Home » Sejarah » Kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam sebagai Pusat Ilmu dan Perdagangan Islam
Posted in

Kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam sebagai Pusat Ilmu dan Perdagangan Islam

Kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam sebagai Pusat Ilmu dan Perdagangan Islam (ft.istimewa)
Kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam sebagai Pusat Ilmu dan Perdagangan Islam (ft.istimewa)
sekolahGHAMA

Kerajaan Aceh Darussalam adalah salah satu kerajaan Islam terbesar dan paling berpengaruh di Asia Tenggara pada abad ke-16 hingga ke-17. Terletak di ujung utara Pulau Sumatra, kerajaan ini memainkan peran penting sebagai pusat ilmu pengetahuan Islam dan perdagangan internasional. Kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam menjadi simbol kekuatan politik, keagamaan, dan ekonomi yang disegani oleh kekuatan regional maupun dunia, termasuk Kesultanan Utsmaniyah di Turki dan bangsa Eropa seperti Portugis dan Belanda.

Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang latar belakang berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam, masa kejayaannya, peran penting dalam penyebaran Islam dan pengembangan ilmu, serta posisi strategisnya dalam jalur perdagangan internasional.


Latar Belakang dan Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam

Kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada tahun 1514 Masehi di bawah kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Syah. Ia berhasil menyatukan berbagai kerajaan kecil di sekitar pesisir utara Sumatra dan memproklamasikan berdirinya kerajaan Islam yang independen dari pengaruh Portugis dan kerajaan Hindu-Buddha sebelumnya.

Letak geografis Aceh yang strategis—berada di mulut Selat Malaka—menjadikannya titik penting dalam rute perdagangan maritim internasional antara India, Timur Tengah, dan Tiongkok. Hal ini menjadikan Aceh sebagai kerajaan yang sangat diperhitungkan secara ekonomi dan militer.


Masa Keemasan: Sultan Iskandar Muda (1607–1636)

Puncak kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam terjadi di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Selama masa kepemimpinannya, Aceh berkembang pesat dalam bidang militer, ekonomi, pendidikan, dan agama.

1. Ekspansi Wilayah

Sultan Iskandar Muda berhasil memperluas kekuasaan Aceh hingga ke wilayah barat Sumatra, Pahang, Kedah, bahkan sampai Johor di Semenanjung Malaya. Ia mengalahkan Portugis di beberapa pertempuran dan memantapkan supremasi Aceh di Selat Malaka.

2. Perdagangan Internasional

Aceh menjadi pelabuhan transit utama untuk komoditas dunia seperti:

  • Rempah-rempah dari Maluku
  • Emas dan lada dari Sumatra
  • Tekstil dari India
  • Barang-barang logam dan porselen dari Tiongkok

Kota pelabuhan seperti Banda Aceh tumbuh menjadi kota kosmopolitan tempat bertemunya pedagang Arab, Persia, Gujarat, Melayu, bahkan Eropa.

3. Armada Laut yang Tangguh

Kerajaan Aceh memiliki armada laut yang kuat dan modern, yang bahkan disebut-sebut mampu menandingi kekuatan laut Portugis. Iskandar Muda membangun kapal-kapal besar dan menjadikan laut sebagai bagian penting dari strategi militernya.


Aceh Sebagai Pusat Ilmu Pengetahuan Islam

Selain unggul dalam bidang militer dan perdagangan, Aceh juga menjadi pusat pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan Islam di Asia Tenggara.

1. Lahirnya Ulama Besar

Banyak ulama terkenal yang lahir atau belajar di Aceh, seperti:

  • Syamsuddin as-Sumatrani
  • Nuruddin ar-Raniri
  • Abdurrauf as-Singkili

Mereka menulis berbagai kitab tafsir, tasawuf, fiqih, dan filsafat yang digunakan di seluruh wilayah Melayu.

2. Pusat Penerjemahan dan Penulisan

Aceh menjadi pusat penerjemahan karya-karya Islam klasik dari bahasa Arab dan Persia ke dalam bahasa Melayu. Selain itu, perkembangan sastra Islam di Aceh juga sangat pesat, seperti hikayat, syair-syair sufi, dan buku keagamaan.

3. Madrasah dan Dayah

Sistem pendidikan Islam tradisional seperti dayah (pesantren) berkembang di seluruh Aceh. Dayah menjadi pusat pengajaran Al-Qur’an, hadis, fiqih, dan ilmu keislaman lainnya, mencetak generasi ulama dan pemimpin intelektual.


Hubungan Diplomatik dan Internasional

Aceh menjalin hubungan erat dengan dunia Islam internasional, terutama:

  • Kesultanan Utsmaniyah di Turki: Aceh mengirimkan utusan untuk meminta bantuan militer dan senjata dalam menghadapi Portugis.
  • India dan Persia: sebagai pusat perdagangan dan pertukaran ilmu keislaman.
  • Eropa: meskipun terjadi konflik, Aceh juga berinteraksi dengan Belanda dan Inggris yang tertarik dengan rempah-rempah dan lada Aceh.

Perempuan Pemimpin: Sultanah Aceh

Salah satu hal unik dari Kerajaan Aceh adalah peran perempuan dalam pemerintahan. Setelah kematian Sultan Iskandar Tsani, Aceh dipimpin oleh empat sultanah perempuan secara berturut-turut dari 1641 hingga 1699. Hal ini menunjukkan tingkat penghargaan terhadap perempuan dalam sistem kerajaan Islam Aceh yang terbuka terhadap kepemimpinan perempuan, meskipun kemudian mendapat tekanan dari ulama konservatif.


Kemunduran Kerajaan Aceh

Setelah abad ke-17, Kerajaan Aceh mulai mengalami kemunduran karena beberapa faktor:

  1. Persaingan dagang dengan VOC (Belanda)
  2. Perpecahan internal antara bangsawan dan ulama
  3. Berakhirnya kekuasaan perempuan dan intervensi asing
  4. Kehilangan wilayah-wilayah strategis seperti Pahang dan Kedah

Pada abad ke-19, Aceh tetap mempertahankan kemerdekaannya, tetapi akhirnya jatuh ke tangan kolonial Belanda setelah Perang Aceh yang panjang dan berdarah dari tahun 1873 hingga awal abad ke-20.

Baca juga: Peran VOC dan Hindia Belanda dalam 350 Tahun Kolonialisme di Indonesia


Warisan Kejayaan Aceh

Meskipun kerajaan ini akhirnya runtuh, warisan kejayaan Kerajaan Aceh masih terlihat jelas hingga hari ini:

  • Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh, yang merupakan simbol arsitektur Islam Aceh.
  • Tradisi dayah yang masih hidup dan menjadi bagian penting dalam pendidikan agama di Aceh.
  • Karya-karya ulama Aceh yang masih menjadi referensi di pesantren dan universitas Islam di Asia Tenggara.

Kesimpulan

Kerajaan Aceh Darussalam adalah contoh ideal dari sebuah kerajaan Islam yang menggabungkan kekuatan militer, keunggulan ekonomi, dan kemajuan intelektual. Dengan pengaruhnya yang luas di bidang perdagangan, pendidikan Islam, dan diplomasi internasional, Aceh pantas disebut sebagai salah satu pusat kejayaan Islam di Asia Tenggara.

Kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam ini bukan hanya tonggak penting dalam sejarah Indonesia, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya tentang pentingnya kemandirian, ilmu pengetahuan, dan semangat mempertahankan nilai-nilai Islam di tengah tantangan global.


FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)

1. Kapan Kerajaan Aceh Darussalam berdiri?

Kerajaan ini berdiri pada tahun 1514 M di bawah kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Syah.

2. Siapa raja terbesar Kerajaan Aceh?

Raja terbesar adalah Sultan Iskandar Muda, yang memerintah dari 1607 hingga 1636 dan membawa Aceh ke puncak kejayaan.

3. Apa saja kontribusi Aceh dalam pengembangan ilmu Islam?

Aceh melahirkan banyak ulama besar dan menjadi pusat pendidikan Islam, penerjemahan karya keislaman, serta pengembangan pesantren atau dayah.

4. Mengapa Aceh disebut pusat perdagangan Islam?

Karena letaknya strategis di jalur perdagangan internasional dan menjadi pelabuhan penting bagi pedagang dari Timur Tengah, India, dan Asia Timur.

5. Apa peninggalan budaya dari Kerajaan Aceh yang masih ada?

Masjid Raya Baiturrahman, tradisi dayah, dan karya-karya tulis para ulama Aceh yang terus dikaji hingga sekarang.


Referensi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.