Pedagogik

PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK

Perkembangan moral peserta didik. Perkembangan moral merujuk pada perubahan yang terjadi pada individu terkait dengan nilai-nilai, norma, dan prinsip moral yang dianutnya sepanjang hidupnya. Perkembangan moral mencakup proses pembentukan sikap, pemikiran, dan perilaku moral yang dapat berubah seiring dengan perkembangan individu tersebut.

Perkembangan moral berkaitan erat dengan proses pembentukan identitas individu dan pengaruh lingkungan sosial di sekitarnya, seperti keluarga, teman, dan masyarakat. Faktor-faktor seperti pengalaman hidup, pendidikan, agama, dan budaya juga dapat memengaruhi perkembangan moral seseorang.

Perkembangan moral sering kali dibagi menjadi beberapa tahap atau tingkat, seperti tahap moralitas konvensional, post-konvensional, dan universal. Tahap-tahap ini didasarkan pada teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg dan Jean Piaget. Namun, teori-teori ini bukanlah satu-satunya cara untuk memahami perkembangan moral, dan ada beberapa pandangan alternatif yang juga diakui.

A. Perkembangan moral menurut ahli

Berikut ini adalah beberapa pendapat dari ahli mengenai perkembangan moral:

  1. Lawrence Kohlberg: Kohlberg adalah salah satu ahli psikologi yang dikenal dengan teori perkembangan moralnya. Menurut Kohlberg, perkembangan moral terdiri dari enam tahap yang dibagi ke dalam tiga level, yaitu level pra-konvensional, konvensional, dan post-konvensional. Pada setiap tahap, individu mengembangkan cara pandang dan nilai-nilai moral yang berbeda-beda.
  2. Jean Piaget: Piaget juga memiliki teori perkembangan moral yang dikembangkan dari perspektif psikologi kognitif. Menurut Piaget, individu mengalami tiga tahap perkembangan moral, yaitu tahap moralitas heteronomi, tahap moralitas otonomi, dan tahap moralitas universal.
  3. Carol Gilligan: Gilligan menawarkan pandangan yang berbeda dengan menekankan perbedaan gender dalam perkembangan moral. Menurutnya, perempuan lebih cenderung mengembangkan moralitas yang berbasis pada hubungan dan ketergantungan, sedangkan laki-laki cenderung mengembangkan moralitas yang berbasis pada hukum dan prinsip.
  4. James Rest: Rest mengembangkan model perkembangan moral yang menekankan pentingnya pengalaman moral dalam perkembangan individu. Menurutnya, individu mengalami empat tahap dalam perkembangan moral, yaitu tahap heteronomi, tahap otonomi, tahap pengambilan keputusan moral, dan tahap moralitas kesadaran.

Pendapat para ahli ini memberikan gambaran tentang kompleksitas perkembangan moral dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap individu dapat mengalami perkembangan moral yang berbeda-beda, tergantung pada pengalaman hidup dan lingkungan sosialnya.

B. Empat pokok utama dalam mempelajari sikap moral

Dalam mempelajari sikap moral, terdapat empat pokok utama yang biasa menjadi fokus perhatian, yaitu:

  1. Asal-usul sikap moral: Meneliti bagaimana sikap moral manusia berkembang, baik dari segi biologis maupun psikologis. Hal ini meliputi penerapan teori-teori perkembangan moral, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral, serta peran pengalaman hidup dalam membentuk sikap moral.
  2. Karakteristik sikap moral: Mempelajari karakteristik yang membedakan antara sikap moral dan non-moral, seperti otonomi dan keterkaitan dengan nilai-nilai universal. Selain itu, juga diperhatikan mengenai hubungan antara sikap moral dan perilaku, serta bagaimana sikap moral dapat dipengaruhi oleh norma sosial dan tekanan dari lingkungan.
  3. Perbedaan individu dalam sikap moral: Memperhatikan perbedaan individu dalam memandang dan mempraktikkan sikap moral, termasuk perbedaan budaya, gender, dan agama. Dalam hal ini, juga dikaji mengenai hubungan antara kebijakan moral dan sikap moral individu.
  4. Perkembangan dan pengembangan sikap moral: Meneliti cara untuk membangun sikap moral yang baik, baik pada individu maupun pada masyarakat secara umum. Hal ini meliputi strategi untuk mengembangkan keterampilan moral, seperti memperkuat empati, ketulusan, kejujuran, dan sikap bertanggung jawab. Selain itu, juga diperhatikan bagaimana pendidikan moral dapat diimplementasikan pada lingkungan belajar dan sosial yang berbeda-beda.

C. Penalaran Prakonvensional

Penalaran prakonvensional adalah tahap awal dalam perkembangan moral menurut teori Lawrence Kohlberg, di mana individu menilai moralitas berdasarkan konsekuensi langsung dan kasus-kasus konkret di lingkungan sekitarnya. Pada tahap ini, individu belum mampu mempertimbangkan norma atau prinsip moral secara abstrak.

Ada dua level dalam tahap prakonvensional, yaitu level 1 dan level 2.

Pada level 1, yang disebut orientasi pembedaan dan patuh hukum, individu mengikuti aturan dan norma karena takut dihukum atau ingin memperoleh ganjaran. Dalam hal ini, konsekuensi atas tindakan menjadi faktor utama yang menentukan moralitas. Individu pada level ini cenderung mengambil keputusan berdasarkan pandangan diri sendiri dan tidak mempertimbangkan pandangan orang lain.

Pada level 2, yang disebut orientasi kepentingan diri sendiri, individu mempertimbangkan keuntungan atau kepentingan pribadi dalam menilai moralitas. Individu pada level ini menganggap bahwa perbuatan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri atau orang yang ia sayangi sebagai tindakan yang benar. Namun, individu pada level ini masih cenderung mempertimbangkan sudut pandang pribadi dan tidak mempertimbangkan pandangan orang lain atau kepentingan bersama.

Secara umum, penalaran prakonvensional dikarakteristikkan oleh kepatuhan pada norma sosial, kekhawatiran akan sanksi atau ganjaran, serta fokus pada kepentingan pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahap ini, individu belum mampu memahami konsep moralitas secara abstrak dan belum mengembangkan kapasitas moral yang lebih kompleks.

a. Orientasi hukuman dan ketaatan

Orientasi hukuman dan ketaatan adalah salah satu tahap dalam perkembangan moral menurut teori Lawrence Kohlberg. Tahap ini termasuk dalam level 1 atau tahap prakonvensional dalam perkembangan moral.

Pada tahap orientasi hukuman dan ketaatan, individu menilai moralitas berdasarkan norma-norma dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang, seperti keluarga, sekolah, atau pemerintah. Individu pada tahap ini mematuhi aturan-aturan tersebut karena takut mendapat hukuman atau sanksi.

Individu pada tahap ini menganggap bahwa aturan-aturan itu berlaku secara mutlak dan tak dapat dilanggar, bahkan jika aturan itu tidak adil atau tidak rasional. Hal ini karena individu pada tahap ini belum mampu mempertimbangkan kepentingan orang lain atau norma moral yang lebih universal.

Contohnya, seorang anak pada tahap ini mungkin tidak akan mengambil uang yang tergeletak di tanah, karena ia tahu bahwa mengambil uang orang lain itu salah dan dapat dihukum. Namun, ia mungkin tidak akan mempertimbangkan bahwa uang tersebut mungkin sangat penting bagi orang yang kehilangan uang tersebut.

Secara umum, tahap orientasi hukuman dan ketaatan menunjukkan bahwa individu pada tahap ini masih sangat tergantung pada aturan dan norma yang telah ditetapkan oleh pihak lain, dan belum mampu mempertimbangkan pandangan atau kepentingan orang lain. Hal ini merupakan ciri khas dari tahap prakonvensional dalam perkembangan moral.

b. Orientasi ganjaran (the intrumental relativist orientat)

Orientasi ganjaran atau instrumental relativist orientation adalah tahap kedua dalam perkembangan moral menurut teori Lawrence Kohlberg. Tahap ini termasuk dalam level 1 atau tahap prakonvensional dalam perkembangan moral.

Pada tahap orientasi ganjaran, individu menilai moralitas berdasarkan konsekuensi atau ganjaran yang diperoleh dari tindakan tertentu. Individu pada tahap ini memandang bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang dapat memberikan keuntungan atau kepuasan bagi dirinya sendiri atau orang lain yang ia sayangi. Individu pada tahap ini masih belum mampu memahami norma moral secara abstrak atau melihat masalah dari sudut pandang orang lain.

Contohnya, seorang anak pada tahap ini mungkin akan menolong temannya dengan tujuan agar temannya akan membantunya suatu saat nanti. Ia tidak menolong temannya karena ia menganggap itu benar atau karena ia peduli pada temannya, tetapi karena ia mengharapkan ganjaran atau keuntungan di masa depan.

Namun, individu pada tahap ini belum mempertimbangkan dampak tindakan mereka terhadap orang lain atau masyarakat secara umum. Mereka masih fokus pada kepentingan pribadi atau kepentingan orang yang dekat dengan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa individu pada tahap ini belum mengembangkan kapasitas moral yang lebih kompleks dan masih tergantung pada pandangan diri sendiri.

Secara umum, tahap orientasi ganjaran menunjukkan bahwa individu pada tahap ini masih terfokus pada konsekuensi atau ganjaran pribadi dan belum mampu mempertimbangkan norma moral yang lebih universal atau memahami perspektif orang lain. Hal ini merupakan ciri khas dari tahap prakonvensional dalam perkembangan moral.

1 2Next page
Membaca Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button