Kedatangan Portugis ke Nusantara pada awal abad ke-16 membawa perubahan besar dalam dinamika politik, ekonomi, dan sosial masyarakat kepulauan Indonesia. Meskipun pada awalnya diterima oleh sebagian kerajaan lokal karena alasan perdagangan atau aliansi militer, seiring berjalannya waktu, sikap Portugis yang monopolis, arogan, dan campur tangan dalam urusan dalam negeri kerajaan-kerajaan lokal memicu perlawanan luas dari rakyat dan elite penguasa. Bagaimana Perlawanan Rakyat Nusantara terhadap Portugis?
Perlawanan ini terjadi di berbagai wilayah, mulai dari penolakan Kesultanan Malaka, perjuangan Kesultanan Demak dan Aceh, hingga pengusiran Portugis dari Ternate oleh Sultan Baabullah. Artikel ini membahas secara rinci bentuk-bentuk perlawanan rakyat Nusantara terhadap Portugis, latar belakangnya, tokoh-tokoh utama yang terlibat, serta dampak historis yang ditinggalkannya dalam perjuangan melawan kolonialisme Eropa.
Latar Belakang Kedatangan Portugis
Setelah Portugis menaklukkan Malaka pada tahun 1511, mereka mulai meluaskan pengaruhnya ke berbagai wilayah di Nusantara, terutama ke Maluku, yang dikenal sebagai “Kepulauan Rempah”. Tujuan utama mereka adalah:
- Menguasai jalur perdagangan rempah-rempah.
- Menyebarkan agama Katolik.
- Mendirikan benteng dan garnisun militer untuk memperkuat kekuasaan.
Namun, tindakan mereka yang seringkali bersifat memaksa, seperti monopoli dagang, pemaksaan agama, dan intervensi politik, menimbulkan ketegangan dan akhirnya memicu gelombang perlawanan dari berbagai kerajaan dan rakyat lokal.
Perlawanan di Malaka
1. Kesultanan Malaka (1511)
Penaklukan Malaka oleh Portugis pada tahun 1511 menandai awal kekuasaan Eropa di Asia Tenggara. Sultan Mahmud Syah, penguasa Malaka saat itu, melakukan perlawanan keras terhadap pasukan Alfonso de Albuquerque.
Setelah kota jatuh, Sultan Mahmud melarikan diri dan mendirikan pusat perlawanan di Bentan dan kemudian Kampar. Ia melakukan serangan balasan berulang kali terhadap Portugis di Malaka, meskipun akhirnya gagal merebut kembali kota tersebut.
Perlawanan ini memperlihatkan bahwa sejak awal, bangsa lokal tidak menerima penjajahan begitu saja, dan perjuangan mempertahankan kedaulatan sudah terjadi bahkan sejak kontak pertama dengan bangsa Eropa.
Perlawanan di Jawa dan Sumatra
2. Kesultanan Demak (1520–1530-an)
Sebagai kerajaan Islam pertama dan terkuat di Jawa, Kesultanan Demak menentang keras dominasi Portugis, terutama karena penguasaan Malaka merugikan pedagang Muslim. Di bawah Sultan Trenggana, Demak:
- Menyerang pelabuhan-pelabuhan yang bersekutu dengan Portugis.
- Membantu penyerangan terhadap Malaka dan Sunda Kelapa.
- Mengusir Portugis dari rencana mendirikan benteng di Sunda Kelapa (1527), yang dipimpin oleh Fatahillah. Kota tersebut kemudian diganti namanya menjadi Jayakarta.
3. Kesultanan Aceh (1540–1560-an)
Aceh tumbuh menjadi kekuatan baru di Sumatra setelah kejatuhan Malaka. Sultan-sultan Aceh seperti Sultan Alauddin al-Kahar memimpin berbagai ekspedisi laut melawan Portugis di Malaka.
- Mengirim armada laut yang kuat untuk merebut Malaka.
- Membentuk aliansi dengan Kekaisaran Ottoman untuk mendapatkan bantuan militer.
- Membina hubungan dagang dengan Gujarat, Mekkah, dan Turki sebagai alternatif perdagangan.
Aceh menjadi simbol perlawanan Islam maritim terhadap imperialisme Portugis di Asia Tenggara.
Perlawanan di Maluku
4. Kesultanan Ternate (1570–1575)
Ternate awalnya menjalin hubungan baik dengan Portugis, yang membantu membangun benteng dan mendirikan pos dagang. Namun, ketika Portugis mulai terlalu mencampuri urusan dalam negeri dan membunuh Sultan Khairun pada tahun 1570, rakyat dan bangsawan Ternate bangkit.
Di bawah kepemimpinan putra Sultan Khairun, yaitu Sultan Baabullah, terjadi perlawanan besar:
- Seluruh rakyat Ternate bergabung dalam perang suci (jihad) melawan Portugis.
- Benteng Portugis dikepung dan akhirnya ditaklukkan.
- Pada tahun 1575, Portugis diusir total dari Ternate.
Ini menjadi salah satu perlawanan paling sukses dalam sejarah Nusantara terhadap kolonial Eropa, dan Sultan Baabullah dikenal sebagai “Pengusir Bangsa Asing dari Maluku”.
5. Kesultanan Tidore dan Ambon
Meskipun Tidore sempat bersekutu dengan Spanyol, rakyatnya juga menunjukkan sikap kritis terhadap kehadiran Portugis dan bangsa Eropa lainnya. Di Ambon dan Lease, rakyat setempat juga melancarkan pemberontakan akibat pemaksaan kerja dan perdagangan yang tidak adil.
Perlawanan ini menunjukkan bahwa kesadaran kolektif terhadap dominasi asing tumbuh luas di Maluku, bukan hanya dari elite, tetapi juga masyarakat umum.
Bentuk-Bentuk Perlawanan
- Perlawanan Militer Terbuka
- Penyerangan terhadap benteng Portugis.
- Blokade pelabuhan dan serangan laut.
- Penyerangan terhadap benteng Portugis.
- Diplomasi dan Aliansi
- Kerja sama antara kerajaan seperti Aceh–Ottoman dan Ternate–Tidore.
- Negosiasi antar kerajaan untuk membatasi pengaruh Portugis.
- Kerja sama antara kerajaan seperti Aceh–Ottoman dan Ternate–Tidore.
- Perlawanan Kultural dan Agama
- Penolakan terhadap pemaksaan agama Katolik.
- Upaya mempertahankan tradisi dan keyakinan lokal.
- Penolakan terhadap pemaksaan agama Katolik.
- Perlawanan Ekonomi
- Menolak sistem monopoli dan pajak berat dari Portugis.
- Membuka jalur perdagangan alternatif di luar kendali Portugis.
- Menolak sistem monopoli dan pajak berat dari Portugis.
Tokoh-Tokoh Penting dalam Perlawanan
- Sultan Mahmud Syah (Malaka): Memimpin perlawanan setelah jatuhnya Malaka.
- Sultan Trenggana (Demak): Memimpin penyerangan terhadap pelabuhan yang pro-Portugis.
- Fatahillah: Mengusir Portugis dari Sunda Kelapa dan mendirikan Jayakarta.
- Sultan Alauddin al-Kahar (Aceh): Melancarkan ekspedisi militer ke Malaka.
- Sultan Khairun dan Sultan Baabullah (Ternate): Tokoh utama dalam pengusiran Portugis dari Maluku.
Baca juga: Pertempuran di Sunda Kelapa: Perlawanan Fatahillah terhadap Portugis dan Belanda
Dampak Perlawanan terhadap Sejarah Nusantara
- Meningkatnya kesadaran politik lokal terhadap ancaman kolonialisme.
- Terganggunya dominasi Portugis yang membuka jalan bagi kedatangan Belanda dan VOC.
- Munculnya jaringan aliansi antar kerajaan Nusantara, menunjukkan adanya solidaritas melawan asing.
Perlawanan ini menjadi warisan penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan imperialisme, yang kelak menginspirasi perjuangan di masa kolonial Belanda dan Jepang.
Kesimpulan
Perlawanan rakyat dan kerajaan Nusantara terhadap Portugis merupakan bagian integral dari sejarah panjang penolakan terhadap kekuasaan asing. Dari Malaka, Demak, hingga Maluku, perjuangan ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki semangat perlawanan yang kuat sejak awal kedatangan kolonialisme Eropa.
Meskipun dalam banyak kasus perlawanan itu belum berhasil mengusir Portugis secara permanen, seperti di Malaka atau Sumatra, namun kemenangan besar di Ternate menjadi bukti bahwa kekuatan lokal mampu menggulingkan dominasi asing melalui persatuan, strategi militer, dan semangat mempertahankan kedaulatan.
FAQ (Pertanyaan yang Sering Diajukan)
1. Kapan Portugis mulai datang ke Nusantara?
Portugis pertama kali tiba di Nusantara pada tahun 1512, setelah menaklukkan Malaka pada 1511.
2. Apa alasan rakyat Nusantara melawan Portugis?
Alasannya termasuk monopoli perdagangan, campur tangan politik, pemaksaan agama Katolik, serta perlakuan tidak adil terhadap rakyat lokal.
3. Siapa tokoh utama yang berhasil mengusir Portugis dari Maluku?
Sultan Baabullah dari Ternate berhasil mengusir Portugis secara total dari Maluku pada tahun 1575.
4. Apakah semua kerajaan menentang Portugis?
Tidak. Beberapa kerajaan awalnya menjalin aliansi dengan Portugis, namun kemudian berbalik menentang setelah merasa dirugikan.
5. Apa dampak jangka panjang dari perlawanan ini?
Perlawanan ini memperkuat semangat anti-kolonial di Nusantara dan menjadi landasan bagi perjuangan selanjutnya melawan penjajah lain seperti Belanda.
Referensi:
- Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta: Serambi.
- Andaya, Leonard Y. (1993). The World of Maluku. University of Hawai’i Press.
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI – https://www.kemdikbud.go.id
- Ensiklopedia Sejarah Nasional Indonesia – https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id
Artikel ini dipublikasikan untuk mendukung pendidikan sejarah Indonesia dan tersedia di buguruku.com – portal belajar sejarah dan budaya Indonesia.
