Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara yang memainkan peran penting dalam proses penyatuan dan perkembangan peradaban di Pulau Jawa pada masa klasik (abad ke-8 hingga ke-10 M). Peran Kerajaan Mataram Kuno, dengan pusat kekuasaan awal di Jawa Tengah, kerajaan ini berkembang menjadi pusat politik, budaya, agama, dan ekonomi yang berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas Jawa Kuno. Mataram Kuno dikenal juga sebagai Medang, dan merupakan kerajaan yang melahirkan banyak warisan monumental seperti Candi Borobudur dan Prambanan.
Artikel ini akan membahas secara menyeluruh sejarah Kerajaan Mataram Kuno, peran strategisnya dalam menyatukan wilayah Jawa, serta pengaruhnya terhadap perkembangan budaya dan agama di Indonesia.
Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri pada abad ke-8 Masehi di wilayah Kewu atau dataran tinggi Prambanan, Jawa Tengah. Informasi awal mengenai kerajaan ini diperoleh dari prasasti Canggal (732 M), yang ditulis atas perintah Raja Sanjaya, raja pertama dari Wangsa Sanjaya.
Secara historis, Mataram Kuno terdiri dari dua dinasti besar yang silih berganti memegang kekuasaan, yaitu:
- Wangsa Sanjaya: penganut Hindu Siwa
- Wangsa Syailendra: penganut Buddha Mahayana
Kedua wangsa ini meskipun berbeda agama, secara umum hidup berdampingan dalam periode yang sama dan bahkan beberapa sejarawan menduga terjadi hubungan kekeluargaan dan politik antara keduanya.
Peran Politik: Menyatukan Wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur
Salah satu peran utama Kerajaan Mataram Kuno adalah menyatukan dan mengonsolidasikan berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang sebelumnya terpecah ke dalam kerajaan-kerajaan kecil atau mandala. Raja-raja Mataram melakukan berbagai ekspedisi militer dan diplomasi untuk mengikat kesetiaan wilayah-wilayah lain.
Puncak kekuasaan politik Mataram Kuno terlihat pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, yang berhasil menaklukkan kekuasaan Wangsa Syailendra dan menyatukan kekuasaan di bawah Wangsa Sanjaya. Kejayaan ini dilanjutkan oleh raja-raja berikutnya seperti Balitung dan Mpu Sindok.
Pada abad ke-10 M, ibu kota kerajaan dipindahkan ke wilayah Jawa Timur oleh Mpu Sindok akibat letusan gunung berapi dan ancaman dari Sriwijaya. Perpindahan ini menandai awal dari Dinasti Isyana, kelanjutan dari Mataram Kuno di wilayah timur.
Peran Ekonomi dan Perdagangan
Mataram Kuno juga memainkan peran penting dalam perkembangan ekonomi kawasan Jawa. Sistem irigasi yang maju memungkinkan pertanian berkembang pesat, khususnya tanaman padi. Beberapa prasasti seperti Prasasti Mantyasih dan Prasasti Kalasan menyebutkan kegiatan agraris dan pengelolaan tanah yang canggih.
Selain pertanian, perdagangan juga berkembang, terutama melalui jalur sungai seperti Sungai Progo dan Bengawan Solo. Meskipun Mataram Kuno bukan kerajaan maritim seperti Sriwijaya, namun mereka tetap menjalin hubungan perdagangan dengan wilayah luar, termasuk India dan Tiongkok.
Peran Budaya: Pusat Perkembangan Seni dan Arsitektur
Salah satu peran paling menonjol dari Mataram Kuno adalah kontribusinya terhadap kebudayaan Indonesia, khususnya dalam seni bangunan dan arsitektur. Kerajaan ini melahirkan sejumlah candi megah yang menjadi ikon kebudayaan Indonesia, seperti:
1. Candi Borobudur
Dibangun oleh Wangsa Syailendra pada abad ke-9, Candi Borobudur adalah candi Buddha terbesar di dunia. Arsitekturnya yang megah dan penuh simbolisme spiritual menjadikannya warisan dunia UNESCO dan bukti kemajuan seni dan teknik bangunan pada masa itu.
2. Candi Prambanan
Merupakan candi Hindu terbesar di Indonesia, dibangun oleh Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya. Candi ini didedikasikan untuk Trimurti: Brahma, Wisnu, dan Siwa. Kompleks ini menjadi simbol toleransi dan percampuran budaya Hindu dan Buddha.
3. Candi Kalasan dan Candi Sewu
Dibangun atas perintah raja Syailendra, merupakan tempat ibadah bagi umat Buddha dan bukti akulturasi budaya lokal dengan pengaruh India.
Warisan budaya ini menunjukkan bahwa Mataram Kuno adalah pusat kebudayaan yang memengaruhi perkembangan seni rupa dan arsitektur Indonesia.
Peran Agama dan Toleransi
Kerajaan Mataram Kuno terkenal sebagai kerajaan yang mendukung perkembangan dua agama besar di Nusantara: Hindu dan Buddha. Meski sering dianggap sebagai kerajaan Hindu-Buddha, tetapi tidak jarang raja-raja Mataram memberikan dukungan terhadap pembangunan tempat ibadah agama lain.
Contohnya, Rakai Panangkaran dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu justru memberikan dukungan pada pembangunan Candi Kalasan, candi Buddha Mahayana. Ini menunjukkan adanya sikap toleransi beragama yang tinggi pada masa itu.
Perkembangan agama juga diiringi oleh munculnya berbagai karya sastra keagamaan dan penerjemahan kitab-kitab suci ke dalam bahasa Jawa Kuno dan Sanskerta. Inilah yang membentuk dasar pemikiran religius masyarakat Jawa klasik.
Pemindahan Pusat Kerajaan dan Akhir Mataram Kuno
Sekitar tahun 929 M, Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Perpindahan ini disebabkan oleh dua faktor utama:
- Letusan Gunung Merapi yang menyebabkan kerusakan besar di pusat kerajaan.
- Tekanan politik dan militer dari Sriwijaya, yang mengganggu jalur perdagangan dan keamanan kerajaan.
Setelah perpindahan ini, kerajaan Mataram Kuno berkembang menjadi Dinasti Isyana, yang merupakan kelanjutan dari kekuasaan Mataram di wilayah timur. Dinasti ini menjadi cikal bakal lahirnya kerajaan-kerajaan besar berikutnya seperti Kahuripan, Kediri, dan Singhasari.
Baca juga: Mengungkap Fakta Sejarah: Apakah Indonesia Benar-Benar Dijajah Belanda Selama 350 Tahun?
Warisan dan Pengaruh Mataram Kuno di Masa Kini
Kerajaan Mataram Kuno telah meninggalkan warisan sejarah yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia. Beberapa pengaruh penting yang masih terasa antara lain:
- Bahasa Jawa Kuno yang digunakan dalam prasasti dan karya sastra klasik, menjadi dasar perkembangan bahasa Jawa modern.
- Sistem kepercayaan dan filosofi Hindu-Buddha, masih hidup dalam budaya dan upacara tradisional masyarakat Jawa.
- Arsitektur dan candi-candi bersejarah, menjadi objek wisata dan kajian budaya dunia.
Selain itu, konsep toleransi dan keragaman yang dijalankan di Mataram Kuno menjadi inspirasi penting dalam menjaga keberagaman Indonesia modern.
Kesimpulan
Kerajaan Mataram Kuno memiliki peran strategis dalam menyatukan wilayah Jawa pada masa klasik, baik melalui jalur politik, agama, ekonomi, maupun budaya. Dengan kepemimpinan raja-raja besar seperti Sanjaya, Rakai Pikatan, dan Mpu Sindok, Mataram Kuno tidak hanya memperluas wilayah kekuasaan, tetapi juga membangun dasar peradaban Jawa yang kompleks dan maju.
Candi-candi megah, sistem pemerintahan yang tertata, dan semangat toleransi yang tinggi menjadikan Mataram Kuno sebagai contoh ideal peradaban kuno Nusantara. Pengaruh kerajaan ini terus hidup dalam identitas budaya Indonesia hingga hari ini.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Apa nama lain dari Kerajaan Mataram Kuno?
Kerajaan Mataram Kuno juga dikenal sebagai Kerajaan Medang dalam beberapa prasasti dan literatur sejarah.
2. Siapa raja pertama Mataram Kuno?
Raja pertama adalah Sanjaya, pendiri Wangsa Sanjaya, yang disebut dalam Prasasti Canggal (732 M).
3. Apa perbedaan Wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra?
Wangsa Sanjaya beragama Hindu Siwa, sedangkan Wangsa Syailendra beragama Buddha Mahayana. Meski berbeda, mereka sempat hidup berdampingan dan bekerja sama.
4. Apa alasan pemindahan pusat kerajaan ke Jawa Timur?
Karena bencana alam (letusan Gunung Merapi) dan ancaman militer dari Sriwijaya, pusat kerajaan dipindahkan oleh Mpu Sindok ke wilayah Jawa Timur.
5. Apa peninggalan paling terkenal dari Kerajaan Mataram Kuno?
Peninggalan paling terkenal adalah Candi Borobudur dan Candi Prambanan, dua situs budaya dunia yang menjadi ikon pariwisata Indonesia.
Referensi
- Poesponegoro, Marwati Djoened & Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II.
- Soekmono, R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia.
- https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
- https://www.borobudurpark.com
- https://www.perpusnas.go.id
- Prasasti Canggal, Kalasan, Mantyasih – sumber primer arkeologi