Home » IPS Kelas 10 » Sistem-Sistem Kepercayaan, Nilai dan Sikap
Sistem-Sistem Kepercayaan, Nilai dan Sikap

Sistem-Sistem Kepercayaan, Nilai dan Sikap

Sistem-Sistem Kepercayaan, Nilai dan Sikap. Kepercayaan secara umum dapat dipandang sebagai kemungkinan-kemungkinan subjektif yang diyakini individu bahwa suatu objek atau peristiwa memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Kepercayaan melibatkan hubungan antara objek yang dipercayai dan karakteristik-karakteristik yang membedakannya.

Derajat kepercayaan kita mengenai suatu peristiwa atau suatu objek yang memiliki karakteristik-karakteristik tertentu menunjukkan tingkat kemungkinan subjektif kita dan konsekuensinya, juga menunjukkan kedalaman atau intensitas kepercayaan kita. Tegasnya, semakin pasti kita dalam kepercayaan kita, semakin besar pulalah intensitas kepercayaan tersebut. 

Budaya memainkan peranan penting dalam pembentukan kepercayaan. Apakah kita menerima dan percaya kebenaran manfaat dari kopi, makanan dan minuman suplemen, daun teh, bergantung pada latar belakang budaya dan pengalaman-pengalaman kita. 

Komunikasi antar budaya

Dalam komunikasi antar budaya tidak ada hal yang benar atau hal yang salah sejauh hal-hal tersebut berkaitan dengan kepercayaan. Bila seseorang percaya bahwa suara angin dapat menuntun perilaku seseorang ke jalan yang benar, kita tidak dapat mengatakan bahwa kepercayaan itu salah; kita harus dapat mengenai dan menghadapi kepercayaan tersebut bila kita ingin melakukan komunikasi antar budaya yang sukses dan memuaskan.  

Nilai-nilai adalah aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan, nilai dan sikap. Dimensi-dimensi evaluatif ini meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan, dan kesenangan. Meskipun setiap orang mempunyai suatu tatanan nilai yang unik, terdapat pula nilai-nilai yang cenderung menyerap budaya. Nilai-nilai ini dinamakan nilai-nilai budaya.  

Nilai-nilai budaya biasanya berasal dari isu-isu filosofis lebih besar yang merupakan bagian dari suatu milieu budaya. Nilai-nilai ini umumnya normatif dalam arti bahwa nilai-nilai tersebut menjadi rujukan seorang anggota budaya tentang apa yang baik dan apa yang buruk, yang benar dan yang salah, yang sejati dan palsu, positif dan negatif, dan sebagainya. 

Budaya memiliki nilai-nilai yang diyakini (ilustrasi foto/istimewa)

Nilai-nilai budaya menentukan bagaimana orang layak mati dan untuk apa, apa pantas dilindungi, apa yang menakutkan orang-orang dan sistem sosial mereka, hal-hal apa yang patut dipelajari dan dicemoohkan, dan peristiwa-peristiwa apa menyebabkan individu-individu memiliki solidaritas kelompok. 

Nilai-nilai budaya juga menegaskan perilaku-perilaku mana yang penting dan perilaku-perilaku mana pula yang harus dihindari. Nilai-nilai budaya adalah seperangkat aturan terorganisasikan untuk membuat pilihan-pilihan dan mengurangi konflik dalam suatu masyarakat. 

Nilai-nilai dalam suatu budaya menampakkan diri dalam perilaku para anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut. Nilai-nilai ini disebut nilai-nilai normatif. Maka, orang-orang Katolik dituntut untuk menghadiri misa, para pengendara dituntut untuk berhenti ketika lampu lalu lintas berwarna merah, dan para pekerja dituntut untuk datang di tempat kerja pada waktu yang telah ditetapkan. Kebanyakan orang melaksanakan perilaku-perilaku normatif, sedikit orang tidak. 

Perilaku normatif

Orang yang tak melaksanakan perilaku normatif mungkin mendapat sanksi informal ataupun sanksi yang sudah dibakukan. Seorang Katolik yang tidak menghadiri misa mungkin akan menerima kunjungan pendeta, pengendara kendaraan bermotor yang melanggar aturan lalu lintas mungkin akan menerima surat tilang, dan seorang pegawai yang malas mungkin akan dipecat. 

Perilaku-perilaku normatif juga tampak pada perilaku-perilaku sehari-hari yang menjadi pedoman bagi individu dan kelompok untuk mengurangi atau menghindari konflik.  

Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi bagi pengembangan dan isi sikap. Kita boleh mendefinisikan sikap sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek secara konsisten. Sikap itu dipelajari dalam suatu konteks budaya. Bagaimanapun lingkungan kita, lingkungan itu akan turut membentuk sikap kita, kesiapan kita untuk merespons, dan akhirnya perilaku kita.  

Baca juga Ringkasan Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebuah realitas sosial

Bias budaya dalam sistem kepercayaan, nilai, sikap dapat dilihat pada contoh pertarungan dengan banteng. Banyak orang Amerika Utara percaya bahwa kekejaman terhadap binatang adalah salah dan bahwa perbuatan meletihkan dan membunuh seekor banteng adalah contoh kekejaman tersebut. Konsekuensinya, banyak orang Amerika Utara memandang pertarungan melawan banteng dengan sikap negatif dan akan menghindari tontonan tersebut, walaupun tontonan tersebut lewat televisi. 

Sebagian orang bahkan berkampanye agar pertarungan itu dilarang. Tetapi bagi kebanyakan orang Amerika Latin, pertarungan melawan banteng adalah suatu kontes keberanian antara manusia dan binatang. Tontonan tersebut dinilai positif, dan kemenangan seorang matador tidaklah dianggap sebagai kekejaman terhadap binatang, melainkan sebagai perbuatan berani, keterampilan, dan ketangkasan fisik. 

Sistem-Sistem Kepercayaan, dalam konteks budaya masyarakat tersebut, menyaksikan pertarungan manusia melawan banteng adalah menyaksikan suatu kesempatan terbaik dalam hidup ketika manusia mendemonstrasikan dominasinya atas binatang. Kemenangan atas banteng bahkan melambangkan kemenangan kebajikan atas kejahatan. 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top