Kabinet Ali Sastroamidjoyo I (Juli 1953-Juli 1955), Kabinet ini merupakan koalisi PNI dan partai NU serta partai-partai kecil lainnya. Sementara Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia) berada diluar pemerintahan. Program kerja kabinet ini antara lain:
- Pengindonesiaan perekonomian dan memberi kesempatan kepada pengusaha pribumi.
- Pelaksanaan perekonomiaan Ali Baba yaitu kerja sama antara pengusaha pribumi dengan pengusaha keturunan Tionghua dalam bidang perekonomian di Indonesia.
Kabinet Ali Sastroamidjoyo I, program kabinet Ali I yang menonjol adalah penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung tanggal 18 –25 April 1955. Dalam KAA tersebut juga merekomendasikan dukungan kepada Indonesia tentang masalah Irian Barat.
Pada akhirnya kabinet ini juga mengembalikan mandatnya pada presiden tanggal 24 Juli 1955. Penyebabnya adalah masalah pergantian KSAD (Komando Staf Angkatan Darat) yang masih berkaitan dengan peristiwa 17 Oktober 1952.
Kabinet Ali berkeinginan mengangkat KSAD dari kelompok TNI yang anti peristiwa 17 Oktober yaitu Kolonel Bambang Utoyo namun petinggi TNI menolak dengan alasan bahwa dalam tradisi TNI, pengangkatan KSAD didasarkan pada senioritas dan kecakapan (Muhaimin, 2002:84).
Parlemen akhirnya mengajukan mosi tidak percaya kepada Kabinet Ali yang dianggap tidak mampu menghadapi tekanan TNI-AD sehingga mengembalikan mandatnya kepada presiden.
Meskipun menurut sistem politik bahwa yang dapat menjatuhkan kabinet adalah partai-partai politik di parlemen tetapi momen jatuhnya kabinet Ali I disebabkan oleh kekuatan Angkatan Darat.
Namun kabinet ini merupakan kabinet terlama yang dapat bertahan pada masa demokrasi parlementer.
A. Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955-Maret 1956)Â
Setelah berlangsung perundingan yang rumit pasca jatuhnya Kabinet Ali yang pertama ( Ali I), Burhannudin Harahap (Masyumi) berhasil menyusun kabinet yang didukung oleh Masyumi,PSI dan Partai NU. Program kabinet tersebut antara lain:Â
- Pemberantasan korupsi (antara lain dengan menangkap mantan Menteri Kehakiman Kabinet Ali I yaitu Jody Gondokusumo dengan tuduhan korupsi).
- Pelaksanaan pemilu I
Untuk mengurangi ketegangan dengan militer, Perdana Menteri Burhannudin mengangkat kembali A. H Nasution sebagai KSAD. Hal ini disebabkan pemerintah menginginkan dukungan militer untuk menjaga stabilitas keamanan berkaitan dengan rencana pelaksanaan pemilu.
Kabinet Burhanudin berhasil menyelenggarakan pemilu I di Indonesia dengan pelaksanaan sebagai berikut:
- 29 September 1955 memilih anggota DPR
- 15 Desember 1955 memilih anggota Konstituante
B. Kabinet Ali Sastroamidjoyo II (Maret 1956-Maret 1957)Â
Kabinet Ali II merupakan kabinet koalisi partai–partai besar hasil pemilu 1955 kecuali PKI sehinggga terdiri atas PNI,Masyumi dan Partai NU. Program kabinet tersebut disebut dengan Rencana Lima Tahun, dengan agenda sebagai berikut:
- Perjuangan merebut Irian Barat
- Pembentukan daerah-daerah otonom
- Pemilihan anggota DPRD
- Perbaikan nasib buruh dan pegawai
- Menyehatkan keuangan negara
- Pergantian ekonomi kolonial menjadi nasional (Notosusanto,1977:96).
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi kabinet dalam melaksanakan agenda pemerintahan adalah:
- Timbulnya semangat anti Cina di masyarakat
- Hubungan memburuk dengan Belanda karena pengingkaran pemerintah Indonesia terhadap persetujuan hutang-hutangnya dalam kesepakatan KMB
- Penyelundupan barang-barang import
- Ketidakpuasan daerah (terutama Sumatera dan Sulawesi) tentang alokasi beaya pembangunan antara daerah dan pusat.
C. Kabinet Djuanda (April 1957–Juli 1959)Â
Kabinet tersebut merupakan Zaken Kabinet, dengan programnya terdiri 5 (lima) pasal (Panca Karya) sehingga disebut kabinet karya Program kerjanya adalah:
- Membentuk Dewan Nasional
- Normalisasi situasi negara dan mempergiat pembangunan
- Perjuangan merebut Irian Barat
- Melancarkan pelaksanaan pembatalan KMB ( Notosusanto,1977:98).
Posisi kabinet Djuanda sangat kuat karena negara dalam keadaan bahaya sehingga yang berperan adalah presiden dan TNI sehingga parlemen tidak dapat mengeluarkan mosi untuk menjatuhkan kabinet.
Pemerintah juga membentuk Dewan Nasional yang diketuai Sukarno, bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan-kekuatan dalam masyarakat serta bertugas sebagai penasehat dalam menjalankan pemerintahan dan menjaga stabilitas keamanan.
Namun pada prakteknya, pembentukan Dewan Nasional tersebut untuk memperkuat otoritas Sukarno serta sebagai forum tandingan bagi pengaruh partai-partai politik di pemerintahan.
Dewan Nasional yang ektra-konstitusional tersebut menurut Sukarno berkedudukan lebih tinggi dari kabinet karena dewan tersebut mencerminkan seluruh bangsa sedangkan kabinet hanya mencerminkan parlemen (Mahfud M D,2000: 54).
Dalam perkembangannya, pemerintahan tetap tidak berhasil mengatasi berbagai krisis, bahkan pergolakan di daerah semakin meningkat.
Para perwira militer di daerah seperti Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Simbolon, Let. Kol Ahmad Husein dan Let. Kol Samual mengadakan pertemuan di Palembang dengan hasil berupa tuntutan kepada pemerintah pusat yaitu:
- Muhammad Hatta dikembalikan kedudukannya sebagai wapres
- Jenderal Nasution beserta jajarannya harus diganti
- Pembatasan gerakan dan paham komunis melalui Undang -undang.
Tuntutan tersebut tidak ditanggapi oleh pemerintah Pusat sehingga perwira daerah mengultimatum agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri.
D. Berdirinya PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)
Pada tanggal 15 Pebruari 1958 Ahmad Husein memproklamirkan berdirinya PRRI (Pemerintahan Revolusioner Rebublik Indonesia) dengan Perdana Menterinya, Syafrudin Prawiranegara (tokoh Masyumi).
PRRI mendapat dukungan dari daerah Sulawesi dengan munculnya gerakan Permesta sehingga pemberontakan ini disebut PRRI/Permesta.
Baca juga Sejarah Sarekat Islam, Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU)
Sementara itu Dewan Konstituante hasil pemilu 1955 yang bertugas menyusun Undang-undang Dasar gagal melaksanakan tugasnya. Keadaan ini semakin tegang dengan adanya pemberontakan PRRI/Permesta. Akhirnya presiden Sukarno memutuskan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sehingga kabinet Djuanda berakhir.