Home » Sejarah » Kebijakan Militer dan Keamanan Nasional di Bawah Pemerintahan SBY
Posted in

Kebijakan Militer dan Keamanan Nasional di Bawah Pemerintahan SBY

Kebijakan Militer dan Keamanan Nasional di Bawah Pemerintahan SBY (ft.istimewa)
Kebijakan Militer dan Keamanan Nasional di Bawah Pemerintahan SBY (ft.istimewa)

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden ke-6 Republik Indonesia yang menjabat selama dua periode (2004–2014), adalah satu-satunya presiden Indonesia berlatar belakang militer sejak reformasi 1998. Sebagai mantan jenderal TNI berpangkat terakhir Jenderal (Purn), SBY memiliki pemahaman mendalam tentang dunia pertahanan dan keamanan nasional. Bagaimana Kebijakan Militer dan Keamanan Nasional di Bawah Pemerintahan SBY?

Namun, alih-alih mengembalikan dominasi militer seperti era Orde Baru, SBY justru memilih pendekatan demokratis, profesional, dan diplomatis dalam merancang kebijakan militer dan keamanan nasional. Masa kepemimpinannya ditandai oleh restrukturisasi TNI, penguatan kapasitas pertahanan, penanganan konflik internal secara damai, serta peran aktif dalam misi perdamaian internasional.

Artikel Kebijakan Militer dan Keamanan Nasional di Bawah Pemerintahan SBY ini membahas secara komprehensif bagaimana kebijakan militer dan keamanan nasional dibentuk, dikembangkan, dan dijalankan selama sepuluh tahun pemerintahan SBY.


Reformasi Militer Pascareformasi: Melanjutkan dan Memperkuat

Setelah Orde Baru berakhir, TNI mengalami perubahan besar melalui proses reformasi militer yang dimulai sejak 1999. Di era SBY, reformasi ini tidak dihentikan, melainkan diperkuat, dengan sejumlah fokus kebijakan berikut:

1. Pemisahan TNI dan Polri

SBY melanjutkan kebijakan pemisahan fungsi antara TNI dan Polri:

  • TNI difokuskan pada pertahanan negara dari ancaman eksternal, sedangkan Polri bertugas menjaga keamanan dalam negeri.
  • Doktrin dwifungsi ABRI yang sebelumnya memberikan ruang militer di politik secara bertahap dihapuskan.
  • TNI tidak lagi aktif terlibat dalam politik praktis dan diharuskan netral dalam pemilu.

Langkah ini memperkuat demokrasi sipil dan menempatkan militer di bawah kendali otoritas sipil secara konstitusional.

2. Netralitas TNI dalam Politik

Pada masa SBY, TNI menunjukkan sikap netral dalam pemilu 2004, 2009, dan 2014. SBY menekankan pentingnya profesionalisme prajurit yang tidak berpihak pada partai atau kandidat politik manapun. Ini menjadi warisan penting bagi stabilitas demokrasi.


Modernisasi Alutsista (Alat Utama Sistem Senjata)

1. Minimum Essential Force (MEF)

Salah satu kebijakan monumental era SBY adalah peluncuran program Minimum Essential Force (MEF), yaitu strategi jangka panjang modernisasi militer Indonesia agar memiliki kekuatan pertahanan minimum yang memadai.

Program ini terbagi dalam tiga tahap:

  • Tahap I (2010–2014) – dimulai pada masa SBY.
  • Tahap II (2015–2019)
  • Tahap III (2020–2024)

MEF mencakup:

  • Pengadaan pesawat tempur baru seperti Sukhoi Su-30 dan F-16.
  • Pembangunan kapal perang dan kapal selam.
  • Penguatan pertahanan udara dan sistem radar.
  • Modernisasi armada darat dan peralatan infanteri TNI AD.
2. Peningkatan Anggaran Pertahanan

SBY secara konsisten meningkatkan anggaran pertahanan yang sebelumnya sangat kecil. Dalam APBN 2010, misalnya, anggaran pertahanan mencapai lebih dari Rp 40 triliun, naik signifikan dibandingkan awal 2000-an.


Penguatan Kapasitas Intelijen dan Keamanan Dalam Negeri

1. Restrukturisasi BIN

Di bawah SBY, Badan Intelijen Negara (BIN) diperkuat perannya untuk:

  • Menangkal ancaman terorisme dan separatisme.
  • Memonitor stabilitas politik nasional.
  • Memberi masukan strategis bagi presiden.

Namun, BIN tetap diarahkan sebagai intelijen sipil, bukan alat represi negara.

2. Pemberantasan Terorisme

Sejak peristiwa bom Bali (2002), isu terorisme menjadi perhatian utama. Di era SBY, kebijakan anti-terorisme difokuskan pada:

  • Penguatan Densus 88 sebagai unit elit anti-teror.
  • Kerja sama dengan negara lain dalam intelijen dan pelatihan, seperti AS dan Australia.
  • Pendekatan keras terhadap pelaku, namun lunak terhadap keluarga dan lingkungan, guna mencegah radikalisasi.

Kasus besar yang berhasil ditangani antara lain:

  • Penangkapan dan penindakan terhadap Noordin M. Top dan Dulmatin.
  • Pencegahan bom di sejumlah kota besar.
  • Pengawasan jaringan radikal secara proaktif.

Baca juga: B J Habibie dan Teknologi: Mimpi Besar Industri Dirgantara Indonesia


Penanganan Konflik Internal Secara Damai

1. Perdamaian Aceh

Salah satu keberhasilan besar SBY dalam bidang keamanan nasional adalah penyelesaian konflik Aceh melalui Perjanjian Helsinki 2005. Langkah ini melibatkan:

  • Dialog dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
  • Pengawasan dari pihak internasional (AMM – Aceh Monitoring Mission).
  • Penarikan TNI non-organik secara bertahap.
  • Pemberian otonomi khusus dan pembentukan partai lokal.

Langkah ini menandai pergeseran dari pendekatan militeristik ke diplomasi damai, dan menjadi contoh penyelesaian konflik internal yang sukses.

2. Papua dan Daerah Konflik Lain

Meski belum seutuhnya selesai, SBY mendorong pendekatan non-kekerasan di Papua, termasuk:

  • Dialog pembangunan dengan tokoh adat.
  • Penguatan otonomi khusus.
  • Pemisahan antara gerakan bersenjata dan aspirasi politik masyarakat sipil.

Peran TNI dalam Misi Perdamaian Dunia

Indonesia semakin aktif dalam misi perdamaian PBB (UN Peacekeeping Mission) selama pemerintahan SBY. TNI mengirim ribuan personel ke:

  • Lebanon (UNIFIL)
  • Kongo (MONUC)
  • Sudan (UNAMID)
  • Haiti, dan beberapa negara lain

Pemerintah juga mendirikan Indonesian Peace and Security Center (IPSC) di Sentul sebagai pusat pelatihan dan logistik pasukan perdamaian.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.