Sunda Kelapa, pelabuhan yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa, menjadi saksi bisu berbagai peristiwa penting dalam sejarah Nusantara. Salah satu episode paling heroik adalah pertempuran yang dipimpin oleh Fatahillah dalam upaya mengusir Portugis dari pelabuhan strategis ini. Perlawanan ini tidak hanya melibatkan Portugis, tetapi kemudian berkelanjutan hingga menghadapi kedatangan Belanda yang mulai memasuki wilayah Nusantara. Pertempuran di Sunda Kelapa menjadi tonggak penting perlawanan lokal terhadap kolonialisme Eropa.
Kondisi Sunda Kelapa Sebelum Pertempuran
Pada abad ke-15 hingga awal abad ke-16, Sunda Kelapa merupakan pelabuhan penting bagi Kerajaan Sunda. Pelabuhan ini ramai oleh aktivitas perdagangan internasional, menghubungkan Nusantara dengan pedagang dari Tiongkok, India, Arab, hingga Eropa.
Namun, setelah kedatangan bangsa Portugis di Malaka (1511), pengaruh mereka mulai merambah ke berbagai wilayah, termasuk Sunda Kelapa. Raja Sunda bahkan sempat menjalin kerja sama dengan Portugis, berharap mendapatkan perlindungan dari ancaman Kesultanan Demak yang semakin kuat.
Kerja sama ini diwujudkan melalui pemberian izin kepada Portugis untuk membangun benteng di Sunda Kelapa pada tahun 1522. Namun, perkembangan ini memicu ketegangan dengan Kesultanan Demak yang menganggap keberadaan Portugis sebagai ancaman serius terhadap penyebaran Islam dan dominasi politik mereka di Jawa.
Siapa Fatahillah?
Fatahillah, juga dikenal sebagai Falatehan, adalah seorang panglima perang dari Kesultanan Demak. Ada beberapa pendapat tentang asal-usulnya, tetapi sebagian besar sumber menyebutkan bahwa ia berasal dari Pasai (Aceh) dan memiliki pendidikan Islam yang kuat, bahkan pernah belajar di Timur Tengah.
Fatahillah diutus oleh Sultan Demak untuk memimpin ekspedisi militer ke barat Pulau Jawa guna menumpas pengaruh Portugis dan memperluas pengaruh Islam di daerah pesisir.
Awal Pertempuran Melawan Portugis
Pada tahun 1527, Fatahillah memimpin pasukan Demak menuju Sunda Kelapa. Tujuannya jelas: mengusir Portugis dan menguasai pelabuhan strategis tersebut.
Ketika pasukan Fatahillah tiba, Portugis tengah membangun benteng berdasarkan perjanjian mereka dengan Raja Sunda. Namun, mereka belum sempat menyelesaikannya. Fatahillah memanfaatkan kelemahan ini dengan melancarkan serangan cepat dan terkoordinasi.
Dalam pertempuran sengit itu, pasukan Portugis dan sekutu lokalnya berhasil dikalahkan. Sunda Kelapa berhasil direbut, dan pengaruh Portugis di pantai utara Jawa untuk sementara waktu dipatahkan.
Setelah kemenangan tersebut, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang berarti “kemenangan yang sempurna,” sebagai simbol keberhasilan perlawanan.
Makna Strategis Kemenangan Fatahillah
Kemenangan Fatahillah di Sunda Kelapa memiliki dampak besar:
- Menghalangi Ekspansi Portugis: Portugis tidak pernah berhasil menguasai bagian barat Pulau Jawa sepenuhnya setelah kekalahan ini.
- Penyebaran Islam: Kemenangan ini mempercepat penyebaran agama Islam di kawasan pesisir barat Jawa.
- Meningkatkan Pengaruh Kesultanan Demak: Kemenangan memperluas pengaruh Demak atas jalur-jalur perdagangan penting di Nusantara.
Awal Mula Ancaman Baru: Kedatangan Belanda
Meskipun Fatahillah berhasil mengusir Portugis, ancaman kolonialisme Eropa tidak berakhir. Pada akhir abad ke-16, bangsa Belanda mulai memasuki Nusantara. Pada 1596, ekspedisi Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman tiba di Banten dan kemudian berusaha mencari jalur perdagangan sendiri.
Belanda, melalui perusahaan dagang VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), melihat potensi Sunda Kelapa sebagai pusat perdagangan. Ini menandai awal persaingan baru di wilayah yang dulu direbut Fatahillah.
Baca juga: Sunda Kelapa dan Perkembangan Kota Jakarta dari Masa ke Masa
Perlawanan Awal Terhadap Belanda
Ketika Belanda mulai mencoba menguasai jalur perdagangan, perlawanan dari penduduk lokal tidak berhenti. Sunda Kelapa (Jayakarta) berada di bawah pengaruh Kesultanan Banten yang menentang kehadiran VOC.
Dalam berbagai catatan, Belanda sempat menghadapi resistensi keras, terutama karena hubungan Jayakarta dengan Inggris dan Banten yang menghambat ambisi VOC. Namun, konflik yang berkepanjangan akhirnya membuat VOC, di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen, menyerang dan menghancurkan Jayakarta pada tahun 1619, mendirikan kota baru bernama Batavia.
Warisan Fatahillah dalam Sejarah
Pertempuran di Sunda Kelapa, Fatahillah menjadi simbol penting perjuangan lokal melawan kolonialisme Eropa. Namanya diabadikan dalam berbagai tempat di Jakarta, seperti Taman Fatahillah di kawasan Kota Tua.
Selain itu, peristiwa penaklukan Sunda Kelapa oleh Fatahillah dianggap sebagai awal perjuangan rakyat Nusantara melawan kolonisasi asing yang berlangsung berabad-abad.
Sunda Kelapa Hari Ini
Kini, pelabuhan Sunda Kelapa masih berdiri dan berfungsi untuk kapal-kapal tradisional. Di sekitarnya, kawasan Kota Tua Jakarta masih mempertahankan berbagai bangunan bersejarah dari masa Batavia.
Kisah Fatahillah dan pertempuran di Sunda Kelapa tetap dikenang sebagai bagian dari identitas Jakarta dan sejarah nasional Indonesia.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Siapa sebenarnya Fatahillah?
Fatahillah adalah seorang panglima perang dari Kesultanan Demak yang memimpin serangan untuk merebut Sunda Kelapa dari Portugis pada tahun 1527.
2. Apa tujuan utama Fatahillah menyerang Sunda Kelapa?
Tujuan utamanya adalah mengusir Portugis dan memperluas pengaruh Islam di wilayah barat Pulau Jawa.
3. Mengapa Sunda Kelapa penting bagi bangsa Eropa?
Karena letaknya strategis di jalur perdagangan internasional dan dekat dengan sumber daya alam seperti lada dan beras.
4. Apa nama Sunda Kelapa setelah direbut oleh Fatahillah?
Setelah direbut, Sunda Kelapa diubah namanya menjadi Jayakarta.
5. Bagaimana kedatangan Belanda mengubah situasi di Sunda Kelapa?
Belanda melalui VOC menghancurkan Jayakarta pada 1619 dan membangun kota baru bernama Batavia sebagai pusat kolonial di Nusantara.
Referensi
- Ricklefs, M.C. A History of Modern Indonesia Since c.1200. Stanford University Press.
- D.G.E. Hall, A History of South-East Asia. Macmillan.
- Tjandrasasmita, Uka. Arkeologi Islam Nusantara. Kepustakaan Populer Gramedia, 2009.
- “Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah).” Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
- Andaya, Leonard Y. The Heritage of Arung Palakka: A History of South Sulawesi (Celebes) in the Seventeenth Century. The Hague: Martinus Nijhoff.