Sejarah

Kesadaran tentang pentingnya penulisan sejarah indonesiasentris

ADVERTISEMENT

Kesadaran tentang pentingnya penulisan sejarah, yang indonesiasentris muncul sejak awal kemerdekaan. Hal ini diperlukan khususnya bagi pengajaran sejarah di sekolah. Sudah sewajarnyalah, pada awal kemerdekaan semangat nasionalisme masih begitu kental. Semangat nasionalisme tercermin pula dalam pengajaran sejarah.

Untuk menanamkan semangat nasionalisme melalui pelajaran sejarah, sudah barang tentu diperlukan adanya penulisan Sejarah Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan ialah terbitnya buku-buku pelajaran sejarah dengan judul “Sejarah Indonesia”. Walaupun demikian, isi buku itu masih berbau neerlandosentris, sebab buku-buku tersebut masih merujuk pada buku Stapel.

Pada masa pendudukan Jepang

Sebenarnya sudah ada istilah “Sejarah Indonesia”. Sebelum tahun 1942 pelajaran sejarah yang ada yaitu Sejarah Hindia Belanda (Gechiedenis van Nederlands-Indie) dan Sejarah Tanah Hindia (Indische Gechiedenis).

Baca juga Melacak sejarah melalui  Legenda

Pendudukan Jepang bersikap anti Barat termasuk Belanda, sehingga buku yang diterbitkan oleh Belanda pun dilarang, termasuk penulisan sejarah penjajahan Belanda. Buku-buku sejarah yang diterbitkan mendapatkan pengawalan yang ketat dari pemeritahan pendudukan Jepang. Istilah “Sejarah Tanah Hindia” (Indische Geschiedenis) diubah menjadi “Sejarah Indonesia”.

Sebagaimana telah dikemukakan, sejak awal kemerdekaan muncul adanya keinginan untuk menulis kembali sejarah Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya kekecewaan terhadap buku-buku pelajaran yang ada di sekolah ketika itu.

Baca juga Sejarah tradisi lisan mengandung unsur kearifan

Pada umumnya buku-buku yang digunakan, masih merujuk kepada buku Stapel, walaupun diberi judul “Sejarah Indonesia”. Buku-buku pelajaran yang ada tidak memenuhi penulisan sejarah yang indonesiasentris.

Penulisan sejarah yang indonesiasentris

Penulisan sejarah yang bersifat indonesiasentris harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

  1. Sejarah yang mengungkapkan “sejarah dari dalam” , yang menempatkan bangsa Indonesia sebagai pemeran utama.
  2. Penjelasan sejarah Indonesia diuraikan secara luas, dengan uraian yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
  3. Erat berhubungan dengan kedua pokok di atas, perlu ada pengungkapan aktivitas dari pelbagai golongan masyarakat, tidak hanya para bangsawan atau ksatria, tetapi juga dari kaum ulama atau petani serta golongangolongan lainnya.
  4. Untuk menyusun sejarah Indonesia sebagai suatu sintesis, yang menggambarkan proses perkembangan ke arah kesatuan geo-politik seperti yang kita hadapi dewasa ini, maka prinsip integrasi perlu dipergunakan untuk mengukur seberapa jauh integrasi itu dalam masa-masa tertentu telah tercapai.

Untuk memecahkan persoalan penulisan sejarah yang indonesiasentris, maka diadakanlah Seminar Sejarah Nasional I pada tanggal 14 sampai dengan 18 Desember 1957 di Yogyakarta.

Kesadaran tentang pentingnya penulisan sejarah, Seminar ini dilaksanakan melalui Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan tanggal 13 Maret 1957 No.28201/5. Topik yang dibicarakan dalam seminar tersebut meliputi:

  1. Konsep filosofis sejarah nasional;
  2. Periodisasi sejarah Indonesia;
  3. Syarat penulisan buku pelajaran sejarah nasional Indonesia;
  4. Pengajaran Sejarah Indonesia di sekolah-sekolah;
  5. Pendidikan Sejarawan;
  6. Pendidikan dan pengajaran bahan-bahan sejarah.

Pemerintah memiliki kepentingan dalam penyelenggaraan seminar tersebut. Bangsa Indonesia saat itu belum lama merdeka. Untuk membangun karakter kebangsaan pada diri masyarakat Indonesia adalah melalui pengajaran sejarah. Jadi, bagi pemerintah penulisan sejarah yang indonesiasentris merupakan suatu keharusan.

Pembicaraan yang berkembang pada seminar ini menurut Moh. Ali, forum Seminar Sejarah Nasional belum mengarah pada penulisan dan pengajaran sejarah Indonesia sebagai Sejarah Nasional. Hal ini dapat dimaklumi mengingat pada saat itu di Indonesia belum banyak ahli sejarah yang benar-benar berlatar belakang pendidikan sejarah atau sejarawan.

Dalam forum tersebut, pembicaraan yang lebih menonjol yaitu pemikiran mengenai mungkin tidaknya penyusunan suatu filsafat Sejarah Nasional. Pembicaraan tentang filsafat sejarah nasional banyak dibicarakan oleh Moh. Yamin dan Sujatmoko.

ADVERTISEMENT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button