Home » Sejarah » SBY dan Penanganan Bencana: Dari Tsunami Aceh hingga Letusan Merapi
Posted in

SBY dan Penanganan Bencana: Dari Tsunami Aceh hingga Letusan Merapi

SBY dan Penanganan Bencana: Dari Tsunami Aceh hingga Letusan Merapi (ft.istimewa)
SBY dan Penanganan Bencana: Dari Tsunami Aceh hingga Letusan Merapi (ft.istimewa)

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko bencana alam tertinggi di dunia. Terletak di cincin api Pasifik dan memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia kerap menghadapi gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, dan bencana hidrometeorologis lainnya. Di tengah tantangan tersebut, kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama dua periode (2004–2014) banyak diuji dalam hal penanggulangan bencana. Bagaimana SBY dan Penanganan Bencana: Dari Tsunami Aceh hingga Letusan Merapi?

Dua peristiwa besar menjadi ujian utama pemerintahan SBY: tsunami Aceh 2004 dan letusan Gunung Merapi 2010. Kedua bencana ini bukan hanya menyisakan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur yang masif, tetapi juga memerlukan pendekatan kepemimpinan yang tangguh, cepat, dan berorientasi pada kemanusiaan.

Dalam artikel SBY dan Penanganan Bencana ini, kita akan membahas bagaimana SBY menangani bencana besar di Indonesia, reformasi sistem penanggulangan bencana nasional, serta warisan yang ditinggalkannya dalam bidang kebencanaan.


Tsunami Aceh 2004: Ujian Besar di Awal Pemerintahan

1. Skala Bencana yang Luar Biasa

Pada 26 Desember 2004, hanya beberapa bulan setelah dilantik sebagai presiden, SBY menghadapi salah satu bencana terbesar dalam sejarah modern: gempa berkekuatan 9,1 SR di Samudera Hindia yang memicu tsunami dahsyat. Wilayah yang paling parah terdampak adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan lebih dari 230.000 jiwa meninggal dunia di 14 negara, dan lebih dari 130.000 korban berasal dari Aceh.

2. Respons Cepat dan Terbuka

SBY menunjukkan kepemimpinan tanggap dengan:

  • Segera mengunjungi lokasi bencana dalam waktu 48 jam.
  • Membuka Aceh untuk bantuan internasional, sebuah langkah yang belum pernah dilakukan dalam skala sebesar itu.
  • Membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, yang dipimpin oleh Kuntoro Mangkusubroto, untuk mengelola dana bantuan dan rekonstruksi.

3. Koordinasi Internasional dan Transparansi

Langkah SBY membuka pintu bagi organisasi internasional seperti PBB, USAID, dan NGO global menghasilkan bantuan yang signifikan. Lebih dari USD 7 miliar digalang untuk rekonstruksi. Pemerintah juga:

  • Menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana.
  • Mendorong partisipasi masyarakat Aceh dalam proses rehabilitasi.
  • Mengintegrasikan rekonstruksi fisik dengan rekonsiliasi sosial.

4. Dampak Jangka Panjang

Selain pemulihan infrastruktur, tsunami juga membuka jalan untuk perdamaian antara GAM dan Pemerintah RI, yang difasilitasi oleh pihak internasional dan menghasilkan Perjanjian Helsinki 2005.


Letusan Gunung Merapi 2010: Penanganan Berbasis Kesiapsiagaan

1. Erupsi Terbesar dalam Sejarah Modern Merapi

Gunung Merapi meletus pada 26 Oktober 2010, disertai dengan lontaran awan panas dan material vulkanik. Erupsi berlangsung selama lebih dari sebulan dan berdampak pada ribuan warga di Kabupaten Sleman (DIY), Klaten, Magelang, dan Boyolali (Jawa Tengah).

Lebih dari 350 orang meninggal dunia, termasuk Mbah Maridjan, juru kunci Merapi yang ikonik.

2. Kesiapsiagaan Lebih Baik

Berbeda dengan tsunami Aceh, letusan Merapi direspons dengan sistem kebencanaan yang telah lebih siap:

  • Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dibentuk pada 2008 sudah aktif dan langsung terlibat.
  • Koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten berjalan lebih efektif.
  • Sistem early warning dan evakuasi sudah diterapkan, meskipun masih mengalami hambatan dalam sosialisasi.
3. Kepemimpinan Langsung Presiden

SBY beberapa kali mengunjungi pengungsi, memantau langsung posko-posko, dan memastikan bantuan logistik tersalurkan. Ia juga:

  • Menegaskan pentingnya relokasi permanen bagi warga di zona merah.
  • Mendorong pendekatan mitigasi berbasis masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan kebencanaan.

Baca juga: Reformasi Politik di Era B.J. Habibie: Kebebasan Pers dan Demokratisasi


Reformasi Sistem Penanggulangan Bencana Nasional

Kepemimpinan SBY membawa reformasi struktural dalam penanggulangan bencana, terutama dengan:

1. Pembentukan BNPB

Pada 2008, SBY meresmikan pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai lembaga permanen yang bertanggung jawab atas koordinasi penanganan bencana di Indonesia.

BNPB menggantikan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB) dan memiliki fungsi strategis:

  • Koordinasi nasional lintas sektor dan wilayah.
  • Pendanaan, pelatihan, serta kesiapsiagaan bencana.
  • Penanganan darurat dan rehabilitasi jangka panjang.
2. UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Undang-undang ini menjadi tonggak penting dalam sistem kebencanaan nasional. Beberapa poin kunci:

  • Mengakui hak masyarakat untuk mendapatkan perlindungan dan informasi.
  • Mendorong pendekatan proaktif dan mitigatif, bukan sekadar reaktif.
  • Mengatur peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam manajemen bencana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.