Perjalanan demokrasi Indonesia mengalami lompatan besar setelah tumbangnya Orde Baru pada 1998. Masa transisi menuju demokrasi penuh membutuhkan waktu, stabilitas, dan pemimpin yang mampu menjaga keseimbangan antara kebebasan dan ketertiban. Dalam konteks ini, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), presiden ke-6 Republik Indonesia yang menjabat selama dua periode (2004–2014), memainkan peran penting dalam memperkuat fondasi demokrasi Indonesia. Bagaimana Demokrasi di Era SBY: Kebebasan Pers dan Dinamika Politik?
SBY tidak hanya menjadi presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat, tetapi juga memimpin negara di tengah berbagai tantangan politik, sosial, dan global. Salah satu aspek menonjol dalam era kepemimpinannya adalah penguatan kebebasan pers dan dinamika politik yang relatif terbuka. Artikel Demokrasi di Era SBY ini membahas bagaimana demokrasi dijalankan selama masa SBY, dengan fokus pada kebebasan pers dan peta politik nasional saat itu.
Konsolidasi Demokrasi Pasca-Reformasi
Setelah era Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, masa pemerintahan SBY menandai babak baru dalam konsolidasi demokrasi. Pemilihan presiden secara langsung yang pertama kali diadakan pada 2004 membuka jalan bagi keterlibatan rakyat yang lebih luas dalam menentukan arah politik nasional.
Beberapa indikator penting konsolidasi demokrasi di era SBY:
- Pemilu 2004 dan 2009 berlangsung damai dan demokratis, diselenggarakan oleh KPU yang semakin profesional.
- Partisipasi masyarakat dalam pemilu meningkat, menandakan tumbuhnya kesadaran politik.
- Lembaga demokrasi seperti Mahkamah Konstitusi, Bawaslu, dan Ombudsman mulai diperkuat dalam fungsinya.
SBY dinilai sukses menjaga stabilitas politik dan keamanan dalam negeri, termasuk di wilayah rawan konflik seperti Aceh dan Papua, tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi.
Kebebasan Pers di Era SBY
1. Iklim Pers yang Relatif Bebas
Selama masa pemerintahan SBY, kebebasan pers mendapatkan ruang yang cukup luas. Media massa, baik cetak maupun elektronik, mengalami pertumbuhan pesat, seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan munculnya media online.
Beberapa indikator kebebasan pers:
- Tidak ada pelarangan media atau sensor pemerintah secara terbuka.
- Kritik terhadap pemerintah sering dimuat di media, termasuk investigasi oleh media nasional besar.
- Pers diberi kebebasan untuk meliput berbagai isu politik dan sosial, termasuk kasus korupsi, pelanggaran HAM, dan konflik politik.
2. Tantangan dan Tekanan terhadap Pers
Meskipun secara umum pers bebas, tetap ada tantangan yang harus dihadapi:
- Kasus intimidasi terhadap jurnalis oleh aparat atau kelompok tertentu.
- Gugatan hukum terhadap media atau wartawan atas tuduhan pencemaran nama baik.
- Kurangnya perlindungan hukum bagi jurnalis di lapangan, terutama saat meliput konflik atau aksi demonstrasi.
Namun, pemerintah SBY tidak secara sistematis melakukan pembungkaman pers seperti yang terjadi di masa Orde Baru. Hal ini membuat Indonesia masuk dalam kategori negara dengan pers yang cukup bebas di Asia Tenggara menurut laporan Reporters Without Borders.
Dinamika Politik Nasional
1. Sistem Multi-Partai dan Koalisi Besar
Di era SBY, sistem multi-partai semakin menguat. Partai Demokrat yang dipimpinnya berhasil menang dalam pemilu 2004 dan 2009, namun tetap harus membangun koalisi besar untuk membentuk pemerintahan.
Koalisi besar ini terdiri dari partai-partai seperti:
- Partai Golkar
- Partai Amanat Nasional (PAN)
- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
- Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Koalisi ini memberikan stabilitas politik, namun juga menghadirkan tantangan dalam menjaga kesatuan visi dan kebijakan pemerintahan.
2. Hubungan Eksekutif dan Legislatif
Hubungan antara presiden dan DPR berjalan dinamis. Meskipun partainya menguasai sebagian besar kursi, tetap terjadi kritik dan debat politik di parlemen terkait berbagai kebijakan, seperti:
- Kenaikan harga BBM
- Reformasi birokrasi
- Program-program pro-rakyat seperti BOS dan BLT
Kebebasan politik ini menunjukkan bahwa kontrol terhadap eksekutif tetap berjalan di sistem demokrasi parlementer Indonesia.
3. Peran Partai Demokrat
SBY membangun Partai Demokrat sebagai kekuatan politik baru pasca-reformasi. Dalam waktu relatif singkat, partai ini menjadi pemenang pemilu 2009, menunjukkan kepercayaan publik terhadap SBY dan partainya.
Namun, menjelang akhir masa pemerintahannya, Partai Demokrat menghadapi guncangan internal akibat kasus korupsi yang menjerat kader-kader penting, seperti Nazaruddin dan Anas Urbaningrum. Hal ini menurunkan citra partai dan menjadi tantangan serius bagi SBY dalam menjaga integritas pemerintahan.
Baca juga: Lepasnya Timor Timur: Keputusan Bersejarah di Era Kepemimpinan B.J. Habibie
