Home » Sejarah » Pentingnya penulisan sejarah yang indonesiasentris
Pentingnya penulisan sejarah yang indonesiasentris

Pentingnya penulisan sejarah yang indonesiasentris

Pentingnya penulisan sejarah yang indonesiasentris tidak selesai setelah seminar sejarah yang pertama di Yogya. Pembicaraan hal tersebut terus bergulir. Untuk mewujudkan penulisan sejarah yang indonesiasentris, pemerintah kemudian membuat suatu team yang bertugas melaksanakan penulisan kembali Sejarah Indonesia.

Team ini dibentuk pada tahun 1963, akan tetapi team ini tidak dapat melaksanakan tugasnya dikarenakan terjadinya ketegangan sosial dan krisis politik negeri kita pada saat itu.

Semangat penulisan sejarah yang indonesiasentris muncul kembali dalam Seminar Sejarah Nasional Kedua di Yogyakarta pada tahun 1970. Seminar ini relatif lebih berkualitas dibandingkan dengan seminar yang pertama.

Hal ini dikarenakan mulai adanya generasi baru sejarawan yang mempresentasikan kertas kerjanya. Pokok pembicaraan sudah mulai mengarah kepada periodisasi Sejarah Indonesia, yaitu mulai dari periode prasejarah sampai dengan periode yang paling modern.

Seminar penuliasan sejarah yang kedua

Dalam seminar yang kedua ini juga muncul perkembangan pemikiran, yaitu perlunya penulisan buku sejarah untuk digunakan di sekolah. Keperluan ini sangat mendesak. Untuk melaksanakan aspirasi yang berkembang dalam seminar sejarah yang kedua itu, akhirnya pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan SK. No.0173/1970.

Mengangkat Panitia Penyusunan Buku Standard Sejarah Nasional Indonesia berdasarkan Pancasila yang dapat digunakan di Perguruan Tinggi dan sekaligus akan dijadikan bahan dari buku teks sejarah untuk sekolah dasar sampai dengan sekolah lanjutan tingkat atas. Panitia ini berhasil menyusun buku teks Sejarah Nasional sebanyak enam jilid. Buku tersebut disusun dengan periodisasi sebagai berikut.

  1. Jilid I, zaman prasejarah di Indonesia.
  2. Jilid II, zaman kuno (awal masehi sampai 1600 M).
  3. Jilid III, zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia (1600 M-1800 M).
  4. Jilid IV, abad kesembilan belas (1800 M-1900 M).
  5. Jilid V, zaman kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda (1800- 1900 M)
  6. Jilid VI zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia (1942-sekarang).

Kegiatan seminar tidak berhenti sampai seminar sejarah yang kedua. Dalam beberapa waktu kemudian, diadakan kembali Seminar Sejarah Nasional. Seminar Sejarah Nasional yang ketiga di Jakarta pada tanggal 10 sampai dengan 15 November 1981, dan Seminar Sejarah Nasional yang keempat di Jogyakarta pada tanggal 16 sampai dengan 19 Desember 1985.

Pentingnya penulisan sejarah yang indonesiasentris. Kongres Nasional Sejarah yang terakhir dilaksanakan di Jakarta dari tanggal 14-17 November 2006. Kongres sejarah atau seminar yang dilaksanakan itu pada dasarnya merupakan upaya untuk menemukan kembali penulisan-penulisan sejarah Indonesia, baik dari aspek sumber maupun metodologi.

Baca juga Sejarah yang bersifat religio magis

Berdasarkan uraian di atas, kita bisa melihat bahwa bangsa Indonesia telah memiliki perkembangan dalam penulisan sejarah. Perkembangan penulisan itu mulai dari yang magis-religius sampai pada saintifis.

Ciri perkembangan historiografi tradisional

Magis religius merupakan ciri perkembangan historiografi tradisional, sedangan saintifis perkembangan penulisan sejarah lebih bersifat kritis. Selain itu, perkembangan penulisan sejarah di Indonesia juga sangat ditentukan oleh alam pikiran bangsa Indonesia dalam memahami perubahan dirinya dan lingkungan di sekitarnya.

Baca juga Nilai-nilai politik dalam penulisan sejarah

Ringkasan

Kesadaran sejarah yang tumbuh dalam suatu masyarakat tertentu sudah muncul sejak kelompok masyarakat tersebut belum mengenal tulisan. Kesadaran sejarah tersebut biasanya diungkapkan dalam bentuk cerita mengenai asal usul suatu kehidupan baik kehidupan suatu tempat maupun seorang tokoh.

Cerita yang ditampilkan pada masa sebelum mengenal tulisan ini biasanya dibumbui oleh hal-hal yang irrasional. Cerita tersebut biasanya diwariskan dari generasi ke generasi dalam bentuk tradisi lisan.

Seiring dengan perkembangan zaman, kesadaran sejarah dalam suatu kelompok masyarakat kemudian dituliskan dalam bentuk tulisan. Pada masa manusia sudah mengenal tulisan, cerita sejarah dikisahkan dalam suatu tulisan.

Penulisan sejarah kemudian mengalami perkembangan mulai dari penulisan yang tradisional hingga penulisan yang modern. Perkembangan penulisan sejarah tersebut seiring dengan perkembangan ilmu sejarah.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top