IPS Kelas 10Sosiologi

Integrasi Nasional Indonesia dan keragaman budaya suku bangsa

Integrasi Nasional Indonesia dan keragaman budaya suku bangsa. Sejarah negara kesatuan Republik Indonesia banyak dipenuhi dengan konflik yang disebabkan karena keragaman budaya suku bangsa, namun harus diakui bahwa bangsa Indonesia mampu mengatasinya dan sampai sekarang telah tercipta suatu ketenangan dan keamanan, walaupun dalam ukuran lain hal itu tidaklah demikian. 

Kondisi tersebut telah menempatkan negara Republik Indonesia termasuk negara multi etnik yang paling aman di dunia. Bangsa Indonesia telah memiliki kesadaran untuk bersatu menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia di dalam wilayah negara kesatuan republik Indonesia. 

Dalam perspektif integrasi nasional, perjalanan sejarah negara kesatuan Republik Indonesia.

Terdapat sejumlah potensi yang memungkinkan terciptanya persatuan dan kesatuan nasional, yaitu:

  1. Terdapat dua kerajaan yang mampu mempersatukan negaranegara kecil yang sebelumnya saling bersaing yang terdapat dalam wilayah negara Republik Indonesia, yaitu Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 dan 8 M yang pusatnya berada di Sumatra Selatan, serta Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 M yang pusatnya berada di Jawa Timur.
  2. Adanya perasaan senasib sependeritaan di kalangan seluruh bangsa Indonesia atas penjajahan selama tiga setengah abad (nasionalisme).
  3. Lahirnya kesepakatan di antara para pemuda Indonesia pada tahun 1928 yang menolak adanya penonjolan kesukubangsaan, yang kemudian dikenal dengan nama Sumpah pemuda yang melahirkan tekad untuk berbangsa satu bangsa Indonesia, bertanah air satu tanah air Indonesia, dan berbahasa satu bahasa Indonesia.
  4. Dimulainya oleh para pendiri negara Republik Indonesia dengan menyepakati Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, dan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia.
  5. Terciptanya budaya konsensus nasional di lembaga tertinggi negara dalam memecahkan masalah-masalah nasional yang didasari oleh musyawarah mufakat. 

Stereotif Etnis (Suku Bangsa)

Istilah stereotif menurut Lippmann adalah gambar di kepala yang merupakan rekonstruksi dari keadaan lingkungan yang sebenarnya dan merupakan salah satu mekanisme penyederhanaan untuk mengendalikan lingkungan, karena keadaan lingkungan yang sebenarnya terlalu luas, terlalu beragam dan bergerak terlalu cepat untuk dapat dikendalikan dengan segera. 

Gambaran kita tentang keadaan lingkungan itulah yang menentukan apa yang kita lakukan. Dengan demikian, tindakan-tindakan seseorang tidaklah didasarkan pada pengenalan langsung terhadap keadaan lingkungan sebenarnya, namun berdasarkan gambaran yang dibuatnya sendiri atau yang diberikan kepadanya oleh orang lain. 

Warnaen (2002) secara sederhana mendefinisikan stereotif etnis sebagai kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis, termasuk golongan etnis mereka sendiri.

Pandangan subyektif

Stereotif merupakan pandangan-pandangan subyektif dari suatu etnis atau suku bangsa tertentu terhadap etnis atau suku bangsa lainnya atau tentang etnisnya sendiri. Stereotip lebih merupakansuatu penilaian dari suatu suku bangsa terhadap suku bangsa lainnya baik berdasarkan pengetahuan-pengetahuan terdahulu (penilaian dari generasi sebelumnya) maupun berdasarkan pengalaman-pengalamannya sendiri atau orang lain. 

Penilaian atau pandangan-pandangan dari suatu suku bangsa terhadap suku bangsa lainnya bisa bersifat positif atau negatif atau kedua-duanya. Misalnya orang Jawa menganggap kepada orang Batak itu sebagai orang yang kasar, pemarah, gampang berkelahi, terbuka, pemberani, berani mengatakan tidak. Sementara orang Batak menganggap orang Jawa itu sebagai orang yang halus, ramah, bersahabat, mudah tersinggung, tertutup, pandai berpura-pura, kurang pemberani.  

Baca juga Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang benar dan terhormat

Pandangan-pandangan tersebut belum tentu betul, bahkan mungkin banyak salahnya, permasalahannya hal ini akan mempengaruhi terhadap sikap dan prilaku dari setiap etnis tersebut dalam hubungannya dengan etnis lainnya.

Berdasarkan kepada penilain-penilaian itu orang Jawa akan menetukan sikap dan prilakunya dalam hubungannya dengan orang Batak. Misalnya mau terbuka untuk bergaul dengan orang Batak atau bahkan menerima sebagai jodoh pasangannya dalam perkawinan atau sebaliknya.  

Pandangan dan penilaian terhadap suatu etnis atau suku bangsa tersebut sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dan sampai sekarang penelitian tentang hubungan antar etnis yang berbeda-beda terutama di Indonesia masih sedikit.

Sehingga cukup kesulitan apabila kita ingin mengetahui sejauh mana kontak antar etnik dalam masyarakat Indonesia terjadi dan mendeskripsikan karakteristik dari tiap etnik atau suku bangsa tersebut. 

Pandangan dan penilaian terhadap suatu etnis atau suku bangsa dipengaruhi oleh berbagai faktor (ilustrasi foto/Siedoo)

Membaca Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button