentral dari Surabaya
Beberapa tokoh yang berperan penting dalam perjuangan revolusi di Surabaya antara lain:
1. Bung Tomo (Sutomo)
Bung Tomo dikenal sebagai orator ulung yang melalui siaran radio mampu membakar semangat rakyat Surabaya. Ia menjadi simbol perlawanan dan keberanian dalam mempertahankan kemerdekaan. Kalimatnya yang terkenal, “Lebih baik kita hancur lebur daripada dijajah kembali!” menjadi ikon perjuangan 10 November.
2. KH Hasyim Asy’ari
Pendiri Nahdlatul Ulama ini mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, yang menyatakan bahwa membela tanah air dari penjajah adalah fardhu ain (wajib) bagi umat Islam. Resolusi ini mendorong ribuan santri dan ulama turut bertempur di garis depan.
3. Gubernur Suryo
Gubernur Jawa Timur saat itu, Gubernur Suryo, mendukung penuh perjuangan rakyat. Dalam pidatonya, ia menegaskan bahwa rakyat tidak akan menyerahkan kedaulatan yang sudah direbut melalui perjuangan.
Surabaya sebagai Simbol Nasionalisme
Perjuangan rakyat Surabaya menjadi simbol penting dari kekuatan rakyat dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Tidak hanya rakyat sipil yang terlibat, tetapi juga kaum pelajar, buruh, pedagang, dan ulama. Ini menunjukkan bahwa perjuangan tidak hanya milik tentara, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia.
Semangat “merdeka atau mati” yang digelorakan di Surabaya menyebar ke berbagai daerah dan memperkuat semangat revolusi di seluruh penjuru negeri.
Dampak Jangka Panjang Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya memiliki dampak yang sangat luas:
1. Mengukuhkan Nasionalisme
Pertempuran ini membuktikan kepada dunia bahwa rakyat Indonesia tidak akan tinggal diam ketika kemerdekaannya diusik. Semangat nasionalisme semakin mengakar kuat dalam jiwa bangsa.
2. Dukungan Internasional
Setelah Pertempuran Surabaya, banyak negara mulai memberikan perhatian kepada perjuangan Indonesia. Ini membantu dalam proses diplomasi dan pengakuan kedaulatan Indonesia di kemudian hari.
3. Peringatan Hari Pahlawan
Hari Pahlawan yang diperingati setiap 10 November adalah wujud penghormatan terhadap mereka yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan, khususnya di Surabaya.
Baca juga: Perubahan Sunda Kelapa Menjadi Batavia: Strategi VOC dalam Penguasaan Wilayah
Warisan Sejarah yang Terus Dihidupkan
Hingga kini, berbagai monumen dan museum dibangun di Surabaya untuk mengenang perjuangan masa revolusi, antara lain:
- Tugu Pahlawan dan Museum 10 November
- Jembatan Merah, tempat tewasnya Brigjen Mallaby
- Hotel Majapahit, tempat insiden perobekan bendera
- Museum WR Soepratman, pencipta lagu “Indonesia Raya”
- Rumah H.O.S. Tjokroaminoto, tempat kos Bung Karno saat muda
Pemerintah Kota Surabaya juga aktif menyelenggarakan peringatan Hari Pahlawan, edukasi sejarah di sekolah, dan festival budaya yang mengangkat semangat perjuangan rakyat.
Kesimpulan
Surabaya memegang peranan sangat penting dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Kota ini menjadi pusat perlawanan rakyat terhadap kembalinya penjajahan, simbol semangat nasionalisme, dan titik balik perjuangan kemerdekaan.
Peran Surabaya dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia, pertempuran 10 November 1945 bukan sekadar konflik bersenjata, tetapi juga pernyataan tegas kepada dunia bahwa rakyat Indonesia siap mati demi mempertahankan kedaulatannya. Peran Surabaya bukan hanya tercatat dalam sejarah nasional, tetapi juga tertanam dalam jiwa bangsa sebagai pengingat abadi akan harga sebuah kemerdekaan.
Sebagai generasi penerus, kita wajib menjaga warisan ini dengan menanamkan nilai-nilai patriotisme, persatuan, dan cinta tanah air dalam kehidupan sehari-hari.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Mengapa Surabaya dijuluki Kota Pahlawan?
Karena Surabaya menjadi lokasi pertempuran besar melawan Sekutu pada 10 November 1945, di mana ribuan rakyat gugur dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
2. Apa peristiwa paling bersejarah di Surabaya saat revolusi kemerdekaan?
Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, yang melibatkan rakyat dan pasukan Inggris setelah tewasnya Brigjen Mallaby.
3. Siapa tokoh penting dari Surabaya dalam revolusi?
Bung Tomo, KH Hasyim Asy’ari, dan Gubernur Suryo adalah tokoh sentral dalam perjuangan Surabaya saat revolusi.
4. Apa dampak pertempuran Surabaya bagi perjuangan Indonesia?
Pertempuran ini mengobarkan semangat nasionalisme, memperkuat posisi diplomatik Indonesia, dan memunculkan dukungan dari berbagai daerah dan negara.
5. Tempat bersejarah apa saja yang bisa dikunjungi di Surabaya?
Tugu Pahlawan, Museum 10 November, Jembatan Merah, Hotel Majapahit, Museum WR Soepratman, dan Rumah H.O.S. Tjokroaminoto adalah beberapa di antaranya.
Referensi
- Pemerintah Kota Surabaya. (2024). “Sejarah Pertempuran Surabaya.” https://surabaya.go.id
- Ricklefs, M.C. (2008). A History of Modern Indonesia since c.1200. Palgrave Macmillan.
- Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
- Museum 10 November Surabaya
- Ensiklopedia Nasional Indonesia – Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)
