IPS Kelas 8Sejarah

Sambutan Rakyat terhadap Proklamasi Kemerdekaan

ADVERTISEMENT

Sejarah Indonesia

Sudah membaca

Baik

Sambutan Rakyat terhadap Proklamasi Kemerdekaan

User Rating: 4.55 ( 1 votes)

Sambutan Rakyat terhadap Proklamasi Kemerdekaan, Puncak perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah adalah dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Sebagian besar rakyat Indonesia dapat dengan cepat menanggapi hakikat dari makna proklamasi itu. Namun, ada juga yang mengartikan kemerdekaan dengan bebas dari segala-galanya sehingga mereka berusaha melawan kekuatan yang selama ini membelenggunya.

Hal itulah yang sering kali memunculkan revolusi sosial. Sikap rakyat yang berbeda inilah yang pada gilirannya memunculkan perlawanan-perlawanan, baik terhadap tentara Jepang maupun penguasa pribumi yang pada zaman kolonial Belanda ataupun Jepang berpihak kepada penjajah.

1. Rapat Raksasa di Lapangan Ikada

Sambutan Rakyat terhadap Proklamasi, baik di pusat maupun di daerah, pada umumnya melakukan aksi-aksi yang mendukung diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta, para pemuda yang dipelopori oleh Komite van Aksi Menteng 31 menghendaki agar para pemimpin perjuangan kemerdekaan bertemu dengan rakyat.

Para pemimpin diminta berbicara di hadapan mereka mengenai kemerdekaan Indonesia. Rencana ini dilaksanakan dengan dua cara, yaitu persiapan pengerahan massa dan menyampaikan rencana itu kepada presiden.

Menanggapi rencana ini, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta menyetujui rencana tersebut. Begitu juga dengan para menteri yang telah dilantik.

Masalah yang menjadi perhatian adalah reaksi tentara Jepang terhadap rencana pengerahan massa. Bagaimanapun juga, presiden harus mempertimbangkan dengan matang agar tidak terjadi bentrokan dengan massa.

Presiden kemudian memutuskan untuk mengadakan sidang kabinet di kediaman presiden. Sidang kabinet diselenggarakan pada 9 September 1945 dan berlangsung sampai tengah malam sehingga ditunda hingga pukul 10.00 pagi.

Sidang di Lapangan Banteng

Pada pagi harinya sambutan rakyat terhadap proklamasi, sidang dilanjutkan lagi di Lapangan Banteng Barat dan dihadiri oleh para pemimpin pemuda atau para pemimpin Badan Perjuangan. Para pemimpin pemuda menghendaki agar pertemuan antara pemimpin bangsa dengan rakyatnya tidak dibatalkan. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan rapat menyetujui rencana itu.

Presiden dan wakil presiden serta para menteri kemudian menuju Lapangan Ikada. Ternyata, Lapangan Ikada telah dipenuhi oleh massa yang lengkap dengan senjata tajam. Tentara Jepang tampak siap siaga lengkap dengan senjata dan tank-tanknya.

Melihat kondisi ini, tampaknya bentrokan antara pasukan Jepang dengan massa dapat terjadi sewaktu-waktu. Sebelum masuk mobil, presiden dan wakil presiden diberhentikan sebentar oleh komandan jaga sebelum diperbolehkan masuk ke Lapangan Ikada.

Soekarno kemudian menuju panggung dan menyampaikan pidato singkat. Dalam pidatonya, Soekarno meminta dukungan dan kepercayaan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mematuhi kebijakan-kebijakannya. Kemudian, Soekarno memerintahkan massa untuk bubar dengan tertib. Imbauan itu ternyata dipatuhi oleh massa.

Sambutan Rakyat terhadap Proklamasi. Rapat raksasa di Lapangan Ikada merupakan manifestasi pertama dari kewibawaan pemerintah Republik Indonesia kepada rakyatnya. Sekalipun rapat ini berlangsung singkat, tetapi telah berhasil mempertemukan rakyat dengan para pemimpinnya sekaligus memberikan kepercayaan rakyat kepada para pemimpinnya.

Baca juga Kronologis Peristiwa Kemerdekaan Indonesia Masa Penjajahan Jepang

2. Tanggapan di Berbagai Daerah terhadap Proklamasi 

Sambutan Rakyat terhadap Proklamasi. Jika di pusat terjadi luapan massa dalam rangka mendukung Indonesia merdeka, di daerah juga terdapat aksi-aksi spontan menanggapi hal itu. 

a. Peristiwa di Surabaya

Dukungan spontan rakyat terjadi di beberapa daerah di Indonesia berupa perebutan kekuasaan, baik dengan jalan kekerasan maupun dengan jalan perundingan. Permusuhan antara rakyat dengan Belanda meledak pertama kali di Surabaya pada 19 September 1945 di Hotel Yamato.

Peristiwa ini dipicu ketika orang-orang Belanda bekas tawanan tentara Jepang menduduki Hotel Yamato dan mengibarkan bendera merah-putih-biru. Para pemuda tidak dapat menerima pengibaran bendera tersebut. Tanpa menghiraukan penjagaan ketat tentara Jepang, beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Belanda yang berkibar di atasnya.

Mereka menyobek bagian bendera yang berwarna biru sehingga tinggallah bendera merah putih. Kemudian, mereka mengibarkannya kembali. Peristiwa ini disertai dengan perkelahian massal antara orang-orang Belanda melawan para pemuda Indonesia, yang menewaskan Kapten Polegman. Selanjutnya pada 20 September, para pemuda mengadakan pawai keliling mendukung kemerdekaan tanpa memedulikan larangan tentara Jepang.

Langkah selanjutnya, para pemuda Surabaya membentuk Laskar Pemuda pada 23 September 1945 dengan nama Pemuda Republik Indonesia (PRI). PRI dipimpin oleh Sumarsono, Kaslan, Supardi, Ruslan Wijaya, Krissubanu, dan Sutomo (Bung Tomo). 

Sasaran para pemuda selanjutnya adalah menyegel markas tentara Jepang yang merupakan lambang kekejaman tentara Jepang. Pertempuran selama lima jam tidak dapat dihindarkan sehingga mengakibatkan 25 pemuda gugur dan 60 luka-luka serta 15 tentara Jepang tewas.

Pemuda menyobek bagian bendera yang berwarna biru sehingga tinggallah bendera merah putih. (ilustrasi foto/Liputan6)

b. Peristiwa di Bandung

Di Bandung, para pemuda berhasil mengambil alih gedung-gedung pemerintahan pada bulan September. Tokoh pemuda Sutoko segera melakukan perundingan dengan Jenderal Mabuchi, panglima tentara Jepang di Jawa Barat berkaitan dengan masalah senjata. Pada 14 Oktober 1945 tercapai suatu kesepakatan antara Mabuchi dengan Puradireja (Residen Priaangan). Isi pokok perjanjiannya adalah sebagai berikut.

1. Bendera merah putih boleh dikibarkan di gudang-gudang senjata milik Jepang. 2. Diadakan patroli bersama yang dipimpin oleh pihak Indonesia. 3. Jepang memiliki tanggung jawab penuh terhadap penjagaan gudang. 4. Residen Puradireja, Mabuchi, BKR setempat serta KNI Daerah mengatur masalah pengangkutan dan penggunaan barangbarang, terutama senjata yang ada dalam gudang itu.

Alasan residen menerima perundingan tersebut tidak jelas. Barangkali karena percaya bahwa Jepang akan menyerahkan senjata. Ketika Jepang melanggar janji tidak mau menyerahkan senjata, para pemuda menyalahkan residen dan pihak yang menyetujui perundingan itu sehingga mereka harus menebusnya dengan nyawanya.

Pada 6 Oktober, para pemuda melakukan aksi boikot terhadap orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang. Kemudian, mereka menyerbu gudang senjata dan berhasil merebutnya.

c. Peristiwa di Semarang

Para pemuda Semarang juga berhasil merebut kekuasaan. Dalam aksi perebutan kekuasaan, sempat terjadi bentrokan yang dahsyat antara para pemuda melawan Jepang. Pihak Jepang merasa terancam karena para pemuda berusaha merebut senjata mereka. 

Pemimpin pemuda Semarang yang terkenal adalah S. Karno dan Ibnu Parna. Peristiwa ini dipengaruhi oleh aksi Mabuchi di Bandung. Pada peristiwa ini pembunuhan terhadap serdadu Jepang kerap kali dilakukan oleh para pemuda.

Pada 14 Oktober 1945, para pemuda mengangkut empat ratus orang tawanan Jepang dari Pabrik Gula Cepiring ke Penjara Bulu Semarang. Sebelum sampai di Penjara Bulu, banyak tawanan yang melarikan diri dan meminta perlindungan kepada Batalion Kido. Para pemuda menjadi marah sehingga berusaha menguasai kantor pemerintah.

Orang-orang Jepang banyak yang dipenjarakan. Pagi harinya pasukan Jepang menyerang kota Semarang yang kesatuannya di Jatingaleh. Inilah pemicu terjadinya Pertempuran Lima Hari di Semarang yang menimbulkan korban jiwa dari kedua belah pihak hampir seribu orang.

Dampak dari Pertempuran Lima Hari adalah para pemuda terpaksa harus mundur dari Semarang. Kota ini kemudian sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Jepang. Ketika pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal Bethel tiba di Semarang, mereka mendapatkan kota Semarang dalam keadaan tenang.

d. Peristiwa di Yogyakarta

Pengambilalihan secara serentak oleh para pemuda dimulai pada 26 September hingga 7 Oktober 1945. Para pegawai, baik instansi pemerintah maupun perusahaan milik Jepang melakukan aksi mogok.

Mereka memaksa Jepang untuk menyerahkan semua kantor dan perusahaan kepada pihak Indonesia. KNI Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan daerah telah dikuasai oleh pemerintah RI.

Upaya merebut senjata Jepang juga dilakukan oleh para pemuda yang tergabung dalam BKR. Hal ini dilakukan karena upaya perundingan untuk pelucutan senjata mengalami jalan buntu. Pada 7 Oktober malam, pemuda BKR dan Pemuda Polisi Istimewa bergerak menuju Kota Baru dan menyerbu markas Otsuka Butai.

Korban mencapai delapan belas orang dari pemuda polisi, namun kemudian Otsuka Butai menyerah. Peristiwa spontan tidak mengesampingkan peran Sultan Yogyakarta. Bahkan pada 26 Oktober 1945, Sultan dan Paku Alam membentuk badan perjuangan yang diberi nama Laskar Rakyat Indonesia.

e. Peristiwa di Surakarta

Para pemuda yang tergabung dalam Barisan Pelopor dan Angkatan Muda memelopori upaya pengambilalihan kekuasaan di Surakarta. Di kota ini, pengambilalihan kekuasaan tidak hanya dilakukan atas bangunan pemerintah, tetapi juga pabrik-pabrik gula seperti di daerah Klaten dan Sragen.

Pada 1 Oktober 1945, para pemuda yang tergabung dalam badan-badan perjuangan mengadakan pawai kemerdekaan. Pada waktu berikutnya, para pemuda berusaha merebut bangunan dan pangkalan militer. Mereka berhasil memaksa Jepang untuk menyerahkan senjata pada 6 Oktober 1945.

f. Peristiwa di Kalimantan

Aksi spontan mendukung kemerdekaan tidak hanya terjadi di Jawa, tetapi juga di luar Jawa seperti halnya di Kalimantan. Di Balikpapan misalnya, pada 14 November 1945 sekitar delapan ratus orang berkumpul di depan kompleks NICA sambil membawa bendera merah putih.

Namun, tentara Sekutu yang sudah mendarat mengeluarkan ultimatum melarang semua kegiatan politik seperti demonstrasi dan mengibarkan bendera merah putih. Tetapi, kaum nasionalis dengan gigih tetap melaksanakannya.

g. Peristiwa di Banda Aceh

Di Banda Aceh, para pemuda dan tokoh masyarakat membentuk badan-badan perjuangan seperti Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang dibentuk pada 6 Oktober 1945. Jepang merasa jengkel dan memanggil para pemimpin pemuda dan menyampaikan ultimatum. 

Isinya bahwa sekalipun Jepang telah kalah, namun keamanan dan ketertiban masih merupakan tanggung jawab Jepang. Oleh karena itu, pembentukan badan-badan perjuangan tanpa izin Jepang harus dihentikan. Jepang juga meminta badan yang telah dibentuk untuk dibubarkan. Para pemuda menolak keinginan Jepang tersebut.

Bahkan mereka berusaha untuk menyegel kantor-kantor pemerintah dan mengibarkan bendera merah putih. Bentrokan tidak dapat dihindarkan. Para pemuda berusaha untuk merebut persenjataan milik Jepang.

h. Peristiwa di Gorontalo dan Sumbawa

Perebutan senjata di markas Jepang yang ada di Gorontalo dan Sumbawa dilakukan oleh para pemuda pada 13 September 1945. Kekuatan para pemuda Gorontalo mencapai enam ratus orang. Mereka cukup terlatih menolak setiap ajakan dari pasukan Australia untuk berunding.

Sementara di Sumbawa para pemuda berhasil merebut senjata dari Jepang pada Desember 1945. Bentrokan terjadi di Gempe antara dua ratus orang pemuda melawan Jepang. Hal serupa terjadi juga di Sape dan Raba, di mana para pemuda berusaha untuk merebut senjata dari markas Jepang.

i. Peristiwa di Bali dan Biak

Dukungan spontan para pemuda Bali terlihat dari aktivitasnya dalam menanggapi kemerdekaan. Para pemuda berhasil membentuk beberapa badan perjuangan, seperti AMI dan PRI pada bulan Agustus setelah proklamasi.

Mereka mengusahakan perundingan dengan pihak Jepang, namun selalu gagal. Pada 13 Desember 1945, mereka melakukan gerakan serentak untuk mengambil alih kekuasaan Jepang meskipun upaya itu gagal.

Di Biak juga muncul penyerangan markas Sorido pada 14 Maret 1948. Akan tetapi, upaya tersebut gagal, bahkan dua orang pemimpinnya dihukum mati.

j. Peristiwa di Palembang

Pengalihan kekuasaan di Palembang berjalan tanpa insiden sebab orang-orang Jepang telah menghindar ketika terjadi demonstrasi. Pengalihan kekuasaan ini terjadi pada 8 Oktober 1945, di mana A.K. Gani, Residen Sumatra Selatan bersama pegawai Gunseibu menaikkan bendera merah putih dalam suatu upacara. Pada saat itulah, keluar maklumat bahwa seluruh Karesidenan Palembang berada di bawah pemerintahan Republik Indonesia.

k. Peristiwa di Makassar

Para pemuda di Makassar juga berusaha untuk menyegel gedunggedung pemerintah. Mereka membentuk badan perjuangan dengan nama Barisan Berani Mati. Namun pada 28 Oktober 1945, pasukan Australia melucuti para pemuda yang akan berusaha menduduki gedung-gedung pemerintah.

Sejak itu, gerakan pemuda yang tergabung dalam Barisan Berani Mati dipindahkan dari Ujungpandang ke Plombobangkeng. Itulah beberapa peristiwa spontan dalam rangka mendukung kemerdekaan. Sebenarnya, masih banyak lagi peristiwa lain di berbagai daerah di Indonesia.

Baca juga Kompromi Jepang Indonesia tertuang dalam piagam Jakarta

Persiapan Kemerdekaan Indonesia di Renghasdengklok, Tergabung antara Gologan muda dan Golongan Tua. (ilustrasi foto/GuruPendidikan.com)

Rangkuman

Kekalahan Jepang pada Perang Dunia II mendorong bangsa Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaan. Golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta memandang proklamasi sebaiknya menunggu sidang PPKI. Sementara golongan muda bersikeras agar proklamasi dikumandangkan sesegera mungkin.

Pertentangan golongan muda dan golongan tua mendorong terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Para pemuda menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dengan harapan kedua tokoh ini lebih leluasa berunding. Akhirnya, golongan tua mengalah. Proklamasi kemerdekaan dibacakan pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta tepat pukul 10.00 WIB.

Rakyat di seluruh Indonesia menyambut proklamasi kemerdekaan dengan suka cita. Pada saat tersebut, tentara Jepang masih ada di berbagai tempat Indonesia. Rakyat Indonesia tidak takut lagi dengan Jepang.

Mereka menurunkan bendera Jepang dan menggantikan dengan bendera merah putih. Hal inilah yang mendorong kemarahan tentara Jepang. Banyak rakyat yang menjadi korban karena berusaha untuk mengibarkan bendera merah putih di berbagai daerah.

ADVERTISEMENT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button