Bentuk historiografi tradisional naskah sejarah Indonesia. Bentuk historiografi tradisional yang terdapat pada naskah memiliki beberapa ciri.
1. Pertama
Uraiannya dipengaruhi oleh ciri-ciri budaya masyarakat pendukungnya. Sebagaimana telah dikemukakan, naskah merupakan produk kebudayaan masyarakat setempat. Unsur-unsur kebudayaan masyarakat setempat akan mewarnai isi naskah.
Misalnya naskah yang ada di Sulawesi Selatan banyak yang berbahasa Bugis dan Makassar, karena merupakan suku yang ada di daerah tersebut.
2. Ciri kedua
Dari yaitu cenderung mengabaikan unsur-unsur fakta. Pengabaian fakta ini disebabkan terlalu dipengaruhi atau dikaburkan oleh sistem kepercayaan yang dimiliki masyarakatnya.
Fakta yang menjadi tokoh dalam cerita naskah, sering dibumbui dengan unsur-unsur mistik yang menjadi kepercayaan masyarakat setempat. Aspek yang menonjol dalam cerita tersebut bukan tokoh yang menjadi fakta, tetapi unsur mistiknya.
Contoh yang demikian misalnya naskah yang menceritakan para wali yang menyebarkan agama Islam. Tokoh-tokoh tersebut digambarkan sebagai figur yang memiliki kekuatan-kekuatan di luar kekuatan manusia biasa.
Salah satu kekuatan yang dapat ditampilkan misalnya seorang wali pergi ke Mekah dengan jalan melalui dasar laut. Penokohan yang berlebihan ini barangkali untuk memberikan keyakinan bagi masyarakat agar masyarakat sangat menghormati pada wali.
3. Ciri ketiga
Yaitu dalam naskah terdapat tokoh yang memiliki kekuatan “sekti” (sakti). Kekuatan ini merupakan pangkal dari berbagai peristiwa alam, termasuk yang menyangkut kehidupan manusia.
Kekuatan sakti ini diperoleh melalui suatu proses perjalanan yang cukup panjang. Ketika kekuatan sakti sudah diperoleh oleh seorang tokoh, maka tokoh itu dihadapkan pada pantangan-pantangan.
Apabila pantangan itu dilanggar, maka akan menimbulkan malapetaka atau kecelakaan bagi si tokoh tersebut. Dengan demikian, kesaktian tersebut dapat bertahan atau hilang lenyap seketika.
Dalam beberapa naskah di Jawa, diceritakan bahwa raja Mataram Sultan Agung memiliki kesaktian. Dalam memperluas kekuasaannya, Sultan Agung mampu terbang mengunjungi daerah taklukannya.
Baca juga Sejarah yang bersifat religio magis
Penggambaran tokoh seperti ini untuk meyakinkan rakyat terhadap kekuasaan seorang raja. Dengan cara ini, rakyat akan semakin tunduk dan taat kepada raja. Rakyat akan takut menerima hukuman dari raja, karena raja memiliki kesaktian.
Baca juga Tradisi Sejarah Masyarakat Masa Praaksara
4. Ciri keempat
Yaitu adanya kepercayaan akan klasifikasi magis yang mempengaruhi segala sesuatu yang ada di alam ini. Sifat magis itu terdapat, baik pada makhluk hidup maupun pada benda-benda mati.
Selain itu, magis dapat dibentuk dalam akal manusia maupun bagi sifat-sifat yang terdapat dalam materi. Secara akal sehat, sifat magis ini sulit diterima oleh akal sehat, misalnya binatang dapat berwujud menjadi manusia atau jasad manusia dapat berubah menjadi tumbuh-tumbuhan. Perubahan wujud ini dapat ditemukan dalam Naskah Babad Ratu Galuh. (Pak’e/buguruku)