Home » Sejarah » Penolakan Dekrit Gus Dur: Latar Belakang, Alasan, dan Dampaknya
Posted in

Penolakan Dekrit Gus Dur: Latar Belakang, Alasan, dan Dampaknya

Penolakan Dekrit Gus Dur: Latar Belakang, Alasan, dan Dampaknya (ft..istimewa)
Penolakan Dekrit Gus Dur: Latar Belakang, Alasan, dan Dampaknya (ft..istimewa)

Krisis politik di Indonesia pada awal era reformasi mengalami titik krusial pada tahun 2001, ketika Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengeluarkan dekrit pembubaran DPR/MPR. Dekrit ini menuai penolakan luas dari berbagai pihak dan menjadi pemicu pemakzulan dirinya. Artikel Penolakan Dekrit Gus Dur ini akan membahas latar belakang keluarnya dekrit tersebut, alasan penolakannya, serta dampak jangka pendek dan panjang terhadap dinamika politik Indonesia.


Latar Belakang Dikeluarkannya Dekrit Gus Dur

Setelah kejatuhan Orde Baru pada 1998, Indonesia memasuki masa transisi demokrasi yang ditandai dengan instabilitas politik, ekonomi, dan keamanan. Abdurrahman Wahid, yang sebelumnya adalah tokoh NU (Nahdlatul Ulama), terpilih sebagai Presiden ke-4 Indonesia pada Oktober 1999 melalui pemilihan di MPR, mengalahkan Megawati Soekarnoputri.

Namun, masa kepemimpinan Gus Dur penuh tantangan, termasuk:

  1. Ketidakstabilan Koalisi Politik: Gus Dur tidak memiliki dukungan mayoritas di parlemen. Kekuatannya sangat bergantung pada kerja sama dengan berbagai partai, yang sebagian besar tidak sejalan dengan visi reformasinya.
  2. Kasus Skandal Keuangan: Pada tahun 2000, muncul dua kasus yang menyeret nama Gus Dur, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Meskipun tidak terbukti secara hukum, kedua kasus ini dimanfaatkan oleh lawan politik untuk melemahkan posisi Gus Dur.
  3. Hubungan Tegang dengan TNI dan Parlemen: Upaya Gus Dur mereformasi militer dan membubarkan Departemen Sosial serta Departemen Penerangan membuatnya kehilangan dukungan dari kelompok konservatif, termasuk sebagian TNI dan anggota DPR/MPR.
  4. Pemberlakuan Memorandum DPR: Pada awal 2001, DPR mengeluarkan dua memorandum kepada Presiden yang menuntut pertanggungjawaban. Jika memorandum ketiga dikeluarkan, maka secara konstitusi MPR dapat melakukan Sidang Istimewa untuk memberhentikan presiden.

Isi dan Tujuan Dekrit Presiden 23 Juli 2001

Dalam upaya mempertahankan posisinya dan menghindari pemakzulan, Gus Dur pada tanggal 23 Juli 2001 mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisi tiga poin utama:

  1. Pembekuan DPR dan MPR.
  2. Pembubaran Partai Golkar (yang dianggap sebagai partai warisan Orde Baru).
  3. Pelaksanaan Pemilu dalam waktu satu tahun.

Dekrit ini disampaikan tengah malam dan dianggap sebagai tindakan inkonstitusional oleh sebagian besar pihak. Gus Dur menyatakan bahwa langkah tersebut perlu dilakukan untuk menyelamatkan reformasi dan demokrasi dari praktik-praktik lama yang masih hidup di dalam tubuh lembaga legislatif.


Alasan Penolakan Dekrit Gus Dur

Dekrit ini segera ditolak oleh berbagai pihak, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Penolakan tersebut didasari oleh beberapa alasan utama:

1. Tidak Berdasarkan Konstitusi

Konstitusi UUD 1945 hasil amandemen tidak memberikan kewenangan kepada Presiden untuk membubarkan DPR dan MPR secara sepihak. Tindakan Gus Dur dipandang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi.

2. Dukungan Politik Melemah

DPR, MPR, dan partai-partai besar, termasuk PDIP, Golkar, PAN, dan PPP, menolak dekrit tersebut. Bahkan partai yang sebelumnya mendukung Gus Dur mulai mengambil jarak, termasuk PKB sendiri yang mulai terbelah.

3. TNI dan Polri Tidak Mendukung

Dekrit tersebut tidak didukung oleh TNI dan Polri. Panglima TNI saat itu, Jenderal Endriartono Sutarto, menyatakan bahwa institusinya tetap setia pada konstitusi dan tidak akan mendukung langkah inkonstitusional.

4. Masyarakat Sipil dan Akademisi Menolak

Tokoh-tokoh masyarakat sipil, akademisi, dan mahasiswa menyuarakan bahwa langkah Presiden dapat membawa Indonesia kembali ke otoritarianisme. Demonstrasi penolakan bermunculan di berbagai daerah.

Baca juga: Peran Manipol Usdek dalam Pembentukan Kebijakan Nasional pada Tahun 1959–1965


Dampak Penolakan Dekrit dan Pemakzulan Gus Dur

Dekrit tersebut tidak hanya ditolak, tetapi juga mempercepat pemakzulan Gus Dur. Beberapa jam setelah dekrit diumumkan, MPR menggelar Sidang Istimewa dan memutuskan memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI.

1. Megawati Jadi Presiden

MPR menunjuk Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden ke-5 Republik Indonesia. Pergantian ini berlangsung tanpa kekerasan, dan menjadi transisi kekuasaan damai pertama setelah era Orde Baru.

2. Preseden Konstitusional

Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bahwa tindakan presiden yang bertentangan dengan konstitusi dapat dibatalkan melalui mekanisme demokratis. Sistem ketatanegaraan Indonesia mulai menguatkan prinsip checks and balances.

3. Polarisasi di Masyarakat

Pemakzulan Gus Dur meninggalkan luka politik, khususnya di kalangan Nahdlatul Ulama dan pendukungnya. Namun, banyak pihak juga menilai bahwa tindakan Gus Dur adalah bentuk keberanian melawan status quo.

4. Reformasi Lembaga Politik

Setelah peristiwa ini, sistem politik Indonesia terus mengalami pembenahan, termasuk pemilihan langsung Presiden sejak 2004, pembatasan masa jabatan, dan amandemen UUD 1945 yang lebih tegas mengatur kewenangan masing-masing lembaga negara.


Kesimpulan

Penolakan Dekrit Presiden 23 Juli 2001 oleh Gus Dur merupakan salah satu titik balik dalam sejarah reformasi Indonesia. Meskipun langkah tersebut dilakukan dengan maksud menyelamatkan agenda reformasi, tindakan tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi dan norma demokrasi. Penolakan terhadap dekrit tersebut memperkuat sistem demokrasi dan menjadi preseden penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dekrit ini juga mengajarkan pentingnya legitimasi konstitusional dan perlunya dukungan politik yang kuat dalam menjalankan pemerintahan di sistem presidensial. Gus Dur tetap dikenang sebagai tokoh demokrasi dan pluralisme, meski akhir masa jabatannya penuh kontroversi.


FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Mengapa Gus Dur mengeluarkan dekrit pembubaran DPR/MPR?

Gus Dur mengeluarkan dekrit karena merasa lembaga legislatif tidak lagi mendukung agenda reformasi dan mencoba menggulingkannya melalui pemakzulan. Ia ingin mengembalikan arah reformasi dan memberantas praktik lama dari Orde Baru.

2. Apakah tindakan pembubaran DPR/MPR konstitusional?

Tidak. Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen, Presiden tidak memiliki kewenangan membubarkan DPR dan MPR. Oleh karena itu, dekrit tersebut dinilai inkonstitusional.

3. Apa yang terjadi setelah dekrit dikeluarkan?

Beberapa jam setelah dekrit diumumkan, MPR menggelar Sidang Istimewa dan memutuskan memberhentikan Gus Dur sebagai Presiden, serta mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai penggantinya.

4. Apakah Gus Dur melakukan kudeta?

Sebagian pengamat menyebut tindakan Gus Dur sebagai “kudeta sipil” karena mencoba membubarkan lembaga tinggi negara tanpa dasar hukum. Namun, karena tidak ada unsur kekerasan dan tidak berhasil, tindakan itu tidak menghasilkan kudeta yang sebenarnya.

5. Apa warisan politik Gus Dur setelah dekrit ini?

Meskipun dikeluarkan secara kontroversial, Gus Dur tetap dikenang sebagai tokoh pluralisme, demokrasi, dan reformasi. Banyak kebijakan progresifnya dihargai dalam jangka panjang, seperti pengakuan hak minoritas dan penguatan masyarakat sipil.


Referensi

  • Aspinall, Edward. Opposing Suharto: Compromise, Resistance and Regime Change in Indonesia. Stanford University Press, 2005.
  • Liddle, R. William. Leadership and Culture in Indonesian Politics. Equinox Publishing, 1996.
  • Kompas.com. “Kronologi Pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid
  • Tirto.id. “Dekrit Presiden Gus Dur dan Proses Lengsernya”
  • CNN Indonesia. “Dekrit 23 Juli 2001: Langkah Kontroversial Gus Dur yang Dimentahkan”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.